jaemin dan obat rindu

543 75 4
                                    

Sudah hampir jam dua siang saat Yuta melirik arloji yang melingkari pergelangan tangan kirinya. Jadwal visitnya buat siang ini barusan saja selesai. Kayaknya dia bisa mengambil waktu sebentar buat beristirahat. Cacing-cacing di perutnya juga sudah mulai meronta minta diberi nutrisi.

Banyaknya pasien yang harus Yuta tangani hari ini, bikin dia serba terburu-buru sampai nyaris lupa buat memperhatikan dirinya sendiri. Dia aja nggak begitu yakin, sarapannya tadi sudah dia habiskan apa belum? Dia juga nggak terlalu ingat, tadi pagi, dia mandi pakai sabun atau cuma pakai air doang? Setengah hari sudah berlalu dan dia baru ada kesempatan buat meragukan hal-hal seperti itu sekarang.

Maka dari itu, dia sudah memutuskan bakal mampir sebentar ke kafetaria rumah sakit buat membeli makan siang dan mungkin beberapa camilan yang bisa dia gerus sambil melanjutkan sisa agendanya di hari ini.

Dia mencoba melangkah dengan lebih santai. Melepas arloji dari pergelangan tangannya sebelum mendorong pintu toilet umum yang letaknya nggak terlalu jauh dari kafetaria rumah sakit. Bagaimana pun, dia harus mencuci tangannya terlebih dahulu, sebab seharian ini, dia sudah berinteraksi dengan terlalu banyak pasien. Dia tetap harus menjaga kebersihan untuk dirinya sendiri. Apalagi kan dia masih sangsi, tadi sudah mandi pakai sabun apa belum.

Tapi begitu kakinya menapak di dalam toilet, dia malah terperanjat kaget. Terperangah menatap bayangannya sendiri yang dipantulkan lewat cermin di hadapannya lalu melangkah mendekat dengan kernyitan yang kini muncul di antara kedua matanya.

"Kok...masih ganteng?" gumamnya heran lalu menyugar poninya sendiri.

"Ih, padahal udah punya anak bujang lho, masih aja ganteng gue ini!" lanjutnya memuji diri sendiri.

Uhukk..

Hoeekkk..

Yuta terkesiap. Suara berisik dari salah satu bilik di belakangnya bikin dia segera menahan diri buat nggak membanggakan ketampanan paripurna yang dimiliki rupanya lebih jauh lagi.

Dia melirik sebentar ke belakang, memastikan orang di dalam bilik tadi bukan sedang meledeknya dengan berpura-pura muntah gara-gara mendengarnya memuji diri sendiri.

Dia menunggu beberapa saat. Sampai suara muntahan itu terdengar lagi. Sangat natural. Bukan seperti sedang dibuat-buat. Menandakan bahwa orang di dalam bilik itu, memang nggak sedang meledeknya.

Yuta bisa bernapas agak lega. Kemudian menggulung lengan snelli-nya sampai sebatas siku. Menyalakan kran air dan mulai membasuh telapak tangannya.

"Happy birthday to you... nobody likes you.." Yuta bersenandung lirih, menghitung waktu untuk mencuci tangan dengan dua kali lagu selamat ulang tahun yang dia nyanyikan asal-asalan. Kebiasaan kecil yang kadung sulit buat dia hilangkan.

"...you look like ikan fugu...go back to the zoo,"

Lima detik,

Sepuluh detik,

Bahkan sampai detik keduapuluh dan Yuta selesai mencuci tangannya sesuai dengan standar WHO, orang di dalam bilik itu terdengar masih berjuang memuntahkan isi perutnya. Yuta jadi merasa nggak enak hati.

Setelah meraih beberapa lembar tissu buat mengeringkan tangannya, dia memutuskan buat mendekat ke satu-satunya bilik yang pintunya kini tertutup. Lalu mengetuknya pelan,

"Heyyow, kamu nggak apa-apa?" tanyanya hati-hati.

Nggak ada jawaban. Cuma suara batuk yang terdengar menyahuti pertanyaannya. Bikin dia sekali lagi mengetuk pintu bilik itu sedikit lebih kencang.

"Are you okay? Bisa buka pintunya--"

Yuta nggak melanjutkan kalimatnya, sebab pintu yang sedang dia ketuk tiba-tiba terbuka. Membuatnya terkejut sampai spontan menyambar tubuh lemas yang nyaris merosot menghantam dinginnya keramik toilet rumah sakit ini.

beautiful painTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang