KALI PERTAMA

40 5 17
                                    

❝ Kau tahu? Satu hal yang tak pernah kusesali dalam hidup adalah mengenalmu.
Walaupun datang rasa sakit di akhir kisah kita, tetapi tetap seperti katamu. Kenanglah yang indah-indah saja. ❞

-SAUJANA-

TUBUHKU bergetar hebat. Jemari kanan nan kiri berpegangan erat seolah saling menguatkan. Tak lama setelah ini adalah pengumuman tentang siapa yang akan menjadi sang pemenang. Aku sangat gugup.

Jika biasanya selepas lomba mereka semua dapat kembali berbincang dengan gurunya, kali ini tidak. Aku dan mereka yang mengikuti lomba kali ini sama sekali tidak dibiarkan mengambil langkah barang satu langkahpun. Tidak boleh berpindah, harus tetap pada tempat awalnya.

Huft. Entah ini peraturan dari mana dan datang pada otak manusia yang seperti apa, akupun tak tahu. Kesal.

Aku mengambil botol air minum dalam tas kecilku, lantas menegak setengah dari isinya. Daripada di sisa waktu seperti ini yang kulakukan hanya mengomel dalam hati saja, lebih baik digunakan untuk mengisi ulang tenaga yang tadinya telah habis terbuang.

Selagi menunggu akhir pengumuman, kulihat mereka tengah asik berbincang-bincang. Mungkin membicarakan perihal materi yang akan diperlombakan minggu depan, atau hanya sekedar obrolan ringan lainnya. Aku tidak tahu pasti, dan tak ingin tahu tentunya.

Daripada waktuku terbuang sia-sia karena memikirkan yang tidak penting, segera kubuka buku tulis yang berisikan catatan sains, lalu kubaca dengan seksama. Ini penting, untuk perlombaan di besok hari.

"Juara pertama dalam lomba pidato Bahasa Inggris kali ini dimenangkan oleh..."

"Ghina Alya, dari SMA Bina Bangsa. Beri applause untuknya!" ucap MC.

Deg.

Mataku membelalak, masih tak menyangka. Buku-buku yang tadi singgah di telapakku kini telah tertata rapi di dalam tasku kembali.

Senyumku merekah ketika namaku disebut kembali, diminta untuk segera mengisi panggung cukup besar yang pagi ini terlihat masih sepi. Segera kupanjatkan puji syukur kepada Tuhan, atas nikmat dan karunia-Nya ini.

"Selamat ya, Ghin!" kata pesaingku tadi.

Aku tersenyum, "Terimakasih!" ucapku, lalu bergegas menuju panggung.

Walau sudah cukup sering memenangi berbagai lomba, namun tak jarang rasa nervous ini berhasil menghampiri diriku. Berkali-kali kuatur laju napas, guna menormalkan detak jantungku.

Saat berada di atas panggung, manik mataku dapat menemukan senyum yang tak kalah merekah dariku, itu milik guruku. Wanita yang sudah cukup berumur itu tersenyum sembari mengacungkan dua jempolnya, lalu berkata tanpa suara, "You are the best!"

Lagi-lagi aku hanya mampu tersenyum.

Seusai menerima piala dan piagam penghargaan, tak lupa pula mengabadikan momen ini, aku dan guruku bergegas kembali ke sekolah.

-SAUJANA-

"Ghina, piagamnya mau ditaruh di sekolah atau kamu bawa pulang?" tanya guruku sewaktu kami tiba di depan gedung sekolah.

"Taruh di sekolah aja deh, Bu,"

"Ya sudah, kasihan kamu juga kalau ditaruh di rumah, nanti numpuk ya, Ghin." canda guruku.

Aku tertawa, "Bukan begitu maksud saya, Bu,"

Guruku mengangguk, "Iya, Ibu tahu, sudah sana pergi ke kelasmu!" titahnya.

Akupun pamit dan berjalan menuju kelas.

"Woi Ghina datang, nih!"

[1] SAUJANA ✔️Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang