❝ Selalu menimbulkan luka yang hanya dapat diobati oleh dirinya. Setidaknya kalimat tersebut berlaku ketika kau masih hidup. Tetapi, sekarang... Siapa yang dapat mengobati luka hatiku? ❞
-SAUJANA-
"Lu nape sih kok kayak kagak niat praktek gitu?" tanya Adira saat aku berusaha mengotak-atik suhu lemari pendingin mini di laboratorium kimia.
"Maksud lu nggak niat gimana? Yang ada juga elu yang nggak niat, dari tadi nggak gerak!" sinisku.
"Eh, ya elu tuh ribet. Udah tau kalau larutan bekunya di bawah suhu 0°c, masih aja di otak-atik di suhu tinggi. Kayak orang bego aja," komentarnya.
"Biasa aja dong, nggak usah bilang bego-bego segala!" seruku sembari menghempaskan gelas yang sedari tadi kupegang ke lantai. Hal itupun berhasil membuat hampir semua siswa terkejut.
"Eh, kenapa ini?" tanya Intan tiba-tiba, memang hanya gadis itu yang berani mengambil tindakan ketika dirasa ada sesuatu yang salah.
"Gua emang bego, dan gua nyadar itu. Lu kalau nggak mau gagal praktek ya nggak usah praktek. Tinggal ngertiin teori aja udah, nggak usah praktek." sinisku pada Adira, menghiraukan pertanyaan dari Intan.
"Udah Ghin, udah." kata Melody. "Lun, gua bawa Adira dulu, lu temenin Ghina, ya," titah Melody pada Luna.
Luna mengangguk, lalu menghela napas saat melihatku, "Lu ada apa, Ghin?"
"Ada apa apanya?!" tanyaku sinis.
"Ssttt! Atur napas dulu," titahnya.
Aku mengatur napasku, "Udah."
"Ada masalah, ya?" tanya Luna yang membuatku terdiam. Aku memang seperti ini, akan semakin berapi-api jika dimarahi, dan akan luluh ketika diperlakukan dengan lembut.
"Tentang Galang, ya?" tanyanya lagi.
Setelah pertanyaan retorik itu muncul dari mulut Luna, tubuhku sontak melemas. Namun, aku berusaha untuk tetap kuat, berusaha untuk tidak menangis, walau nyatanya air mata yang ada di pelupuk mata ini sudah siap turun kapan saja.
Aku tidak tahu mengapa dapat menjadi sensitif hanya karena Galang. Ralat, aku memang sensitif orangnya. Ya tetapi tidak seperti ini.
"Cerita aja, Ghin, gua dengerin kok." tawarnya yang kujawab dengan gelengan.
Luna menghela napas lagi, "Kalau belum bisa cerita, nggak apa-apa. Yang penting sekarang lu udah mendingan, 'kan?" katanya lalu menuntun tubuhku ke dalam dekapannya.
"Iya, udah. Makasih, Lun." kataku lalu tersenyum.
Hari ini, Galang absen di sekolah. Padahal, bulan kemarin kita sudah membuat janji, bukan? Setelah sebulan penuh aku sibuk memikirkannya, memikirkan tentang kita. Bagaimana serunya ketika chatting bersama pemuda misterius seperti dirinya. Aku tak pernah seantusias ini sebelumnya.
"Galang pembohong," ucapku dalam hati.
-SAUJANA-
"Ghina,"
Aku menoleh ketika namaku disebut, dapat kulihat Arkan yang terus berjalan mendekat ke arahku. Alih-alih menjawab, aku hanya dapat mengulas senyuman.
"Boleh duduk?" tanya Arkan, aku mengangguk sebagai jawaban. Ya memang aku siapa dapat melarang ia untuk tidak duduk di kursi taman? Ya, walaupun sebenarnya aku masih ingin sendiri.
Sentuhan pada dahiku itu cukup membuatku terkejut. Aku sempat menjauhkan wajahku dari tangan Arkan. "Kenapa?" tanyaku.
"Tuh 'kan, aku udah tau kalau kamu pasti sakit. Tubuhmu panas, jadi lebih baik kamu minum ini dulu," ucapnya sembari memberikan ultra milk rasa stroberi.
![](https://img.wattpad.com/cover/200101650-288-k30812.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
[1] SAUJANA ✔️
Genç Kurgu[Sedang direvisi] Saujana. Ya. Sejauh manapun kau membawa siuh, netraku tetap tertuju padamu. © nyrtan, 2019.