15 - Diam Tak Berarti Emas

989 95 18
                                    


Sambil di play ya lagu di atas

Votenya susah banget ya ternyata.
Wkwkwk
🙃👍

Happy Reading

Chika meminta izin pulang ke guru piket. Tadinya Mamanya hendak dihubungi oleh pihak sekolah agar Chika dijemput, tetapi Chika tetap bersikeras pulang sendiri membawa mobilnya. Tak ada yang bisa mencegah Chika jika sudah mempunyai keinginan. Christy nekat membolos jam pelajaran demi menemani sahabatnya di UKS dan menggandengnya ke parkiran.

"Gue khawatir, Chik." Christy menggenggam jemari lentik Chika. Pegangannya berpindah ke pergelangan tangan. Seakan tak rela Chika yang masih lemah menyetir sendirian.

"Makasih, Chris. Justru gue yang ngga mau liat nyokap khawatir."

"Iya sih. Whatsapp weeh pas sampe rumah."

"Ho oh. Ketemu ntar malem ya pas les?"

Christy mengangguk lemah. Sudut bibirnya menurun, rasa harunya memuncak.

"CHIKA!!"

Seorang cowok memekik nampak berlari menghampiri mereka. Ara.

"Gue anter!" ucap Ara tegas. Ia meraih tangan Chika.

"Aku gapapa, Ra."

"Chik, jangan ngeyel napa weh?" hardik Christy kesal.

Chika merangkul Christy dan beradu pipi. Tak merespon sepatah kata. Gantian gadis itu memeluk Ara dan mencium pipinya. Cowok tinggi itu hanya bengong sebuah kecupan mendarat di wajahnya beberapa detik. Sebuah bisikan mengejutkannya.

"Maafin gue ya, Ra. Jujur, gue juga sayang elo. Tapi..." Chika melepaskan pelukannya dan buru - buru masuk mobil. Membiarkan Ara menebak - nebak kalimatnya barusan.

Mesin mobil yang dikemudikan Chika meraung lalu perlahan meninggalkan area sekolah. Chika tak menoleh lagi. Seolah enggan memandangi wajah kedua temannya.

"Chika ngomong apa, Ra?" tanya Christy.

"Dia minta maaf. Ada tapinya. Ga diterusin."

"Hah? Serius?" Christy menautkan kedua alisnya.

"Gue takut dia kenapa - napa. Gue sayang sama dia," gumam Ara.

°°°

Chika memarkirkan mobilnya di depan sebuah minimarket. Ia tak segera turun, matanya memerhatikan jumlah pengunjung dan antrian di dalam. Jika dirasa banyak menurutnya, Chika memundurkan kembali mobilnya. Tak mengapa selembar uang dua ribu berpindah tangan ke tukang parkir liar yang secara ajaib muncul saat hendak pergi.

Dag dig dug degup jantungnya tentu saja terdengar di kesunyian dalam mobilnya. Sendirian. Tangannya gemetaran. Terkadang ia menoleh ke berbagai arah sebelum turun. Kali ini, mau masuk minimarket serasa lebih menakutkan daripada masuk ruang guru BK. Perasaannya tentu saja campur aduk.

Terhitung lima minimarket dari dua brand terlewatkan begitu saja karena pengunjungnya penuh - menurut persepsi Chika. Sampai di satu minimarket di tengah kompleks perumahan menurut GMaps. Terlihat sepi dan lengang. Dua buah motor terparkir di depannya. Mungkin saja milik karyawannya, bukan pengunjung. Minimarket itu jauh dari arah rumahnya, malah berlawanan arah dari arah pulangnya.

Chika memakai hoodie, menutup kepala, dan memakai masker medisnya. Serta kacamata bacanya agar tak dikenali siapapun. Langkahnya penuh curiga pada situasi sekelilingnya. Bayangan pikirannya menghantui seolah semua orang mengenalnya. Ia menuju rak obat - obatan tempat dimana benda itu berada. Sebelum mengambilnya, ia menoleh ke kiri dan ke kanan memastikan tak ada orang. Was was dan khawatir menyelimuti dipergoki seseorang yang mengenalnya meski ia sudah berusaha menyamarkan wajahnya. Chika mengambil beberapa testpack dan minuman ringan. Lalu segera membayarnya di kasir. Alih - alih menggunakan kartu hitamnya, Chika memilih bayar tunai. Usai membayar, Chika segera melangkah keluar. Tujuannya satu, pulang.

Bidadari Badung 4 [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang