luka dan keindahan

1.1K 90 74
                                    

"Renjun sudah sadar" ucap Kun diiringi airmatanya yang kembali menetes.

Dipandanginya dengan lekat wajah Tzuyu yang masih menangis tersedu dalam pelukan Mina sebelum tangannya berpindah untuk mengusap puncak kepala Tzuyu. Sambil meyakinkan diri bahwa Renjun pasti kuat menghadapi sisa cobaannya.

Kun kembali menarik tangannya dan mengusapi bulir airmata yang masih menggenang dipelupuk matanya. Dia dibuat kembali pada ingatan beberapa saat yang lalu. Sesaat sebelum Renjun, akhirnya menyudahi penantian mereka.

Dia baru saja menemui dokter jaga diruang ICU, berharap mendapat kabar yang lebih baik. Namun yang didengarnya, masih sama dari sebelumnya. Belum ada perkembangan cukup berarti yang ditunjukkan Renjun.

Kun lalu berjalan mendekat pada bangsal tempat Renjun menikmati tidur panjangnya. Dia menghentikan langkah tepat diujung ranjang. Memaksakan senyum saat dua orang perawat yang sedang mengontrol keadaan Renjun, menyapanya.

Kedua tangan Kun lalu bergerak menyentuh telapak kaki kiri Renjun yang terasa dingin tanpa ada selimut yang melindungi. Lalu dengan hati-hati dia memijatnya perlahan, menyalurkan rasa hangat dari kedua telapak tangannya.

Dua perawat didepannya masih bergerak cekatan merubah posisi tidur Renjun, agar sewaktu anak itu terbangun, tubuhnya tidak terasa terlalu kaku sambil sesekali menggerakkan tangan dan kaki Renjun.

Setelah semua dirasa cukup, salah satu perawat kembali menarik selimut hingga sebatas dada anak itu. Sekali lagi dia meraih tangan kanan Renjun demi mengecek punggung tangan anak itu yang tertancapi jarum infus sebelum meletakkannya lagi dengan hati-hati diatas perut Renjun.

"Silahkan pak"

Kun mengangguk singkat lagi-lagi sambil memaksakan senyum, "Terima kasih, sus"

Setelah kedua perawat itu pergi meninggalkannya dalam bunyi bising alat penopang hidup Renjun yang membuatnya meremang, Kun berjalan lebih mendekat pada tubuh Renjun.

"Njuuun" sapanya lalu membungkuk dan mengusapi pipi tirus Renjun dengan hati-hati agar jangan sampai menyenggol selang oksigen yang terpasang dihidung anak itu.

"Ayo bangun, nggak bosen apa tidur terus?" katanya lagi lalu menggenggam tangan kiri Renjun sambil mendudukkan diri pada kursi disebelah ranjang anak itu.

"Kamu mimpi apa sih, hm? Pules banget tidurnya"

"Adek kamu nangis terus loh nungguin kamu. Dia sampek nggak mau makan, nggak mau sekolah. Dia cuma mau lihat abangnya bangun"

"Ayo doong bangun, kamu udah tidur seharian loh" pintanya kemudian sambil menangkupi jemari Renjun dengan kedua tangannya.

Setelahnya dia tepekur cukup lama memandangi Renjun yang masih betah tidur berlama-lama. Memperhatikan luka gores yang dibiarkan terbuka disekitar mata kanan Renjun yang terlihat agak membengkak. Juga pada perban yang dililitkan dikepala anak itu untuk menahan selang yang terpasang pada bekas lukanya yang belum ditutup dengan sempurna. Selang kecil yang terpaksa dipasang untuk mengeluarkan penumpukan cairan di otak Renjun akibat pendarahannya yang cukup parah.

"Kamu lagi capek banget ya, hm?" tanyanya sambil sekali lagi mengusapi pipi kiri Renjun, berniat menggangu anak itu agar segera terbangun, "Nggak papa, kalo capek kamu boleh istirahat, tapi jangan lama-lama ya? Jangan nyerah dulu, Njun"

"Jangan nyerah sama rasa capek kamu heeey, kenapa nangis? Renjuun, ayo bangun nak"

Kun dibuat ikut menangis saat mendapati lelehan airmata menetes dari sudut mata Renjun. Dadanya terasa makin sesak digelayuti khawatir. Sebelah tangannya kemudian terangkat, menghapus jejak airmata di sekitaran sudut mata Renjun. Lalu mengeratkan genggaman tangannya pada jemari Renjun. Takut Renjun akan pergi meninggalkannya seandainya tangan anak itu tidak dia genggam rapat-rapat.

beautiful painTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang