6 -- Strategi Perang

48.3K 2.8K 84
                                    

VELYNN

"Apaan tuh, Ma?" tanyaku sambil menghampiri Mama yang tengah sibuk memegangi sesuatu di ruang keluarga.

"Sepatu bayi." Mama memperlihatkan sepasang sepatu bayi laki-laki yang unyu berwarna cokelat khaki.

Oh, sepatu bayi...

Eh, sepatu bayi?

"Jangan bilang..." aku menggantung ucapanku sambil memperlihatkan ekspresi shock dramatisku yang unyu mengalahkan Drew Barrymore.

Mama mengernyitkan kening bingung.

"Jangan bilang kalau aku mau punya adek lagi, Ma," lanjutku cepat setengah berteriak.

Pletak...

Sebelah sepatu bayi itu sukses mendarat dengan mulus tanpa turbulensi di keningku yang mulus.

"Sembarangan! Ini tuh buat Kak Hakkinen, tau," ujar Mama sambil melotot garang yang melebihi sangarnya wajah Bang Napi.

"Hehe... kirain kan, Ma. Kan cuma sekedar jaga-jaga," ujarku lengkap dengan cengiran unyuku.

"Oh ya. Kak Kinanti udah hamil ya, Ma." Aku kembali teringat pada kalimat Mama tadi dan pertemuanku dengan pasangan suami-istri itu di café dekat kantornya Kak Mario kemarin.

Mama mengangguk.

"Iya. Beruntung banget yah mereka. Mama aja dulu mesti nunggu tiga tahun dulu sampai kamu lahir," balas Mama.

"Siniin sebelah sepatu bayinya," pinta Mama sembari mengulurkan tangannya dengan sikap menagih.

Malas-malasan, aku meraih sebelah sepatu bayi yang teronggok di lantai dan menyerahkannya pada Mama. Mama pun menerimanya sambil menepuk debu yang sebenarnya tak ada di sepatu mungil itu.

Eh, sebentar. Kak Kinanti itu kan dulu mantannya Kak Mario. Dan Kakak Pangeranku yang unyu itu juga kayanya belum bisa move on. Dan... sekarang, Kak Kinanti kan udah tekdung, mau nggak mau, Kak Mario udah kudu ngelupain Kak Kinanti dong yah? Alamat lampu hijau bersinar terang di mataku nih.

"Ehem," aku berdehem pelan, berusaha menarik perhatian Mama.

Mama tak menanggapi. Masih asyik dengan sepasang sepatu bayinya itu.

"Ma," panggilku.

"Hn," Mama hanya menanggapi dengan gumaman tanpa sedikitpun menoleh ke wajah imutku. Huh...

"Ma, kalau Mama punya menantu yang usianya beda sepuluh tahunan sama Mama gimana?"

Mama tersentak, terpaku dalam gerakannya dan mengalihkan pandangan menatapku dengan sorot horror dalam pandangannya.

"Apa maksud kamu, Velynn?" Aku bisa merasakan cakra --tanpa Khan-- yang menguar pekat dari tubuh Mama. Aura waspada membentengi Mama dengan sangat protektif, dan seolah aku dapat melihat auranya dengan warna-warna tertentu, seperti di film anime favoritku, Naruto.

"Kamu mau menikah sama Om-Om lima puluh tahunan?!" serunya sambil menutup mulutnya yang menganga secara dramatis.

"Mama nggak nyangka ada Om-Om pedofil yang mau sama kamu. Tuh Om-Om pasti matanya udah rabun dan dipenuhi katarak deh. Mama yakin," sambungnya sambil menggeleng dramatis.

Oh my drama queen Mom.

"Nggak, Mama!" jeritku menghentikan hipotesa asalnya.

Huh! Enak aja! Masa aku difitnah doyan sama Om-Om sih?!

"Terus?" Mama memasang watados andalannya yang berusaha diimut-imutkan. Ckckck. Sia-sia tau, Ma. Mama nggak bakal bisa mengalahkan keimutanku. Hohoho.

Your PrinceTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang