MARIO
"Uncle," panggil Alfa sambil membuka pintu ruang kerjaku.
Aku menghentikan aktivitasku dan menoleh pada salah satu dari tiga setan cilik yang kebetulan menjadi keponakanku.
"Ada apa?" tanyaku mencari tahu apa yang diinginkan oleh balita ini.
"Kakak yang kemarin datang," jawabnya dengan binar di matanya.
Kakak yang kemarin?
Velynn maksudnya?
"Kak Velynn?" tanyaku memastikan.
Ia mengangguk antusias dengan senyum lebar di wajahnya.
Alfa memang sangat menyukai Velynn untuk alasan yang tidak bisa dijabarkan. Mungkin karena karakter mereka yang sejenis.
Berbeda Alfa, berbeda pula Bryan dan Chris. Keduanya tidak begitu menyukai Velynn. Untuk Bryan, Velynn terlalu berisik dan untuk Chris, Velynn dianggap kurang cerdas untuk menyaingi kejeniusannya.
"Dia cariin Uncle. Sekarang lagi di ruang tamu bareng Granny dan Gramps."
Apa maunya gadis hiperaktif itu di malam hari begini?
Aku mengelus puncak kepala keponakanku sambil bangkit berdiri.
"Ayo," ajakku. Alfa melangkah girang dan berjalan mengikuti langkahku menuju lantai satu, menemui gadis hiperaktif dengan segudang kelakuan konyolnya itu.
"Hihihi. Iya Tante, Om. Alfa lucu banget. Bryan sama Chris juga imut banget. Aku pengen deh punya keponakan kaya mereka. Lucu banget soalnya. Imut." Suara lembut seperti meongan kucing itu mengalun memenuhi gendang telingaku ketika aku berada persis di ruang tamu.
Ia ada di sana. Bersenda gurau bersama kedua orang tuaku, lengkap dengan cekikikan yang tak pernah alpa dari dirinya. Mama dan Papa tertawa sambil berangkulan di sofa panjang di hadapan Velynn. Tampaknya keduanya sangat menyukai kehadiran gadis aneh itu.
"Ehem," aku berdehem sekali, menyadarkan ketiga kepala di hadapanku atas kehadiranku dan Alfa di ruangan ini.
Mama menoleh dengan senyum cerahnya.
"Eh, Little Mario, sini. Ada Velynn, pacar kamu tuh," ujarnya ringan.
"Uhuk," aku terbatuk.
Pacar?! Yang benar saja!
"Ma, Velynn BUKAN pacar Mario. Dan berhenti memanggilku Little Mario," jawabku tegas.
Ya, aku sangat membenci panggilan Little Mario yang selalu keduanya tujukan padaku sedari kecil. Hey, aku sudah tiga puluh dan tidak pantas sedikitpun menyandang panggilan yang 'manis' itu.
"Bukan pacar tapi calon pacar, Tante, Om," sahut Velynn enteng yang berhasil membuat kedua mataku mencuat keluar.
"Hey, 'adik kecil', jangan sembarangan bicara, ya!" balasku sambil menekankan kata 'adik kecil'. Biar gadis aneh ini sadar akan usianya, tidak pantas untuknya menggoda seseorang yang lebih pantas menjadi Om-nya sepertiku.
"Ih, Kakak Pangeran mah gitu. Malu-malu tapi mau. Nggak usah malu kali Kak. Masa menutupi kenyataan dari kedua calon mertua sih, Kak."
Aku yakin, wajahku pasti sudah semerah kepiting rebus sekarang. Bukan karena malu, tapi karena menahan amarah. Ya, amarah! Seenaknya saja gadis itu berbicara seenteng itu di hadapan kedua orangtua dan keponakanku yang masih di bawah umur begini?!
"Hahaha." Tawa riang menggelegar memenuhi seluruh penjuru ruangan. Mama dan Papa tertawa dengan dahsyatnya sambil tetap berangkulan mesra. Alamat sesuatu yang buruk akan terjadi, sepertinya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Your Prince
Romance*second sequel of 27 to 20* Patah hati ditinggal menikah oleh gadis masa kecilnya yang sangat ia cintai, Mario Stevan Geovanni menjadi sosok yang lebih dingin dari sosoknya yang sudah dingin sebelumnya. Pria Adonis yang serba perfeksionis itu melimp...