13 (Brian 2.0)

113 18 1
                                    

Jae melangkah kan kakinya menuju kamar Brian setelah mendapat perintah untuk mengambil asbak dari dalam kamar sang pemilik. Pria itu berjalan dengan santai karena sudah menganggap apartemen Brian sebagai rumahnya sendiri. Sebenarnya, bukan hanya Jae yang berpikir demikian. Tetapi semua anak enam hari juga sudah menganggap apartemen Brian ini sebagai rumah penampungan bagi mereka jika para anggota sedang memiliki masalah dan malas untuk pulang ke rumah masing-masing.

Apartemen yang lumayan luas. Terdiri dari 2 kamar tidur dengan interior mewah ini memanglah sangat nyaman untuk dihuni. Namun sayangnya, sang pemilik bisa dibilang sangat jarang sekali menempati karena Brian lebih memilih berada di basecamp untuk berkutat dengan dunia permusikannya. Jika ingin di hitung, pria itu hanya pulang ke apartemen sebanyak 1 kali dalam satu minggu.

Didepan mata Jae, kini pintu kamar Brian tampak terbuka seolah mempersilahkan pria itu untuk masuk dengan cuma-cuma. Kamar bernuansa minimalis dengan tempat tidur ukuran king size bersprei warna hitam yang disampingnya sengaja diletakan nakas kecil sebagai tempat jam digital dan sebuah lampu tidur. Yang Jae duga hanya sebagai pajangan karena ia sangat tahu jika Brian selalu mematikan lampu kamarnya setiap akan pergi tidur.

Sementara itu, di sudut ruangan rupanya Jae melihat sesuatu yang cukup menyita perhatiannya. Pria itu pun mulai memajukan kakinya selangkah demi selangkah hingga sekarang nampaklah sebuah foto dan pecahan bingkai kaca yang berhamburan dilantai. Sangat kentara sekali jika benda tersebut memang sengaja di banting oleh sang pemilik.

Jae lantas berjongkok untuk mengamati objek tersebut. Diambilnya foto itu dengan ragu. Mata Jae tampak mengamati dengan seksama potret bahagia sepasang kekasih yang kini kisah cintanya telah kandas. Dan tanpa alasan yang jelas, Jae langsung menyapukan rambutnya kebelakang seolah mencoba mengenyahkan sebuah pikiran yang mendadak muncul dibenaknya. Nafas pria itu juga tampak berat sementara tangannya mengepal meninju lantai seolah ingin melampiaskan sesuatu.

"Sori yan.. gue nggak maksud..". Bisik Jae menahan perasaannya yang kini campur aduk kemudian kembali meletakan foto tersebut ke tempat semula.

Pria itu berdiri dengan lemah. Matanya menatap kosong ke arah pemandangan kota lewat jendela kamar Brian yang kini terbuka lebar. Kepalanya berputar memikirkan sesuatu yang pelik sementara sesekali bibir pria itu menghisap rokoknya dalam-dalam lalu menghembuskan asapnya ke udara dengan pasrah.

"Sould i do it?". Gumamnya lemah, ragu pada dirinya sendiri.

Brian tengah fokus berkutat dengan ponsel sambil sesekali menyuapkan nasi berlauk rendang ke dalam mulutnya. Jae melihat sosok sahabatnya tersebut dengan pandangan yang susah untuk diartikan. Meskipun begitu, kakinya tetap melangkah pelan menuju meja makan tempat dimana pria itu berada.

Melihat kedatangan Jae, Brian lantas sedikit mendongak untuk menatap sang gitaris. "Lama banget lo, ngambil asbak doang..". Tanya Brian tanpa melepaskan ponsel dari tangannya. 

Jae melirik pria itu sekilas lalu memilih untuk mendudukan dirinya di hadapan Brian dalam diam. Asbak yang baru saja ia bawa kemudian diletakan di atas meja sementara tangannya kembali mengeluarkan sebatang rokok dari dalam kotak untuk di bakar.

Brian agaknya menyadari suasana mood Jae yang berubah. Pria itu lantas menaikkan salah satu alisnya penasaran. "Kenapa lo?" 

Lagi-lagi Jae hanya melirik Brian sekilas. Pria itu tampak tak acuh kemudian mulai mengepulkan asap rokoknya ke udara dengan dramatis. "Banyak pikiran gue..". Balas Jae dingin.

Brian sedikit mengerutkan dahinya. "Belaga mikir kayak punya otak aja lo..". Cibirnya tanpa dosa.

Ditempatnya, Jae hanya bisa memutar matanya kesal karena perkataan Brian yang sarkatis atau memang selalu sarkatis. Basisnya itu jika dipikir-pikir lagi ternyata memang bermulut pedas. Jae lantas meniriskan abu rokoknya di asbak.  "Hajar jangan?"

"Bercanda kali.."

"Oh ya, entar malem clubbing yok?". Ajak Brian setelah memasukan satu sendok penuh nasi kedalam mulutnya.

"Tumben ngajakin clubbing.."

Brian hanya mengindikan bahunya. Pria itu kemudian menyuapkan sendok terakhirnya lalu mengambil kotak rokok dari hadapan Jae untuk mengambil isinya satu. Kemudian batang tembakau itu ia jepit dengan bibir untuk di bakar menggunakan korek gas yang kini tengah ia nyalakan.

Bul.. Brian mengepulkan asap pekat rokok dari hidungnya. "Banyak pikiran gue..". Jawabnya membeo dari perkataan Jae beberapa saat yang lalu.

Jae menghela nafasnya kecil. Tidak lain dan tidak bukan hal yang mengganggu pikira Brian saat ini pastilah terkait dengan sang mantan kekasih. Hal itu sudah di perkuat dengan hancurnya bingkai foto mereka berdua di kamar Brian yang juga secara tidak langsung menggambarkan perasaan didalam hati sang bassist.

Entah mengapa setiap Jae memikirkan mengenai kondisi Brian yang masih sangat memprihatinkan tersebut membuat hatinya semakin lama semakin merasa bersalah. Pria itu kemudian kembali menghisap rokoknya. 

"Mantan lo ya?". Tebak Jae yang hanya dijawab dengan tatapan dingin dari Brian.

Jae lantas menyandarkan tubuhnya ke kepala kursi. Mata pria itu kini menatap ke arah Brian dengan prihatin. "Lo masih belum bisa move on dari Fira ya?"

Mendengar pertanyaan dari Jae tersebut spontan membuat Brian mengerutkan dahinya. Tiba-tiba saja dadanya merasa sesak karena rasa kesal pada kenyataan bahwa ia memang belum bisa merelakan Fira. Tapi fakta tersebut seolah tidak ada artinya karena entah mengapa perasaaan pria itu mengatakan bahwa hubungan mereka memang sudah kandas sepenuhnya sehingga tidak ada jalan lagi bagi mereka untuk kembali bersama.

"Iya?". Ulang Jae karena Brian masih setia dengan diamnya.

"Menurut lo?"

Jae meniriskan rokoknya yang sudah sisa setengah tersebut ke asbak sebelum kembali berbicara. "Santai kali, gue kan cuma nanya.."

"Jadi mau nggak nih entar malem gue ajak clubbing?". Tanya Brian dengan suara agak meninggi karena kesal.

"Kan gue udah bilang nyet, entar malem di rumah gue ada acara keluarga.. kuping lo ketutupan drumnya si Danang apa gimana?"

Brian berdecak kecil. Rokoknya kini ia matikan di asbak karena sudah habis. "Nggak setia kawan lo..". Gerutu pria itu kemudian berdiri dari duduknya sambil membawa piring kotor yang telah ia gunakan untuk makan.

Pria itu melihat ke arah Jae sejenak. "Mau wine nggak?". Tawar Brian.

Mendengar hal itu, spontan Jae menyatukan alisnya heran. "Masih pagi begini lo mau nge-wine? Mau mabok lo?". Ucap pria itu tak percaya.

Brian hanya memutar matanya tidak peduli. "Mau nggak?"

"Boleh deh.. hehe"

"Bilang aja mau.. pake bacot lo.."

Brian kemudian berlalu menuju dapur untuk meletakan piring kotornya di washtafel. Kemudian pria itu mulai membuka lemari penyimpanan minuman anggur koleksinya untuk mengambil salah satu diantaranya.

"Yan..". Panggil Jae dari meja makan.

Brian yang masih sibuk membuka botol anggur dengan pembuka tutup itu hanya bisa berdeham. "Hmm.."

Jae diam sejenak. Tampaknya ia sedang menimbang-nimbang sesuatu di dalam benaknya. Namun setelah beberapa saat menimbang akhirnya ia memutuskan untuk melanjutkan maksudnya.

"Kalo misalnya.. Lo ketemu cowok yang di jodohin sama Fira kira-kira lo mau ngapain?". Tanya Jae dengan hati-hati sambil mengamati pergerakan ekspresi wajah Brian kalau-kalau pria itu mendadak terpancing emosi. Dan sepertinya memang benar..

Brian langsung menghentikan pergelangan tangannya yang semula memutar alat pembuka botol anggur. Mata pria itu juga kini terangkat untuk menatap Jae dengan tajam. "Kalo misalnya ketemu cowok yang dijodohin sama Fira?". Ulangnya.

Ia kemudian sedikit membawa pikirannya pada imajinasi mengenai hal tersebut yang justru membuat Brian spontan tersenyum miring.

"Gue hajar sampe babak belur mungkin?"

The ConcertTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang