❝ Terkadang ada beberapa hal yang sebenarnya tak begitu indah, namun dapat membuat hati gembira. Tergantung dengan siapa kita mengukir sebuah cerita. ❞
-SAUJANA-
AKU menghela napas malas setelah melihat pesan yang kukirim sedari lima menit yang lalu belum juga dibaca oleh Adira. "Huh, Adira lama banget!" keluhku sembari menghentakkan kaki.
Ini semua karena mas Zidan. Sudah tahu kemarin Ayah dan Bunda memutuskan untuk pergi ke luar kota, hari ini bukannya mengantarku ke sekolah, ia malah menjemput pacarnya. Bucin banget sama kak Airin, putus baru tahu rasa!
"Woi!" teriak Adira sembari membunyikan klakson motor miliknya terus-menerus. Dasar gila, hobi sekali membuat keributan di pagi hari seperti ini.
Aku bergegas menutup pagar rumahku, lalu berkata, "Pak, Bi, Ghina berangkat!"
Mataku membelalak otomatis dan tertawa sejenak ketika melihat wajah bare face milik Adira.
"Ape lu?!" pekik Adira.
Perlahan tawaku berganti dengan decakan tak suka. "Lu lama banget, lumutan gua nungguinnya," dumelku sembari menaiki motornya.
Ia sempat membelalakan mata, sebelum akhirnya menjawab, "Bawel lu, udah enak gua jemput."
"Nggak mau pakai helm, pusing ntar," tolakku terlebih dahulu. Helm Adira itu beraroma stroberi, tentu saja aku tak mau.
"Yaudah, kalau mati karena kecelakaan 'kan urusan sendiri." ucap Adira yang membuatku mengumpat, lalu dengan cepat mengambil helm dari tangannya.
-SAUJANA-
Sesampai di sekolah,
"Dir, gua duluan, ya!" kataku sembari pergi meninggalkan Adira tanpa mendengar kalimat persetujuan darinya. Tidak tahu diri, tetapi apa peduli? Toh, Adira juga sering, bahkan setiap hari berperilaku tidak tahu diri.
Tidak tidak, aku hanya bercanda. Alasanku ingin cepat-cepat menuju ke kelas adalah karena hari ini tepat tanggal sepuluh? Entahlah. Aku juga bingung, mengapa di setiap tanggal sepuluh, aku menjadi lebih bersemangat sekolah seperti ini.
Setelah sampai di kelas, aku menghembuskan napas lega, lalu melihat ke arah sekelilingku.
Ada Luna,
Ada Melody,
Dan ada teman-teman lainnya.
Namun, tidak ada Galang. Dimana Galang? Bukankah ini tanggal sepuluh? Dan aku juga mengapa tiba-tiba memikirkan Galang seperti ini?
"Lu ngapain sih dari tadi bengong mulu, kaga duduk-duduk," celetuk Luna.
"Ah? Iya, pusing gua," jawabku, lalu berjalan dengan lemas ke arah tempat duduk milikku.
"Kenapa? Tumben?" tanya Melody saat aku sudah duduk di bangku belakangnya.
"Mau lomba," bohongku.
Luna membelalakan mata, "Lomba ape lagi? Kemarin 'kan baru aja ikut olimpiade sains." ucapnya. Haduh, gadis Sunda ini kok malah berlogat Betawi, sih?
"Nggak tau, lupa." jawabku tak acuh.
"Saking banyaknya lomba yang bakal diikuti nih, jadi kayak gini," kata Melody yang diberi jempol oleh Luna. Membuat mereka tertawa bersama layaknya orang gila.
"Mereka kemana, sih!" desis Luna, membuatku menoleh dan menatapnya heran.
"Kenapa?"
KAMU SEDANG MEMBACA
[1] SAUJANA ✔️
Jugendliteratur[Sedang direvisi] Saujana. Ya. Sejauh manapun kau membawa siuh, netraku tetap tertuju padamu. © nyrtan, 2019.