24 (Advice dari Brian)

76 15 3
                                    

Setelah kepergian Jae, Sasa dan Septian kembali bersandar pada dinding dibelakang mereka. Kedua manusia itu kembali larut dalam pikiran mereka masing-masing. Hal itu terjadi selama beberapa saat sampai akhirnya kesunyian itu pecah oleh suara dering ponsel Septian yang tiba-tiba. Pria itu sontak merogoh saku celananya dan melihat nama dari sang penelpon yang ternyata adalah Nadin, dari bagian konsumsi.

"Ya nad? Kenapa?". Sapanya sedikit lemah.

Sasa yang melihat hal tersebut hanya bisa melihat kearah Septian dengan pandangan penasaran. Lagi pula Septian tidak bergeser satu cm pun dari duduknya sehingga Sasa bisa dengan sangat jelas mendengar percakapan antara Septian dengan orang yang ia tebak adalah Nadin, teman per-EO-an mereka.

"Lo gosend? Oh gitu..". Jawab Septian yang semakin membuat dahi Sasa mengeryit penasaran.

Pria itu kemudian mengangguk kecil. "Oke, gue keluar deh sekarang.."

"Iya..". Lalu sambungan telepon ditutup.

Sasa spontan mendekatkan tubuhnya ke arah Septian untuk menanyakan apa yang baru saja terjadi. "Kenapa?"

"Nadin nggak bisa kesini, jadi dia gosend makanannya.. sekarang abangnya udah didepan.."

"Oh.. yaudah ambil sono. Laper gue"

"Yee, nyuruh lo?". Cibir Septian pura-pura sinis namun sedetik kemudian pria itu kembali tersenyum bahkan ia juga menyapukan tangannya untuk mengacak-acak rambut Sasa karena gemas yang mana tindakannya tersebut seketika langsung membuat jantung wanita itu kontan berhenti sejenak.

Septian menarik kembali tangannya. "Lo lucu banget sih.. jadi cewek gue mau ya?"

Boom! Jantung Sasa benar-benar berhenti. Selama sepersekian detik otaknya membeku dan dadanya mulai membuncah. Mendadak perasaannya dipenuhi nuansa kehangatan yang muncul entah dari mana. Namun wanita itu segera menyadarkan dirinya sendiri untuk tidak mudah jatuh pada perkataan laki-laki karena ada istilah yang mengatakan 'All men do is lie..' dan memang kebanyakan begitu. Maka ia pun segera menggelengkan kepalanya cepat untuk menghalau berbagai pemikiran-pemikiran halusinasi yang mulai memenuhi otaknya.

"Najis..". Ucapnya dingin.

Septian tertawa pelan. Sudah Sasa duga, pasti pria itu hanya bercanda ketika mengatakan perihal tersebut. Untung saja Sasa cepat tanggap untuk tidak terlalu terbawa suasana dan perasaan.

"Kalo gitu gue ambil makan dulu ya..". Balas Septian lembut seperti biasa.

"Hmm.."

Setelah mendapat jawaban itu, Septian lantas membalikan tubuhnya untuk berjalan keluar studio dan mengambil kiriman makanan dari Nadin. Pria itu cukup kecewa dengan jawaban Sasa meskipun ia tahu bahwa temannya itu tidak bermaksud demikian. Tapi satu yang harus Sasa tahu bahwa Septian mengatakannya tidak bercanda. Pria itu benar-benar sudah menaruh perasaan pada rekan kerjanya tersebut. Hanya saja ia ragu untuk mengutarakannya karena pesimis dengan respon yang akan ia dapatkan. Contohnya saja hari ini. Sasa sepertinya tidak menganggap keberadaan Septian sebagai sesuatu yang spesial. Dan itu cukup membuat kepercayaan dirinya menurun drastis.

Selepas kepergian Septian, Sasa langsung memegangi dadanya yang kini berdetak tidak beraturan. Jantungnya berdebar hebat seolah baru saja diberikan sebuah tembakan oleh Septian. Seandainya hal itu serius dikatakan, pastilah Sasa tidak akan menolak. Siapa pula wanita bodoh yang mau mengabaikan pesona seorang Septian. Tampan, kaya, ramah, lucu dan baik. Sangat tipikal pria yang cocok untuk dijadikan pasangan.

"Kenapa lo?". Tanya Brian yang tiba-tiba sudah berdiri di samping Sasa hingga membuat jantung wanita itu semakin berdebar karena kaget.

"Anjir, kaget gue..". Gumam Sasa pada dirinya sendiri sambil terus mengelus dadanya yang belum mau berdetak dengan ritme normal.

The ConcertTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang