45

85 11 1
                                    

KONTEN DEWASA YA ADIK-ADIK.. GUE JUGA NGGA TAU KENAPA GUA NULIS GINIAN..

__________

Brian spontan tertawa kecil. Jenis tawa yang lebih terdengar seperti ejekan. Pria itu tak menyangka bahwa Jae bisa sangat keras kepala seperti ini. Padahal permasalahan dalam band mereka saat ini tidak lain dan tidak bukan adalah kesalahan dari sang gitaris. Namun ternyata sahabatnya tersebut masih belum juga mau untuk mengakuinya.

Brian menyesap birnya sedikit. Matanya menatap tajam menusuk kedua bola mata Jae. 

"Apa alasan lo? Coba gue mau denger". Ucapnya setelah setengah mati mencoba menenangkan setan dalam dirinya agar tidak menghajar Jae.

Jae kembali membakar rokoknya. Entah sudah berapa batang rokok yang ia bakar hari ini, yang jelas itu adalah rokok terakhir yang ia miliki dalam kotak rokoknya.

"Korek yan..". Pinta sang gitaris setelah tersadar bahwa korek yang semula ada di atas meja kini telah hilang entah kemana. Pasti salah satu dari tiga orang yang kini tengah berada di bawah yang sudah membawanya.

Masih dalam atmosfir mencekam, Brian mengeluarkan korek hitam dari dalam saku celana dan melemparkannya ke atas meja. 

Rokok Jae kini sudah terbakar. Sang gitaris pun juga mulai menghisap batang tembakau tersebut perlahan sambil menyusun seluruh kata-kata penjelasan yang mulai buyar dalam kepalanya.

"Gue ngga nikung lo..". Ujar Jae setelah kepalanya berhasil mengumpulkan kalimat-kalimat penjelasan yang akan menjadi penyelesaian untuk permasalahan diantara mereka berdua.

Brian masih diam. Pria itu hanya bersandar pada punggung sofa sambil menggenggam botol bir di tangan kanannya sementara seluruh indera yang bekerja pada tubuhnya fokus tertuju pada Jae.

"Gue dijodohin sama Fira..". Tambah Jae setelah menghisap rokonya dalam-dalam.

"Lo bisa nolak..". Bantah Brian cepat dengan intonasi yang dingin.

"Lo masih suka sama Fira?". Tanya Jae setelah terdiam cukup lama. Bingung bagaimana caranya ia harus menjawab perkataan Brian tersebut.

Brian kambeli tertawa kecil. Pria itu kemudian sedikit memajukan tubuhnya karena merasa pertanyaan Jae tersebut tidak masuk akal. "Lo tau sendiri gue mati-matian perjuangin Fira di hadapan orang tua gue supaya gue bisa nikah sama dia.. dan lo masih nanya apa gue masih suka sama dia?"

Jae hanya bisa menghembuskan nafasnya lelah. Kini kepalanya benar-benar pusing. Sebagai seorang sahabat, tentu saja ia sangat merasa bersalah karena telah menghianati Brian. Tetapi sebagai seorang anak, ia tidak bisa menolak permintaan orang tuanya untuk menikahi Fira dengan alasan yang kita semua sudah tau. 

"Lo mau gue gimana sekarang?". Gitaris itu benar-benar tidak tau lagi harus bagaimana. Kepalanya tidak bisa berfikir jernih.

Keduanya terdiam kembali selama beberapa saat karena sibuk dengan pikirannya masing-masing. Sejujurnya, Brian bukannya tidak tau alasan dibalik perjodohan Jae dan Fira. Dan sejujurnya pula, ia sudah merelakan wanita itu sejak pertama kali ia tau alasan perjodohan antara sang sahabat dan sang mantan kekasih. Brian hanya merasa sakit hati karena merasa tidak dihargai. Perjuangan dan perasaan tulusnya selama ini terasa disia-siakan. Apalagi setelah tau bahwa akhirnya orang yang ia perjuangkan mati-matian justru akan menikah dengan sahabatnya sendiri. Kini hidup Brian terlihat seperti komedi yang tragis. Kenyataannya, pria itu juga malu atas segala yang terjadi. Egonya terasa terinjak-injak oleh Jae dan Fira dan semua orang yang terlibat di dalamnya.

Tapi meskipun begitu, Brian tetap harus berpikiran terbuka. Semua yang sekiranya sudah menjadi suratan takdir, mau diperjuangkan sampai mati pun tidak akan pernah bisa berubah. Walaupun ia merasa sedih, kecewa dan malu sekaligus. Tapi itu bukan alasan yang tepat untuk Brian berubah menjadi orang yang jahat dan tak berperasaan.

The ConcertTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang