30 (Some Talks)

67 15 0
                                    

Brian berjalan keluar dari lift dengan langkah gontai. Pikirannya terasa kabur dan tak tentu arah. Ia tidak menyangka akan bertemu Fira di dalam apartemen Jae. Bahkan setelah ia pikir lagi terkait kemungkinan mengapa sang mantan bisa berada di apartemen sahabatnya tersebut, pria itu tetap saja tak bisa menemukan jawabannya. Karena yang ia tau, Fira dan Jae tidak pernah sedekat itu sampai saling berkunjung ke apartemen satu sama lain -- atau mungkin saja Brian yang tak tau apa-apa..

Pria itu memilih untuk segera pergi dari hadapan Fira karena tidak yakin bahwa emosinya dapat terkontrol jika dirinya harus berada di tempat itu lebih lama lagi. Karena tadi begitu ia melihat sosok Fira keluar dari dalam kamar Jae, yang terasa dalam benak Brian hanyalah lonjakan amarah yang cukup menggelora. Pria itu mendadak merasa terhianati. Rasanya seperti harga dirinya hancur ketika memikirkan kemungkinan bahwa selama ini ia telah dibodohi oleh Jae dan Fira yang diam-diam sudah menjalin hubungan di belakangnya.

Brian memutuskan untuk pergi sebelum emosi tersebut akan bermanifestasi menjadi tindakan atau perkataan yang kelak hanya akan ia sesali. Pria itu sadar bahwa ia belum bisa berpikir jernih untuk saat ini. Ia juga tidak yakin bisa memisahkan antara yang baik dan buruk jika harus dipaksa mendengarkan semua penjelasan Fira. Maka dari itu, ia memilih segera pergi untuk menenangkan diri.

Brian berjalan keluar gedung dengan suasana hati yang kalut. Kakinya berjalan lunglai menyusuri jalan. Pandangannya kabur hingga membuat pria itu tanpa sengaja menabrak bahu beberapa orang yang berjalan berlawanan arah dengannya.

Sampai pada akhirnya ketika langkahnya mencapai jalan utama apartemen, entah mengapa mendadak ia tak kuat lagi menahan beban tubuhnya sendiri. Kaki pria itu sudah lemas hingga membuat Brian harus terjongkok. Beginikah rasanya dihianati oleh orang yang kita cinta dan percayai? Rasanya setengah dari kesadaran jiwanya melayang bersama dengan rasa cinta yang kini mendadak berubah menjadi sakit dan benci.

Brian mengacak-acak rambutnya frustasi. Hatinya terlalu penuh dan kepalanya terlalu kacau. Ia bingung harus bagaimana. Ia tidak bisa menangis tetapi hatinya juga terlalu sakit hingga yang tersisa hanyalah emosi.

Tiba-tiba pada saat yang bersamaan, seseorang berhenti di samping Brian dan menyodorkan sekaleng bir dingin tepat di hadapannya hingga membuat pria itu seketika mendongak untuk melihat wajah dari orang tersebut. Kemudian ketika mata mereka bertemu, ia melihat sosok Sasa yang sudah berdiri di sampingnya dengan senyuman manis bak malaikat.

"Want to drink?". Tanya wanita itu setelahnya, sambil terus menyodorkan kaleng bir dingin ke hadapan Brian.

***

Sasa baru saja kembali dari minimarket samping apartemen ketika pandangannya tanpa sengaja menangkan sosok pria berkaos hitam tengah berjalan gontai dan membuat tubuh pria itu bertubrukan dengan beberapa pejalan kaki di lingkungan apartemen. Pria berkaos hitam yang ia ketahui pasti adalah Brian. Tidak salah lagi.

Alisnya kontan menyatu heran ketika melihat keadaan Brian yang nampak kacau. Entah apa yang baru saja terjadi tapi jika dilihat dari raut wajahnya yang sendu, Sasa sudah bisa menebak jika Brian tengah mengalami pergolakan dalam dirinya.

Namun Sasa juga tidak berani mendekat, ia hanya berani mengamati gerak-gerik pria itu dari tempatnya berdiri sekarang. Persetan dengan bis dan jemputan Septian, ia lebih khawatir pada keadaan Brian yang terlihat begitu menyedihkan.

Baru setelah pria itu mendadak terjongkok lemas di hadapannya, Sasa mulai memberanikan diri untuk melangkah lebih dekat. Ia ingin menawarkan bantuan barangkali Brian memerlukan.

Sambil terus berjalan mendekati Brian, wanita itu mengeluarkan kaleng bir yang baru saja ia beli.

Sampai akhirnya kini Sasa sudah benar-benar berdiri di samping Brian yang masih terjongkok lemah. Wanita itupun segera menyodorkan bir yang ia pegang ke hadapan sang bassist.

The ConcertTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang