15

4.5K 470 58
                                    

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.


Jika saja waktu bisa diulang kembali  sudah pasti Jennie akan bangun lebih pagi dan turun bersama Lim, karena Jennie yakin kejadian mengerikan itu tak akan terjadi. Tepat 15 Jam sudah Lim terbujur lemah dalam ranjang sempit dengan selang infus ditangannya. Kekasih yang seperti suami bagi Jennie ini masih belum menampakan kesadaran dirinya, Jennie hampir putus asa karena rasa takut berlebihan dengan keadaan Lim.

Jennie tak pernah meninggalkan Lim meski beberapa detik, bahkan Jennie tak mau makan dan akhirnya Dara memaksa Jennie makan hingga akhirnya Dara harus menyuapi anak semata wayangnya ini.

"Oppa, apa Oppa ga kangen? Bahkan aku kangen banget sama Oppa." Gumam Jennie dengan menatap sang kekasih.

Tak lama badan Jennie menegang, ia merasa jika jari Lim bergerak. Jennie langsung bangkit dan menatap Lim dengan lekat, mulutnya komat kamit memanjatkan doa agar suaminya masa kecilnya ini bangun.

"Eungh..." Lenguh Lim saat ia mencoba membuka matanya.

Jennie langsung berlari keluar memanggil dokter, tak lama dokter dan suster datang dan memeriksa Lim, puji syukur Lim sudah sadar dan baik-baik saja meski masih butuh perawatan beberapa hari.

"Oppa, mau makan?" Tanya Jennie karena sejak tadi Lim diam saja.

Jennie mengelus wajah Lim namun tanpa diduga Lim menepis tangan Jennie membuat Jennie kaget dan tak menyangka.

"Ada apa Oppa? Oppa marah?" Jennie sudah berkaca-kaca menahan air matanya.

"Pulanglah Jen, Tuan Kim akan marah jika kamu di sini." Ucap Lim dengan memalingkan wajahnya.

Jennie hanya bisa diam karena tak percaya jika Lim akan berkata seperti itu, namun pada akhirnya Jennie paham pasti karena Lim sakit hati oleh perlakuan Daddynya.

"Maafkan Daddy, Daddy menyesal Oppa. Tolong jangan begini Hubby. Aku khawatir By." Akhirnya Jennie menangis, ia sudah tak tahan lagi jika terus menahan air matanya.

"Aku bilang pulang! Aku emang ga pantes buat kamu." Lim kembali mengusir Jennie.

Jennie tak menyerah, ia tak berniat untuk pergi, meski seribu kali Lim mdngusirnya Jennie akan semakin bertahan di sini.

Suasana kembali hening karena Lim sibuk dengan ponselnya dan mengabaikan Jennie, setelah itu Lim memilih untuk kembali tidur dari pada harus melihat Jennie. Lim hanya tak mau menyakiti Jennie dengan ucapannya, karena jujur saja selain fisik hati Lim pun terluka karena sikap arogan daddy Jennie. Lebih baik Lim diam hingga keadaannya pulih.

Ceklek...
Pintu terbuka dan masuklah 3 orang lelaki berbadan tegap menghampiri Lim.

"Kalian siapa?" Tanya Jennie lalu menghampiri ketiga orang itu.

"Kami penjaga tuan Lim yang diutus langsung tuan Taeyang." Jawab salah satu dari mereka.

Jennie sontak kaget, bagaimana bisa Bodyguard dijaga bodyguard, ah tapi Jennie ingat jika Lim memang anak orang kaya jadi wajar saja Lim ada yang menjaga.

"Jika boleh tau, siapa yang melakukan ini pada tuan Lim? Tuan Taeyang dan Nyonya Hyorin sedang dalam perjalanan dari Swiss ke Korea." Tanya salah satu pengawal Lim.

Deg. ..

Jennie tak tau harus menjawab apa, sungguh ini akan jadi masalah besar jika ayah Lim datang dan tak terima dengan kondisi Lim yang babak belur seperti ini.

"Ah i..itu Daddyku." Akhirnya Jennie menjawab dengan gugup.

Ketiga orang itu saling melirik, mereka juga menjadi bingung harus bagaimana, membalas tapi itu adalah ayah dari kekasih tuannya, tak dibalas tapi manusia naga itu sudah keterlaluan.

"Kalian." Ucap Lim saat melihat ketiga orang pengawalnya.

"Bagaimana keadaanmu tuan?" Tanya salah satu bodyguard tersebut.

"Lebih baik, bagaimana sudah kalian urus agar aku bisa pulang?" Tanya Lim.

"Maksud Oppa apa? Oppa masih sakit harus dirawat di sini." Jennie mencoba menahan Lim namun tangan Jennie kembali di tepis oleh Lim.

"Sudah aku bilang sejak tadi silahkan pulang, jika orang tuamu marah lagi aku bisa mati muda, pergilah!" Usir Lim tanpa perasaan.

Jennie kembali menitikan air matanya, karena keegoisan Daddynya Lim jadi marah dan tak mau melihatnya.

"Ya sudah aku pulang ya, Oppa istirahat nanti aku ke sini lagi. Sekali lagi maafkan Daddy." Jennie pamit pada Lim, meski berat namun Jennie terpaksa dari pada Lim akan semakin marah dan membencinya.

Lim tak menjawab, ia membalikan badannya membelakangi Jennie. Sungguh rasanya ingin sekali memeluk Jennie tapi hatinya masih sakit dan menolak untuk melakukannya. Biarkan semua mengalir begitu saja hingga hati Lim kembali sembuh.

Jennie akhirnya pergi meninggalkan rumah sakit, air matanya terus mengalir karena rasa takut kehilangan Lim seakan mencekik lehernya, membuat sesak sekali dadanya saat ini.

Menempuh perjalanan beberapa puluh menit akhirnya Jennie sampai di rumah mewah milik kedua orang tuanya. Jennie masuk dengan emosi yang meningkat mencari keberadaan daddynya.

"Daddy..." Panggil Jennie saat ia melihat kedua orang tuanya duduk bermesraan di taman belakang, tempat di mana Lim disiksa tadi.

"Sayang, sudah pulang." Sambut Dara dengan berdiri dan memeluk Jennie.

Jennie langsung menangis dalam pelukan Dara, melampiaskan rasa sakit yang menusuk hatinya.

"Lili Oppa marah dan tak mau bertemu Jennie, dia bilang jika dia tak pantas untuk Jennie anak seorang Kim Jiyong pengusaha sukses Korea, sedangkan dirinya hanya seorang Bodyguard." Ucap Jennie dengan menatap tajam Jiyong.

"Apa Daddy puas? Bahagia melihat kami berpisah?" Jennie kembali bertanya dengan air mata yang terus mengalir.

Jiyong diam mematung, ia merasa bersalah karena bertindak seenakanya pada Lim.

"Sayang maafkan Daddy." Jiyong mendekat hendak memeluk Jennie.

"Cukup Dad, minta maaflah pada Lili Oppa bukan padaku. Tapi percuma karna sepertinya Lili Oppa tak ingin bertemu kita lagi." Jennie akhirnya pergi menuju kamarnya, ia menangis sejadi-jadinya.

Dara menatap Jiyong dengan tajam, kesal dengan sikap suaminya itu.

"Bagaimana jika anak kita hamil dan Lim tak mau bertanggung jawab karena tak mau memiliki mertua sepertimu!" Bentak Dara lalu ia ikut meninggalkan Jiyong yang masih mematung di tempatnya.

Jiyong menghela nafas panjang, mengacak rambutnya dengan kesal. Sungguh Jiyong menyayangi Lim seperti anaknya sendiri namun karena emosi semua akhirnya menjadi seperti ini, penyesalan datang pada Jiyong saat ini.

 Sungguh Jiyong menyayangi Lim seperti anaknya sendiri namun karena emosi semua akhirnya menjadi seperti ini, penyesalan datang pada Jiyong saat ini

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
After Met You Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang