ayah dan senandung duka

961 85 28
                                    

Sejak hari itu, semua terasa makin berat. Nayeon masih begitu sulit menerima kehamilannya. Nggak sekali dua kali dia dilarikan kerumah sakit sebab dia terus berusaha membunuh dirinya sendiri, nggak peduli seberapa keras usaha Taeil meyakinkannya bahwa laki-laki itu sama sekali nggak keberatan jadi ayah untuk anaknya, Nayeon tetap nggak bisa menerima semua itu.

Sebab dia terlanjur kecewa pada dirinya sendiri. Lagi-lagi dia kehilangan arah dan membuat langkahnya seperti tanpa tujuan. Semua arah yang dipilihnya, selalu berakhir dijalan buntu, hingga membuatnya kesulitan menemukan jalan untuk memaafkan diri sendiri.

"Nay.." Taeil memanggil lembut.

Sore ini, dia sedang mengoleskan salep pada bekas luka sayat ditangan kiri Nayeon. Luka itu nyaris nggak punya kesempatan buat mengering dalam beberapa bulan terakhir, sebab berulang kali Nayeon membuatnya kembali menganga bahkan semakin dalam.

"Besok ke Everland mau nggak? Kita lihat cherry blossom"

Bukannya langsung menjawab, Nayeon malah memperhatikan wajah Taeil yang kini kembali fokus pada luka ditangannya. Menatap gurat lelah diwajah lelaki itu sebagai bukti bahwa beban yang lelaki itu tanggung menjadi kian sarat.

"Nay?" Taeil memanggil lagi sambil mengangkat wajahnya menatap Nayeon, "Mau ya besok jalan-jalan? Lagi ada festival bunga disana, kamu pasti suka"

Nayeon menggeleng sambil menurunkan pandangannya. Dia menarik tangannya dari genggaman Taeil, lalu menjawab lirih, "Mager kak"

Membuat Taeil menghela lirih. Dia masih memaksakan senyumnya sambil menyelipkan sejumput rambut Nayeon kebelakang telinga perempuan itu. Lalu mengusap pelan pipinya yang nggak pernah lagi kelihatan mengembang dipenuhi tawa. Taeil rindu. Sangat rindu. Sudah hampir enam bulan dia nggak lagi melihat senyum diwajah manis Nayeon.

"Kalo mager jalan-jalan, kita bikin mandu aja gimana? Ntar biar Taeyong yang belanja bahan-bahannya"

Nayeon nggak menyuarakan jawabannya, dia cuma memandangi Taeil dengan raut wajah yang bisa dibaca laki-laki itu dengan mudah.

"Mager juga?" Tebak Taeil yang langsung dijawab anggukan.

Taeil terkekeh lalu mengusap hati-hati perut Nayeon, "Nana-ya, kamu mageran banget sih, ibu jadi nggak mau ngapa-ngapain ini loh"

Nayeon langsung mengernyit mendengar ocehan Taeil, merasa janggal pada nama panggilan yang Taeil berikan untuk bayinya, "Nana?"

Taeil terperangah sesaat. Sudah hampir enam bulan Nayeon mengandung dan baru kali ini perempuan itu menyahuti ocehannya dengan si bayi. Sebab biasanya, Nayeon hanya akan diam sambil melihat kearah lain tiap kali Taeil mencoba berinterakasi dengan bayi diperutnya.

Dia buru-buru mengangguk sebelum Nayeon kehilangan rasa penasarannya.

"Ini Nanay, ini Nana," sambungnya sambil bergantian menunjuk Nayeon dan perutnya yang semakin membesar, "Biar senada. Nanay, Nana, ntar adeknya Nana, Nanas heheheheheheee"

Nayeon mendengus geli, tanpa sadar senyumnya tersungging menanggapi candaan Taeil.

"Nana kayak nama cewek, yakin banget emang kalo dia ini cewek?"

"Eh jangan salah, Nana juga bisa kok jadi nama cowok. Kan ada tuh artis Indonesia yang namanya ada Nana Nana-nya"

Nayeon terlihat berpikir buat sesaat, "Nggak ada ah, ngarang"

"Ih adaaaa"

"Siapa emang?"

"Nanang Hermansyah"

"ITU ANANG!"

beautiful painTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang