depresi

1.3K 8 2
                                    

Sepeninggalnya dika, hari2 yang gw jalanin biasa saja. Normal dan tidak ada yang aneh jika orang melihatnya.

Tapi nyatanya, aku sedang tidak baik2 aja, saat malam aku selalu tidak bisa tidur. Aku mulai mikirin hal aneh lagi, menyalahkan diriku sendiri, kemarahan ayah waktu itu kembali berputar di otakku seperti kaset yang terekam jelas. Suara bentakan dan rasa perih di bibir dan pipiku kembali terasa.

Hari ini aku mengurung diri di kost, aku kembali takut berhadapan dengan orang2, takut dengan sorot mata semuah orang yang melihatku, keadaan yang sama persis di hari dimana Dika membawaku ke Jakarta hari dimana hancurnya aku.

Aku selalu benci suara bising dan keramaian.

Di dalam kost, aku melukai tubuhku sendiri, menggigit tanganku hingga darah mengalir disana, aku kacau, aku mulai hilang kendali, beberapa bekas cakaran di wajahku masih terlihat, air mata yang terus mengalir dengan bibir bergetar aku menangis tersedu. Memeluk lututku dan menangis sejadinya, aku rindu keluargaku tapi aku takut ayahku. Aku tidak tau harus berbuat apah. Aku sungguh membenci keadaanku membeci takdirku ini.

Bukan lagi kerinduan melainkan kepasrahan.

Bukan juga keinginan untuk bertemu tapi keinginan menghilang dan selesaikan siksaan ini.

Hingga akhirnya pikiran gilakku terlintas. Aku memakai mantel dika yang cukup besar untukku. Menutup wajahku dan tubuhku dengan sempurna.

Aku berjalan cepat menuju apotik yang tidak jauh dari kost. Aku tidak memperdulikan siappun. Aku kembali ke kost dan melahap habis satu botol butiran obat tidur yang baru aku beli.

Dengan air mata terus mengalir aku menatap langit2 kamarku. Ingatan masa kecil dan saat2 bahagia bersama keluargaku berputar.

Tidak ada yang mau berada diposisi ku bahkan akupun juga tidak percaya bahwa aku akan berada di ujung kepasrahan ku di umur belasan tahun.

" maafin aze mah ". Lirihku. Menahan sesak nafas dan rasa yang aneh di tubuhku. Darah mengalir deras di hidungku. Muntah darah dan rasa pusing perlahan menghilang di ingatanku.

Aku berfikir ini cara tepat untuk menghilang.

Beberapa menit setelah aku tidak sadarkan diri. Aku sempat mendengar teriakan seorang wanita dari arah pintu kost. Dan iyah wanita yang seumuran dengan dika itu yang menolongku saat ini.
.
.
.
.
dunia tak mau melepaskanku , dunia tidak mengizinkanku pergi dari buminya, dunia masih ingin aku menjadi badutnya lebih lama, lalu bisaku apah selain pasrah pada sang pencipta.

. Selam 1 minggu aku di rumah sakit, akhirnya hari ini aku akan pulang. Aku hanya diam saja. Menatap kosong wanita di depanku yang sedang membereskan pakaian ke dalam tas besar yang dia bawa.

" ada apah ". Tanya wanita itu.

" ...". Tak ada jawaban dariku aku hanya mendengar tapi malas membalas.

Wanita itu berjalan ke arahku. Menatapku dengan mata berkaca. Lalu memeluku dengan tulus dan Menangis tapi tidak denganku.

" jangan lakukan hal bodoh lagi ze aku mohon... Aku takut . Kamu tidak sendiri ze ada aku ada Dika tolong pikirkan orang2 yang menyayangimu ". Ujarnya masih memeluku mengusap rambutku lembut.

" bi.. ". Lirihku akhirnya aku mengeluarkan suara setelah cukup lama aku diam dengan posisi bibi memelukku.

" iyah. " jawab wanita itu

" bi... Waktu aku dirawat sampe sekarang, bibi ngga bilang ayah sama mamah kan ". Tanyaku dengan suara begitu pelan.

" tidak. Aku tau kamu ngga akan mau mereka khawatir kan.". Jawab wanita ini yang masih memelukku.

Oh iyah? Wanita ini adalah bibiku. Umur dia tidak jauh beda dengan dika. 26thn lebih muda satu tahun dari dika.

Dia bibi, kaka, teman, musuh sekaligus sahabatku saat ini. Wanita cantik rambut panjang ini memang dia yang selalu bersamaku sejak kecil. karna dia selalu sibuk di perusahaannya makanya jarang banget habisin waktu denganku.

firstborn childTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang