Tentang Mario

7 4 0
                                    

Mario dibangunkan oleh pembantunya. Ia tampak kecewa, padahal mimpi seperti tadi sangat jarang ia dapatkan. Mimpi bersama orang tuanya, benar-benar komplit. Dirinya, adiknya, ibunya, dan ayahnya. Mereka sedang di tempat wisata yang ada di Lembang. Menikmati udaranya, harum tanahnya, keindahan tempatnya dan betapa bahagianya mereka semua. Ia juga menyentuh tangan ayahnya, ibunya, dan adiknya, ia merasakan halusnya kulit mereka, seperti nyata.

"Belum mandi, Yo?" tanya Niko ketika Mario turun, ia sedang makan bersama Luna.

Mario menggeleng. Niko paham dengan jawabannya.

"Kenapa lagi, sih, Yo?"

"I'm okay. Hanya lagi malas ke sekolah."

"Itu kalimat yang sering keluar dari mulut lu, kaya gak ada kosa kata lain aja."

Mario tersenyum. "Kamu sama aja kaya Kak Intan. Tapi, kok, kamu bego, ya?"

Niko mengambil roti lalu melemparkannya pada Mario. "Kan, gue kebawain sama lu, Nyet." Meskipun Niko bercanda dengan kalimatnya tetapi berhasil membuat Mario terdiam. Ia merasa salah sudah membawa Niko ke dalam dunianya yang tidak jelas, tetapi hati lainnya meyakinkan bahwa ia tidak pernah memaksa Niko untuk berteman dengannya. Hubungannya terjadi karena adanya proses dari saling kenal, memahami, dan mendukung satu sama lain bukan karena harus mengikuti apa yang dilakukan yang lain.

Ibu Mario keluar dengan pakaian kantornya. Ia ke meja makan, minum, kemudian pergi tanpa sepatah kata pun. Niko merasa bersalah telah ada pada momen itu. Ia menoleh pada Mario yang hanya menunduk, lalu pada Luna yang tersenyum kemudian mengatakan, "Ma-ma a-gi bu-ru-bu-ru. Ma-f gak nya-pa Kak Ni-ko."

Niko mencium kepala Luna. "Kakak pergi dulu, ya."

***

"Kamu baik-baik aja?" tanya Adella, cewek itu baru datang. Tempat duduknya bersebelahan dengan Niko.

Mendengar suara yang menyenangkan itu berhasil membuat perasaan Niko sedikit membaik. "Ya, aku baik-baik aja."

"Jika ada yang mau diceritakan jangan ragu," tawarnya tulus. "Siapa tahu bisa membuat bebanmu hilang atau setidaknya menjadi ringan." Mendengar itu membuat Niko semakin yakin dengan apa yang ada di kepala dan hatinya kalau Adella memang wanita yang tepat untuk dirinya.

"Istirahat."

"Hah?" Adella tampak bingung.

"Aku ingin menceritakan sesuatu sama kamu. Istirahat."

Adella mengangguk.

***

"Aku minta maaf sudah meminjam waktu istirahatmu," kata Niko berbasa-basi.

"Tidak apa-apa. Jika ini bisa membuat bebanmu hilang aku akan senang."

"Sebagai gantinya aku akan mengantarmu pulang."

"Itu mah mau kamu," celetuk Adella membuat wajah Niko memerah dan terlihat salah tingkah. "Bercanda," tambahnya. "Aku tulus, kok. Bukannya membantu orang itu hal yang menyenangkan?"

Niko tersenyum kemudian sekonyong-konyong ekspresinya berubah. "Ini bukan tentangku," gumamnya pelan, "tapi tentang Mario."

"Teman kamu yang kemarin di atas?" Adella meyakinkan.

"Iya... dia...." Niko menggeleng. "Aku harus bicara apa?" Ia tampak bingung, tidak bisa menyimpulkan semua yang sudah Mario alami.

"Jika bagimu berat jangan diceritakan. Buat apa melakukan apa yang membuat kita sakit."

"Kita temenan sudah hampir 9 tahun," ucap Niko tiba-tiba. Ia berhasil merangkai kata dari yang mudah sekaligus menyenangkan. "Gak, tapi 9 tahun lebih," ralatnya.

"9 tahun?" Adella tampak kagum. "Luar biasa. Aku pikir itu hanya ada dalam cerita fiksi yang pernah aku baca. Semakin tumbuh orang semakin berbeda juga jalan pikirnya. Tapi kalian meskipun sudah melewati ribuan hari tetap sama. Menyenangkan sekali bersahabat begitu lama. Berbarengan terus."

"Tapi Mario berubah seakan-akan ada sesuatu yang sudah merampas segalanya."

Adella diam, beberapa detik kemudian Niko menceritakan semua tentang Mario. Betapa Mario orang yang menyenangkan, baik, hebat, mudah meniru segala macam hal, punya bakat menjadi penyanyi, suaranya bagus, sampai akhirnya sesuatu berhasil merubahnya.

"...orang tuanya bercerai ketika ia kelas 3 SD. Ini semua kisah lama tapi pengaruhnya masih ada sampai sekarang. Mario memang terlihat bisa melewati semuanya, dia adalah Mario, tapi tidak seutuhnya Mario, karena sebagian rasa bahagianya hilang. Beda dengan Luna, adiknya yang waktu itu berusia 2 tahun, sekarang tumbuh menjadi anak yang sangat cantik. Dia selalu ceria, seakan-akan tidak ada yang pernah terjadi pada keluarga mereka. Atau karena waktu itu dia hanya anak berusia 2 tahun, belum tahu apa yang terjadi. Tapi setelah tahu yang sebenarnya pun tidak membuat Luna jadi anak yang murung, dia selalu ceria. Anak yang hebat."

"Mario beruntung," gumam Adella.

Niko tampak bingung. "Beruntung?"

"Niko, takdir tidak bisa dirubah. Sekuat apapun kita menolak tetap akan terjadi. Tapi Mario beruntung memiliki teman seperti kamu. Dan kamu hebat, tidak menghilang disaat dia benar-benar butuh seorang teman."

Tidak ada niat sedikit pun untuk membanggakan diri, tapi entah kenapa ketika Adella mengatakan seperti itu berhasil membuat Niko salah tingkah.

"Kamu sudah melakukan hal yang benar. Jangan terlalu memikirkan apa yang membuat kamu pusing atau sakit. Kamu sudah sangat mengenal Mario jadi kamu harus yakin dia akan baik-baik saja."

*Note

Thanks for reading dan jangan lupa tinggalkan J E J A K kalian supaya alam mengetahuinya.



Mario dan Niko (SELESAI)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang