Aku menatap matanya luluh. Binaran mata yang membuat ku terpaku tajam tanpa berkedip. Memperhatikan setiap lekuk bibirnya yang sempurna, manik nya yang hitam, dan senyum nya membuat ku terpesona setiap kali ia membuat senyuman di wajahnya.
Wanita yang selama ini aku idamkan, selalu di sisi nya seperti anak kembar, rasa ingin memuja selalu ada, tapi sulit untuk di lakukan. Sikap nya yang dingin semakin membuat ku terpesona.Melihat senyuman nya yang indah di temani hujan yang cukup deras di luar sana. Kopi yang tadinya panas sudah menjadi dingin karena di anggurkan oleh sang pemilik
"Ga ada niatan buat di minum kopi nya?" Tanya ku sembari menggeser kopi ke arahnyaDia mengambil kopi itu lalu meminum nya. Ia menaruh cangkir kopi itu di dekat cangkir kopi ku yang sudah kosong.
"Aku udah pernah bilang kan ke kamu, kalau ada masalah bilang, jangan diem aja. Aku siap bantu kok" ujar kuDia tidak menggubris perkataan ku, dia hanya menatap ku dengan sorotan matanya yang tajam, seperti nya aku sudah biasa dengan tatapan seperti itu.
Ia kembali membaca novel nya yang sedari tadi ia pegang.
"Kok aku berasa kaya ngomong sama patung ya" ketus kuMerasa terusik dengan perkataan ku dia segara menaruh novelnya di samping cangkir kopi miliknya lalu menatapku dengan tatapan pekatnya
"Kenapa? Bosen?" Tanya nyaAku memalingkan wajahku ke arah luar jendela, menatap hujan yang makin lama semakin deras.
"Pertanyaan macam apa itu?"Wanita yang berada di hadapan ku berdiri dan berjalan menghampiri ku. Dia duduk tepat di samping ku, lalu menatapku dengan tatapan pekatnya
"Liat ke sini deh" TawarnyaAku memutar badan ku untuk berhadapan dengan nya. Aku melihat matanya lekat, tatapan yang kali ini ia pancarkan berbeda, bukan tatapan menakutkan seperti biasanya
"Ke...kenapa?" Tanya ku gugup"Aku sedikitpun ga ada masalah, jadi jangan pernah menyangka kalau aku punya masalah" ujarnya biasa
Aku memutar bola mata ku, aku sudah terbiasa dengan kebohongannya, aku tau kali ini ia sedang berbohong.
Ponsel ku berbunyi, pesan singkat dari grup chat sekolah memberi sebuah pengumuman
"Pengumuman mengenai wakil ketua osis kita ya itu Eve Antoinette Ichwan atau yang biasa di sapa eve. Tadi pagi orang tua mengabari tentang dirinya yang menghilang sejak 2 hari yang lalu. Bagi para anak anak ku yang melihat atau mengetahui keberadaan saudari eve, bisa menghubungi pihak sekolah. Terima kasih"
"Kak eve hilang?" Ujar ku yang terkejut.
Aku seketika menatap matanya dengan lekat sambil ketakutan keluar dari wajah ku
"Kejadian itu terulang lagi"
Wanita bernama Vivi yang sedang menatap ku terlihat biasa dengan berita ini, sering terjadi di sekolah kami tentang anak murid yang hilang. Vivi tetap memasang wajah datarnya sembari menatapku, ia melihat setiap kepanikan yang keluar dari diri ku. Bisa bisanya di dalam keadaan seperti ini ia terlihat biasa saja.
"Kenapa sih banyak banget temen temen kita yang hilang?" Tanya ku panik
Vivi mengerut kan keningnya
"Temen? Kamu yakin dia temen kamu?" Tanya ViviAku memejamkan mataku sebentar lalu menjawab pertanyaan yang di beri Vivi dengan lesu.
"Aku anggap mereka semua temen aku, jangan pernah membeda-bedakan" ucap kuIa menatapku malas. Entah kenapa ekspresi wajah Vivi berubah seketika saat aku bilang kalau mereka adalah teman teman ku.
Vivi pindah tempat duduk yang dari di samping menjadi di hadapan ku.
"Mereka pantes dapet itu semua, mereka terlalu jahat untuk hanya sekedar menghilang, harusnya mereka bisa dapat lebih dari itu" ucapnya yang membuatku terkejut atas perkataan nya yang sangat jahat"Kok kamu ngomongnya gitu? Ga punya hati tau ga" marah ku padanya
"Lebih ga punya hati mana sama orang yang sering membuat kamu nangis? Dan lebih kejam mana sama orang yang senang saat kamu terluka? Mereka lebih ga punya hati dari pada aku. Masih mau membela mereka?" Tegas Vivi yang membuat ku diam seketika.
Aku menampung air mata ku, dengan hitungan detik saja mungkin air mata ini akan jatuh di hadapan Vivi. Aku selalu menutupi kesedihan ku lewat senyuman yang terpancar dari raut wajahku. Aku menyembunyikan semuanya dari Vivi, kenapa dia bisa tau kalau selama ini aku sering menangis, kenapa dia bisa tau kalau orang orang yang menghilang itu sudah menyakiti ku. Aku menatapnya hambar, air mataku perlahan jatuh.
"Ke..kenapa kamu bisa tau semuanya?" Tanyaku lirih
Wanita itu mengusap air yang jatuh dari mataku, aku berusaha tersenyum di depannya
"Jangan pura pura senyum, aku tau semuanya. Bukan aku yang menyembunyikan masalah, Tapi kamu yang udah sembunyiin masalahmu sendiri" ujarnya sambil mengusap ujung kepalaku dengan lembut^~^
"Chika, jangan ragu buat cerita. Aku selalu ada buat kamu" ujarnya sambil memasang senyuman tipis lalu pergi dari hadapanku.
Apapun yang telah di lakukan olehnya selalu saja berhasil membuat ku senang. Kebahagiaan yang sering terpancar dari diriku itu tercipta tidak sengaja dari dirinya, apakah ini cinta? Mana mungkin, hati dia keras, mana mungkin ia menyukai ku. Apakah harus aku yang memulai duluan? Tapi aku masih ragu dengan itu semua.
"Makasih kak, udah selalu ada buat aku"Aku membuka pintu rumahku dengan lesu, aku melihat ada beberapa orang yang asing sedang duduk santai di ruang tamu. Siapa? Mungkin mereka teman teman adikku.
"Malam kak" sapa orang itu pada kuAku membalas nya dengan senyuman, aku menatap adik ku yang sedang meminum sebuah air berwarna keruh yang aku yakin kalau itu adalah alkohol.
Aku menghampiri adik ku dengan tergesa lalu membawa dia untuk masuk kedalam kamarnya.
"Udah berapa kali aku bilang jangan bawa lelaki ke rumah, apa lagi udah malem, pake minum minum segala lagi. Kalau papa sama Mama tau mereka bisa marah sama aku!" Marah ku padanya"Terus apa urusannya sama Lo? Mereka temen temen gue, jadi hak gue buat ngelakuin apapun. Jangan sok tegas, papa sama Mama ga akan percaya sama Lo" balasnya lebih marah lalu pergi begitu saja
"Muthe... Muthe! Jangan keluar, udah malem!" Teriak ku yang tidak akan di dengar oleh muthe
Muthe dan teman temannya pergi bersama menggunakan mobil, entah kemana mereka akan pergi. Aku sangat khawatir melihat muthe pergi begitu saja, walaupun dengan temannya tetap saja perasaan khawatir seorang Kakak itu jauh lebih tinggi. Aku mendengus sebal, kenapa setiap aku memarahi muthe selalu saja ada perlawanan darinya, ia tidak pernah sedikitpun dengar oleh perkataan ku, walaupun hanya sekali.
Aku memejamkan mataku di atas kasur. Aku memikirkan setiap perkataan Vivi tadi, perkataan dia ada benarnya. Kenapa aku masih kasihan dengan orang yang sudah menyakiti ku? Harusnya aku senang saat tahu kalau orang yang sering menghina ku hilang, mereka tidak akan menggangu ku lagi. Aku berfikir lebih keras saat ini, apa yang membuat mereka semua menghilang? Kenapa bisa mereka menghilang begitu saja tanpa jejak? Aku penasaran dengan semua itu. Aku akan mencari tahu apa yang sebenarnya terjadi, belakangan ini banyak sekali murid sekolah ku yang menghilang secara misterius, anehnya Mereka yang menghilang itu yang selalu menggangguku dulu. Apakah ada dalang di balik semua ini?
"Mungkin kak Vivi bisa bantu aku"°=°=°=°=°=°=°=°=°=°=°=°=°=°=°=°=°=°=°=°=°=°=
🖤🌹
Typo selalu ada
KAMU SEDANG MEMBACA
T R A U M A
Teen FictionTrauma yang di alami memiliki dendam. Kejadian yang mengecewakan sudah terbalaskan. Setiap luka tidak semuanya memiliki darah. Harapan kebahagiaan ada di tangannya sekarang, jangan membuatnya kecewa, sekali ia merasakan kecewa, pasti akan ada yang d...