Satu Frekuensi

6 2 0
                                    

Adella duduk di sofa butut di rooftop, di sebelahnya Mario terpejam sementara earphone masih menyumpal telinganya. Tiba-tiba matanya terbuka ketika mendengar dehaman seseorang. Mario melepas earphone-nya.

"Apa yang membuatmu ke sini?" tanyanya, Mario menutup matanya kembali.

"Aku melihat mobil yang kemarin kamu bawa masih terparkir di warung dekat sekolah kita," jawab Adella pelan.

"Kamu gak menjawab pertanyaan saya," gumam Mario.

"Aku juga gak mau berada di sini," aku Adella, suaranya terdengar tidak percaya diri, tampak bingung.

"Terus?"

"Aku hanya merasa punya kewajiban untuk memastikan kamu baik-baik aja." Adella tidak menyangka kalimat itu keluar begitu lancar.

Mario membuka mata, menyalakan rokok dan menyesapnya. Bola matanya berputar pada Adella, cewek itu tampak kikuk.

"Kenapa?"

"A-aku... ," Adella terbata. Ia mengambil napas dalam-dalam lalu mengeluarkannya secara perlahan. "Rileks Adell," gumamnya. "Aku lihat semuanya. Di koridor, kantin, dan mobil yang masih terparkir di warung pinggir sekolah."

Mario mengangkat sebelah alisnya. "Terus?"

"A-aku, aku hanya takut-"

"Saya galau lalu bunuh diri?" potong Mario membuat Adella membulatkan matanya. "Tadinya saya berpikir seperti itu."

"Eh, jangan!"

Melihat ekspresinya membuat Mario ingin tertawa padahal hatinya sedang berantakan. Mario berdiri.

"Mau kemana kamu?" tanya Adella terdengar khawatir.

Mario mengedarkan pandangan ke sekeliling rooftop lalu bergumam, "Saya dengar di sini pernah ada cewek yang bunuh diri." Dan ia pergi.

Kaki Mario tertahan ketika telinganya mendengar suara benturan. Ia melihat ke belakang dan mendapati Adella sudah tersungkur di bawah. Adella ternyata terjatuh saat buru-buru mengejar Mario.

Mario mendekat lalu membantunya berdiri. "Hobi banget jatuh?"

"Gak lucu!" jawab Adella sinis.

Mario tampak bingung. "Apa salah saya sampai kamu marah?"

"Menakut-nakuti orang kamu pikir gak salah?"

Sekonyong-konyong Mario tertawa.

"Puas kamu?" tanya Adella, suaranya bergetar membuat Mario terdiam dan menatapnya iba. Adella menepis tangannya lalu berjalan dengan terpincang-pincang.

"Saya bantu," tawar Mario mengikuti sambil berusaha memegang tangannya tapi kembali Adella menepisnya. Sekarang mereka saling pandang.

"Gak pernah sedikit pun aku ingin mencampuri urusan kamu. Dan gak pernah aku bayangkan akan melihat semuanya. Jadi salah siapa jika aku sekarang ada di sini? Waktu? Aku hanya gak mau jadi orang yang bersalah jika nanti melihat orang yang menyerah pada hidupnya tergeletak tak bernyawa sementara aku tau apa yang terjadi. Iya hanya itu. Tapi kamu, seenaknya mengatakan sesuatu yang membuat... setiap orang mempunyai rasa takut akan sesuatu dan itu bukan hal yang patut untuk ditertawakan, dibuat candaan."

Mario tidak tahu pengaruhnya pada Adella akan seperti itu. Padahal dia tidak bermaksud sedikit pun untuk menakuti-nakutinya. "Saya minta maaf, saya pikir-"

"Apa?" potong Adella, air matanya sudah terjatuh. "Aku penakut? Iya, memang aku penakut." Adella kembali berjalan dengan terpincang.

***

Mario dan Niko (SELESAI)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang