Aku berusaha waras ketika isi otak mengajakku untuk gila !
Semua orang di luar ruang ICU begitu kacau dengan pikiran dan ketakutan yang membuncah. Aku melihat semuanya teman-teman Dika. Dan aku ingat, siapa orang yang paling Dika percaya, dan di tempat ini persahabatan mereka begitu jelas. Dimana bajingan dan dimana sahabat .
Aku menoleh pada dodit adik kandung Dika. Wajahnya dingin tanpa ekspresi, lalu dia melihatku . Mendekat ke arahku .
" Kamu duduk dulu . Aku beli minum sebentar". Ujar dodit .
Aku hanya mengangguk dan terus mengatupkan kedua bibirku yang kering .
Lalu dodit keluar bersama alan. Teman2 Dika yang lain izin padaku dan pulang . Aku hanya sendiri di luar menunggu dokter keluar, memberi tahu keadaan Dika di dalam .
Bohong dik jika aku tidak takut saat itu, rasanya duniaku runtuh,saat gengaman tanganmu melemah dan matamu tertutup, tepat di pangkuanku.
Tidak lama, serangan panik tiba2 menyerangku, aku mulai kacau takut yang benar-benar takut. Di lorong rumah sakit Dodit berjalan cepat melihat keadaanku yang kacau dan begitu aneh .
Dengan cepat Dodit lari dengan Alan yang di belakangnya mengekor membawa satu plastik putih berisi minuman dingin dan roti .
" Kamu ngga pp je". Tanya Dodit . Berjongkok di depanku yang sedang duduk di bangku tunggu .
Aku diam dan masih menunduk dengan tatapan kosong bercampur air mata.
" Ze... Lu ngga pp kan". Sahut alan .
Aku masih dengan Posisiku . Meremas kuat rambutku dan menangis perlahan makin kencang dan histeris. Dodit melepas genggaman tanganya . Lalu menarik tanganku agar tidak terus menjambak rambutku sendiri . Alan dan dodoit berusaha menenagkanku yang semakin histeris. Dengan cepat dodoit memeluku begitu erat . Membuatku tidak bisa bergerak sama sekali dan itu cukup membuatku sadar dan tenang.
Keadaan mulai stabil . Aku yang mulai tenang kini duduk bersama Alan dan dodoit . Mereka memberiku minum dan roti yang mereka beli beberapa waktu lalu. Aku sadar mereka mungkin terkejut dengan keadaanku . Tapi mereka berusaha santai agar aku tidak mengingat hal yang membuatku menjadi gila seperti tadi.
" Dit, lan". Ujarku dengan tangan masih menggengam roti yang sudah tergigit.
" Iya ze". Jawab mereka bersamaan. Aku melihat ke arah mereka sebentar lalu menyandarkan punggung ke dinding rumah sakit. Dengan paru aku berucap .
" Dika baik-baik saja kan , dia ". Ujarku yang terpotong karna aku menangis lagi .
" Dia kuat ze. Ngga akan terjadi apapun pada dia". Ujar Alan . Mengusap bahuku.
" Pikirkan keadaanmu sendiri , jangan membuat dirimu sakit dengan keadaan Dika yang sekarang ". Ketus dodit.
Lalu dokter keluar dan berucap jika Dika sudah membaik hanya butuh istirahat saja. Dan Dodit di minta ke ruangan dokter itu sebagai perwakilan keluarga .
Dengan terburu aku bersama Alan masuk melihat keadaan dikaku...
Wajah nakal itu kini berubah pucat, bibir yang selalu membuatku kesal kini kering terkatup rapat, tidak ada senyuman tipis seperti biasa. Wajah itu lemah dan tenang. Sangat sakit melihatnya seperti itu.
" Dia tetap tampan meski sakit ya ze. Tuhan curang sekali ". Alan berusaha memecahkan ketegangan ku dengan bercanda demikian. Aku menoleh dan tersenyum hambar .
"Dia baik-baik saja ze ". Ujar Alan lagi serius. Mengusap ujung kepalaku.
" Aku membuatnya seperti ini lan, seharusnya aku melarang dia tapi aku malah menemani dia hingga saat ini ". Jawabku mengusap kening Dika pelan.
" Hal seperti ini bisa terjadi kapan saja pada kami ze, itu resiko dari perbuatan kami, jangan menyalahkan dirimu untuk kesalahan kami sendiri ". Alan menatap Dika dengan tenang .
Aku tidak menjawab apapun aku duduk dan terus menunggu dikaku sadar. Beberapa jam berlalu dan Alan mendapatkan telvon dari rumahnya .
" Ze. Gw pulang dulu ya, nyokap gw nelponin melulu ini ". Ujar Alan berdiri mengahadpku.
" Iya. Pulanglah, terimakasih ".
" Tolong bilang pada Dodit juga ya".
"Iya. Kamu hati-hati ". Ujarku. Alan tersenyum dan mengangguk. Mengusap ujung kepalaku lalu pergi keluar.
" Ingat ze... Ini bukan kesalahan Lo hal ini akan terjadi kapan saja pada kami". Ujar Alan lagi sebelum dia keluar dari ruangan Dika.
Cklek!
Pintu ruang rawat inap itu terbuka , dan memperlihatkan Dodit yang tengah menatap lembut wajah kakaknya . Lalu beralih melihatku yang menatapnya .
" Dia kuat kan . Lihat! kataku juga apa , manusia setan ini tidak akan ninggalin wanita bodohnya begitu saja ". Ujar dodit dengan nada mengejek dan sedikit candaan. Karna bibirnya kini tersenyum miring padaku .
" CKs... Apaan sih dit ". Jawabku menggembungkan kedua pipiku kearah Dika yang sedang tidur
" Dia tidak akan membelamu , dia lemah sekarang ". Dika tersenyum lebar dan mengusap punggung tangan Dika .
" Lihat ... Dodit mulai lagi, kamu harus bangun dik , dia menjahiliku lagi ". Ucapku sedikit merajuk dan menangis . Meski bibirku tersenyum aku tidak bisa berbohong. Aku sakit sekali melihat dikakku .
" Dasar cengeng ". Dodit mendekat dan memelukku . Aku menangis sesegukan tanpa suara .
" Stop lah ze. Dia sudah baik2 saja ". Ucap Dodit menenangkanku.
" Dokter bilang apa dit. Sorry. Aku ngga bisa jagain kakamu". Dengan bercampur isakan aku berusaha mengucapkan kata-kata ku dengan benar .
" Hanya kurang cairan. Sekarang dia sudah di infus . Mungkin 5 menit lagi dia sadar, tenang lah cengeng jangan menangis terus ,ngga capek apa ".
KAMU SEDANG MEMBACA
firstborn child
Teen Fiction"Waktu adalah busur panah paling runcing dalam kehidupan"