Vany menoleh ke arah Vivi yang sudah bersamanya. Tetapi betapa terkejutnya dia saat melihat wanita yang sudah berdiri di samping Vivi sembari menatapnya lekat.
"A... Ara?"
Ara tersenyum kearah vany, ia menghampiri perlahan lalu mulai menyuruhnya duduk bersama di sofa.
Masih dengan keadaan bingung ia bertanya-tanya apa sebenarnya yang di lakukan oleh Vivi? Kenapa vany di pertemukan oleh wanita yang ia benci? Rencana apa yang mereka buat?
"Apa maksudnya, Vi?" Tanya vany dengan wajah bingung
"Ara mau balas dendam katanya" jawabnya seketika
"Dendam? Jadi Lo dendam soal yang kemarin? Hahaha, ga nyangka gue, Ra. Ternyata bener ya kata Dey, kalau Lo tuh cupu, berani kok minta bantuan" tukasnya menyepelekan
Mendengar itu Ara langsung terbangun dari duduknya, ia pindah kesebelah vany dan mulai merangkul nya elok
"Cupu kamu bilang? Bukannya kalian ya yang cupu? Di suruh Dey mau mau aja, kalian sahabat apa babu?" Ketusnya yang membuat jengkel vanyVany menangkis rangkulan itu dan berdiri tegap menghadap Ara dengan tatapan marah
"Berani Lo sekarang sama gue? Liat aja, mungkin sekarang Lo berhasil bikin gua down, tapi nanti Lo bakalan tau akibatnya kalau berurusan sama kita!" Tegasnya yang mulai meninggalkan mereka berduaKalian pikir vany di biarkan pergi begitu saja? Tentu tidak. Lengan vany di tarik oleh Vivi dan mulai menyeretnya nya menuju ke sebuah ruangan yang dibilang sangat unik itu. Vany di ikat di sebuah kursi dengan mulut yang terbungkam oleh se ikat kain putih yang menutupi mulut nya. Vany meronta ingin melepaskan ikatan ini tetapi tidak bisa, ikatan itu terlalu kuat.
"Gimana? Bagus ga ruangan nya? Aku denger tadi kamu memuji ukiran pintu ruangan ini, dan gimana sekarang, menurut kamu ruangannya bagus ga?" Tanya Ara sembari memegang lembut pipi vany menggunakan jari telunjuk nya.
Suara isakan makin lama makin kencang, membuat pendengaran Ara terganggu di buatnya.
"Bisa diem ga?! Aku ga suka sama berisik! Sekali lagi kamu teriak teriak ga jelas, akan aku robek mulut kamu!" Tegasnya yang mulai kesalVivi membuka kain penutup mulutnya lalu membiarkan vany mengoceh dengan tangisan nya. Sungguh malang nasib mu Vany, aku jadi ikut sedih
"Lo mau apain gue hah?!"
"Tenang aja, aku ga akan apa apain kamu. Aku akan bebasin kamu, tapi ada syaratnya" tuturnya menggantung
"Kamu boleh pergi... Tapi kamu harus bunuh Dey"Vany membulat kan matanya. Syarat macam apa itu?
"Gila Lo ya?! Mana mungkin gue bunuh temen gue sendiri!""Huh, pengecut. Padahal kamu sering banget di sakitin sama dia. Tapi... kalau emang dasarnya bodoh, ya akan tetap bodoh. Apa lagi, kalau kebodohan kamu itu selalu di manfaatin sama dia, jadi mana mungkin kamu bisa pinter" tukasnya yang membuat vany semakin jengkel
"Oh ya satu lagi.. kamu suka kan sama Vivi? Kamu pura pura bantu dia buat dapetin Vivi, tapi setelah itu, kamu deh yang akan merebut Vivi dari dia. Dasar penghianat" lanjutnya
Vany mulai menangis di hadapan Vivi dan Ara, dia sudah tidak tau harus berbuat apa lagi. Semua yang menjelaskan tentang dirinya sudah di ketahui oleh Ara, dan kalau suatu saat Ara atau Vivi akan memberi tau hal ini, pasti Dey akan marah besar padanya
"Kenapa, kok nangis? Takut ya, kalau rahasia kamu di bongkar?"
Ara semakin menyudutkan vany. Vany yang tadinya berontak ingin lepas, seketika dia termenung memikirkan apa yang akan terjadi pada dirinya nanti.
"Sekarang Lo mau apa?" Tanya vany pasrah
"Aku mau balas dendam"
"Dengan cara apa?"
KAMU SEDANG MEMBACA
T R A U M A
Teen FictionTrauma yang di alami memiliki dendam. Kejadian yang mengecewakan sudah terbalaskan. Setiap luka tidak semuanya memiliki darah. Harapan kebahagiaan ada di tangannya sekarang, jangan membuatnya kecewa, sekali ia merasakan kecewa, pasti akan ada yang d...