Sepuluh

310 46 11
                                    

.
.
.
.

"Kau adalah bajingan yang sangat beruntung..."

.
.
.
.
.
Yuta duduk di lantai kamar Lucas yang beberapa hari ini terlihat sangat bersih, berbanding terbalik dengan biasanya.

Mata pemuda keturunan Jepang itu mengedar, memperhatikan bagaimana tempat ini sebenarnya sangat luas jika ditata rapih. apa kamarnya juga sebenarnya seluas ini?, atau memang kamar Lucas lebih luas dari kamar lain?.Kepala Yuta menggeleng pelan, mana mungkin seperti itu.

"Memikirkan apa kau?" Lucas yang baru keluar dari kamar mandi dengan rambut basah yang ditutupi handuk, berdiri menatap bingung kearahnya. Tangan kanannya yang masih berbalut perban yang benar-benar dijaga agar tak kena air, tak mau kena omelan dari kekasih galak kesayangannya.

Yuta masih tak menjawab, hal itu membuat yang menanyai kesal.

"Kenapa kau malah menatapku seperti itu, Nakamoto?" tanya Lucas lagi.

"Awalnya aku berpikir, apa kamarmu lebih besar dari kamar lain di gedung ini?, atau kamarku saja yang lebih kecil?, kemudian setelah melihatmu kini aku paham.
Ini bukan tentang kamarnya, tapi karena Na Jaemin."

Mendengar nama Jaemin disebut, Lucas tak bisa acuh.
Ia berjalan mendekat, lalu mendudukkan diri di hadapan Yuta yang kini bersila di atas lantai ditemani dua kotak Jajangmyeon juga beberapa kaleng minuman soda.

"Kenapa jadi Nana?."

"Bayangkan jika bukan karena Jaemin, kamar ini pasti tak jauh berbeda dengan kamarku.
Haih, kau beruntung sekali mendapatkan dia, kenapa bukan aku?, apa yang kau miliki dan aku tidak?, oke kau tampan, tapi aku tak kalah tampan, aku lebih cerdas dari kau, masalah kekayaan.., aku kira Jaemin bukan tipikal yang materialistis, tapi jikapun diadu aku tak kalah kaya darimu, iya kan, Yukhei?"
Yuta mengerutkan alisnya, berpikir keras.
Tak menyadari Lucas kini bahkan sudah merencanakan pembunuhan terhadap salah satu sahabat kesayangannya ini tanpa meninggalkan jejak.

"Jadi bisa kau katakan padaku, bagaimana kau mendapatkan Na Jaemin sebagai kekasihmu?", lanjut Yuta lagi.

"Kau dan aku tak bisa dibandingkan, Nakamoto. Segala yang kau sebutkan tadi tak salah, tapi lebih daripada itu.
Jika yang dicari Jaemin orang tampan dan cerdas, tentu ia akan memilih Mark atau Jeno.
Jaemin sudah kenyang melihat orang kelewat tampan, kau hanya belum lihat bagaimana wajah kedua kakaknya.
Gen keluarga mereka menjadikan 'tampan' sebagai hal yang tidak istimewa. Kakak pertamanya dosen, kakak keduanya dokter, jika Jaemin memakai standar umum dalam mencari pasangan, maka seharusnya yang ia pacari sekarang paling tidak anak pejabat tinggi."

"Lalu kenapa dia mau denganmu? demi Tuhan, kau bahkan playboy."

"Aku tak tahu, mungkin karena Jaemin bisa melinat pesonaku yang tak nampak di mata kalian," Lucas tersenyum sombong saat mengatakannya, membuat Yuta memasang wajah datar.
Jawaban Lucas tak memuaskan rasa penasaran pemuda Jepang ini.
Jika segala hal yang dikatakan Lucas tadi benar, bukankah lebih tak masuk akal jika Jaemin bersama playboy idiot ini?, begitu batin Yuta.

"Aku masih tak habis pikir," erangnya frustasi.

Lucas tak peduli, pemuda tinggi itu kini meraih satu kotak Jajangmyeon di depan Yuta, namun karena tangannya yang masih diperban membuatnya kesulitan, ia tak terbiasa menggunakan tangan kiri.

Yuta yang melihat itu hanya menghela nafas, lalu mencoba meraih kembali kotak makanan yang diambil kawannya, tapi dengan cepat Lucas menahan benda itu.

"Aku hanya ingin membantumu." ucap Yuta.

"Tidak, tidak, aku ingin belajar menggunakan tangan kiriku.
Aku tak tahu kapan luka bakar ini sembuh, dan tak mungkin aku terus bergantung pada bantuan orang lain." Lucas ini keras kepala, sudah ku katakan sejak awal bukan?.

"Kau itu tersiram air panas, bukannya terkena serpihan bom saat perang. Lukamu akan mengering satu atau dua hari lagi, tak apa menerima bantuan orang lain."

"Tapi, Nakamoto.., jika untuk makan saja aku butuh bantuan, bukannya tak ada bedanya aku dengan korban perang?."

"Halah bullshit, kau mengatakan itu karena aku yang ada di sini.
Coba jika Jaemin yang menawarkan bantuan, kau pasti akan bersikap seperti tengah sekarat dan membiarkannya merawatmu seperti bayi." celaan Yuta hanya ditanggapi tawa oleh lawan bicaranya.
"See...,aku sudah terlalu hafal dengan tabiatmu. Kemarikan makananmu itu, biar kubantu kau makan!." Itu perintah, bukan tawaran.
Lucas tahu dari raut wajah Yuta yang seperti hendak memukul kepalanya jika ia menolak.

Dengan sangat terpaksa, Lucas hanya menurut saat sahabatnya ini menyuapinya mi bumbu hitam, tidak dengan lembut seperti saat Jaemin menyuapinya. Jaemin memperlakukannya seperti seorang ibu yang penuh kasih, sementara Yuta juga sama menyuapinya seperti ibu, tapi ibu  versi Yuta adalah ibu  tiri yang tengah dalam misi mengeruk harta warisan suaminya.

Dengan suapan yang hampir sebesar kepalan tangan, mi di hadapannya habis hanya dalam beberapa suap.

Puas dengan hasil kerjanya tadi, Yuta kemudian beralih membuang dua kotak kosong bekas makan mereka ke tempat sampah dapur.

"Cih.., lihat, bahkan dapurnya juga bersih sekarang. Hauh bajingan tengik itu benar-benar beruntung." Keluh Yuta, sungguh ia berharap jika takdir bisa dirubah, ia ingin punya kekasih yang seperti milik Yukhei, tapi jika itu terlalu sulit untuk menemukan yang sama, maka memiliki Na Jaemin sekalian juga tak apa-apa.

Dengan cepat Yuta menggelengkan kepalanya, pikiran apa itu tadi?, lagipula bagaimana bisa Yuta memisahkan kedua pasangan budak cinta seperti Lucas dan Jaemin.

"Kau lama sekali, Yuta!!." Teriakan Lucas terdengar nyaring di telinga kawannya.

"Sebentar, aku sedang mengagumi kerja keras kekasihmu." Balasnya berteriak.

Lucas yang mendengar itu segera berdiri dan hendak membunuh Yuta yang masih ada di dapurnya.

"Anak ini benar-benar ingin mati," gumamnya.
"Tapi Nana-ku memang begitu mempesona, aku juga tak bisa menyalahkan Yuta." Lanjutnya kemudian duduk lagi.

"Oh.., Nana, bagaimana ini?, Aku semakin mencintaimu..." Lucas setengah berteriak sambil meratapi diri sendiri.
.
.
.

"Kau kenapa, Luke?".

Lucas menoleh karena suara yang begitu di rindukannya, padahal mereka baru berpisah tadi sepulang sekolah saja.
Jaemin bilang ia harus berbelanja ke supermarket karena kulkasnya kosong, jadi ia membiarkan Lucas pulang sendirian ke kos.

"Nana~~" teriakan Lucas seperti telah ditinggal bertahun-tahun.

Jaemin yang bingung,mendekat.
Meletakkan belanjaannya di sofa panjang di ruang tamu.
Sementara posisi Lucas kini ada di ruang tengah sedang duduk di lantai dengan beberapa kaleng soda yang sudah habis.

"Apa Lucas mabuk karena minum cola?" Pikir Jaemin bingung.
Ayolah Jem, aku tahu kau bisa lebih masuk akal dari ini.

"Kau ini kenapa..?,apa tanganmu sakit lagi?"

Lucas hanya menggeleng saat Jaemin mendekat ke arahnya.
Dengan jarak yang sudah dekat, Lucas meraih kaki jenjang sang kekasih untuk dipeluknya posesif.

Usapan lembut dirasakan Lucas pada anak rambutnya yang hitam lebat. Menyamankan kepalanya yang kini menempel erat di kaki Jaemin, ia merajuk seperti anak kecil yang baru ditinggal ibunya ke toko tanpa pamit.

"Bisa kau katakan, kau kenapa?", ulang Jaemin untuk kesekian kalinya.

"Tidak apa, aku hanya merindukanmu."

Jaemin tertawa,

"Aku hanya pergi ke supermarket satu setengah jam, Luke."

.
.
Di ujung meja makan, tepatnya di dekat wastafel. Yuta hanya berdiri memandang kedua sejoli itu dengan tatapan datar yang benar-benar datar.

"Baiklah, mungkin sekarang aku ini memang tembus pandang." ucapnya kemudian.

.
.
.
.
Bersambung,

Luke and His NanaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang