hot cocoa [2]

577 55 6
                                    

[21:25 PM]

Menghindar kadang menjadi pilihan terbaik saat terhimpit.
Apapun keadaannya, terutama...
Saat logika bertentangan dengan perasaan sendiri.
Pernah merasakannya?
Ah, Soraru sedang merasakannya.

'Cowok ngga mungkin bisa suka sama cowok, 'kan...? Artinya, sebelum semakin menjadi, aku harus arahin Mafu ke jalan yang bener.'

Soraru bermonolog dalam hati sembari menghancurkan kepingan biskuit cokelat, menjadikannya bola-bola, dan mencelupkannya ke dalam cokelat leleh.

Lho?

Soraru tak bisa melewatkan permintaan Mafu begitu saja, toh saling memberi cokelat Valentine sudah menjadi tradisi bagi mereka sejak kecil. Tanpa makna tersendiri.

Maka disinilah Soraru, di dapur rumah orangtuanya, membuat cokelat untuk Mafu dengan alasan ingin lebih fokus belajar (tempat tidur dan meja belajar mereka berdekatan, bagaimana caranya Soraru fokus coba?)

Walau Soraru mengingatkan dirinya sendiri bahwa dia memastikan kalau Mafu harus 'lurus selurus-lurusnya', hati kecilnya masih berharap.
Berharap teman masa kecilnya bisa jadi teman hidupnya juga.

'Ini yang terakhir, ini cokelat perpisahan sekaligus cokelat Valentine terakhir...'

Soraru hanya memandangi bola-bola cokelat yang sudah selesai dibuat setelah memasukkannya dalam kemasan mungil.

Jalan pikirannya tak tentu, ia ingin menyatakan perasaannya tapi takut bila Mafu tidak memiliki perasaan yang sama. Atau lebih parahnya jika Mafu memutus tali persahabatan mereka didasari rasa jijik.

Pengecut, pikirnya sembari memasukkan mahakaryanya ke dalam lemari es.

Tidak ada motivasi belajar dalam benaknya, strategi memberikan cokelat sekaligus kode terakhir pada Mafu lebih menarik untuk Soraru renungkan malam ini.

[ February, Valentine ]

Hari ini Soraru memastikan dirinya untuk datang lebih pagi ke sekolah – demi menaruh cokelat buatannya di loker sepatu Mafu.
Klise, tapi tidak ada ide lain yang terbersit di pikirannya.

Sampai di sekolah.
Lihat keadaan.
Kalau sepi, lanjutkan sesuai rencana.
Kalau ramai, rencana dibatalkan.

Ah, untungnya masih sepi.

Sesegera mungkin Soraru langsung menghampiri dan membuka loker Mafu setelah meletakkan sepatu miliknya.
Kotak mungil dengan balutan pita merah itu ingin Soraru cepat-cepat letakkan saja, tapi tindakannya terhenti.
Ada yang tidak sesuai dengan rencana.

Ada yang lebih cepat darinya, baik memberikan cokelat maupun surat kepada Mafu lewat perantara loker.
Seorang wanita.

'Eh? Harusnya aku senang, kan? Dengan ini Mafu aman, ngga menyimpang...'

Sayang, apa yang dipikirkan dan dirasakan kadang sangat kontras.
Soraru menutup kembali loker Mafu, membawa cokelat buatannya bersamanya.
Entah akan dia berikan pada Mafu selayaknya teman tanpa embel-embel, dimakan sendiri, atau akan dibuang.

Toh, tidak ada arti spesialnya lagi, 'kan?

Si empunya surai biru menelungkup, ditutupi muffler tebal sesampainya di kelas.
Selama bertahun-tahun, Mafu terus menempel pada Soraru layaknya perangko pada surat.
Selama bertahun-tahun itu juga, Mafu selalu memilih dirinya, memilih Soraru – sebagai yang paling ia sukai.

Maka wajar apabila Soraru takut.
Takut kehilangan orang yang paling mengerti dirinya.
Takut posisi spesialnya dengan Mafu direnggut oleh orang lain.

popping soda °Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang