Chapter 11

829 33 0
                                    

🤍 D A I S Y 🤍

🤍 D A I S Y 🤍

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

_____

Lelah sekali, berpura-pura tetap terpejam dan mendengarkan semua obrolan orang-orang disekitar. Ia juga harus menahan rintihan saat luka operasinya nyeri dan mempertahankan tubuhnya untuk tetap diam saat gatal.

Ya, Daisy sudah terbangun sejak ia mendengar obrolan Eve, Austin dan Arthur tentang rencana mereka untuk membawa kasusnya ke jalur hukum. Daisy juga mendengar bahwa hari ini Eve sendiri yang akan melaporkan perbuatan Layton. Maka, saat ia tahu Eve membuka pintu ruang rawat inapnya Daisy membuka mata perlahan.

"Daisy," Eve buru-buru berjalan mendekat, wanita itu terlihat begitu rapi dengan balutan blazer resmi.

"Ah.." Daisy memegang perutnya, kali ini bukan akting lagi. Melainkan perut itu terasa nyeri dan berdenyut-denyut.

Eve dengan sigap membantu Daisy untuk bersandar, lalu ia memanggil Arthur. Awalnya Daisy sempat menolak saat Eve hendak memanggil lelaki itu, rasanya Daisy benar-benar belum siap bertemu Arthur.

Tapi, si mata hijau yang meneduh itu rupanya sudah berencana untuk berkunjung ke ruang rawat inap Daisy sebelum Eve sempat mengabari lelaki itu. Bahkan, ditangannya terdapat sebuket bunga daisy warna putih yang terlihat masih segar.

"Daisy, kau sudah bangun?" Arthur meletakkan bunga yang ia bawa di nakas samping ranjang.

"Perutnya sakit, aku baru saja ingin menghubungimu," Eve menyela.

Arthur sudah duduk di tepi ranjang, ia mulai mengeluarkan stetoskop dari jas putihnya, hendak mengecek kondisi Daisy. Tapi, wanita itu justru mengelak dan mengatakan bahwa ia tidak apa-apa.

"Kenapa?" Tanya Arthur.

"Aku sudah baik-baik saja," Daisy meringis.

Eve berdeham, ia melirik buket bunga itu sembari menahan senyum. Arthur jadi salah tingkah karena tahu maksud Eve adalah mengejeknya. Sementara Daisy, hanya memperhatikan tangannya yang sedikit membengkak karena terlalu lama terpasang infus.

"Tanganku bengkak," Daisy menunjukkan tangannya.

"Aku akan menggantinya, ku ambil jarum baru dulu."

Setelah Arthur keluar, Eve menarik kursi yang ada di belakangnya dan duduk di sebelah ranjang Daisy. Ia memperhatikan Daisy yang hanya diam sambil menatap pintu yang tertutup.

"Sepi, ya? Tidak ada Arthur."

Daisy menoleh, "Biasa saja."

"Daisy, aku ingin berbicara serius padamu," Eve mulai membuka suara.

"Bicara apa Eve? Kau sudah mengemasi barangku di apartemenmu? Mana koper milikku?"

Eve membelalakkan mata saat Daisy bicara seperti ini. "Daisy, mana mungkin aku melakukan itu!"

Daisy terkekeh. "Ku kira."

"Aku--"

"Aku sudah tahu, kau ingin bicara tentang Arthur bukan?"

"Ka--"

"Aku mau menikah dengannya," Daisy menatap Eve dengan senyuman tipis.

Bingung, Eve tidak tahu kenapa Daisy bisa menjadi sefrontal ini. Padahal ia baru ingin menanyakan topik ini pada Diasy, darimana pula ia tahu.

"Daisy, ka--kau tahu darimana?" Tanya Eve, tergagap.

"Aku mendengar apa yang kau bicarakan dengan Austin dan Arthur, kemarin. Aku juga mendengar penuturan Arthur yang menyukaiku, dari mulutnya sendiri saat dia menungguku tadi malam. Aku rasa, aku juga punya perasaan padanya. Jadi, aku mau menikah dengan Arthur."

Ketegangan itu jadi semakin tegang saat tiba-tiba suara berisik dari wadah yang di bawa Arthur terjatuh ke lantai. Daisy meringis, bukan karena lukanya, tapi malu karena tertangkap basah mengatakan pengakuannya pada orang yang bersangkutan.

__________

Eve pergi, setelah mendapatkan telepon dari Austin jika mereka mendapatkan masalah dengan chatering makanan yang kemarin di pesan. Ia berpamitan pada Daisy dan meninggalkan wanita itu bersama Arthur yang baru saja masuk ke ruangannya setelah mengganti jarum dan alat infus yang ia jatuhkan tadi.

"Tahan ya, mungkin akan terasa sakit sedikit," ucap Arthur, memijat punggung tangan kanan Daisy agar tidak tegang.

Tangan kirinya sudah bengkak karena infus yang terpasang di sana, jadi harus diganti agar tidak menimbulkan infeksi.

Daisy menutup mata saat ia mulai merasakan jarum infus sudah ditancapkan pada punggung tangannya, nyeri tapi hanya sebentar dan berangsur membaik meski masih terasa berdenyut.

"Sudah, tanganmu yang bengkak itu besok pasti akan berangsur pulih." Arthur tersenyum, membereskan peralatannya.

"Arthur," panggil Daisy lirih.

Mata mereka kembali bertemu, tapi kali ini menyiratkan hal yang berbeda. Arthur merindukan mata hazel itu, hampir empat hari Daisy tidak membukanya. Daisy pun begitu, ia ingin terus memperhatikan mata hijau meneduhkan milik Arthur yang bisa membuatnya tenang.

"Apakah benar, yang kau katakan semalam?" tanya Daisy.

"Apakah benar, kau juga menyukai aku?" Arthur mengusap pipi Daisy.

"Sejak kapan Arthur?"

"Sejak aku melihat mata hazelmu di ruang operasi. Jantungku berdebar, aku bahkan gemetar saat memegang pisau bedah karena takut aku akan melukaimu."

Daisy menitikkan air matanya. "Kenapa kau bisa mencintai wanita seperti aku?"

"Tidak ada alasan untuk tidak mencintai wanita kuat sepertimu. Jangan menangis Daisy, aku tidak suka melihat kau terluka lagi," bisik Arthur.

Tanpa ragu, lelaki itu menarik Daisy ke dalam dekapan hangatnya dan menyembunyikan wajah cantik Daisy di sana. Memberi kehangatan dan kenyamanan untuk Daisy agar dirinya merasa tenang.

"Menikahlah denganku, Daisy. Tak akan ku biarkan orang lain menyentuhmu lagi dan akan ku pastikan kau selalu bahagia."

Daisy meremas jas putih Arthur dengan isakkan yang masih terdengar. "Bagaimana dengan orang tuamu? Apakah ia mau menerimaku, sementara masalaluku begitu kelam."

Arthur menghela pelukan mereka, ia menangkup wajah sembab Daisy dengan kedua tangan. Sambil tersenyum hangat, Arthur mengusap sisa air mata pada kedua pipi wanita itu.

"Semua orang punya masalalu Daisy, kita tidak bisa menghakimi setiap orang dengan masalalunya. Kuburlah semua masalalu burukmu dan mari membuka lembaran baru bersamaku," ucap Arthur meyakinkan.

"Mamaku sudah tahu tentang rencana ini, dan dia memberikan respon positif karena tahu wanita itu adalah dirimu."

Daisy membulatkan matanya, terkejut sekali dengan ucapan Arthur. Erisya sudah tahu tentang rencana anaknya yang akan menikahi Daisy, padahal mereka baru saja mengenal dan ibu dari Arthur itu langsung saja menyetujuinya.

Daisy sangat bingung, antara terharu, senang dan bersedih.

Bingung dengan semua yang terasa begitu cepat.

Terharu karena ungkapan cinta Arthur.

Dan sedih karena merasa bimbang dengan perasaannya sendiri.

__________

🤍 D A I S Y 🤍
__________

Daisy || ON GOINGTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang