renjun dan lapangan parkir

340 48 12
                                    

Pagi ini, Renjun nyaris aja telat datang ke sekolah. Gara-gara nyari kunci motornya yang ternyata lagi sesi pembersihan dosa alias ikut nyemplung ke mesin cuci pas akak lagi nyuci baju barusan tadi. 

Ya salah Renjun sendiri sih, waktu bilang mau nebeng nyuci baju ke akak, nggak dia cek dulu ada barang berharga atau enggak di kantong-kantong bajunya. Langsung di ceburin aja terus di tinggal kabur. Jadilah dia yang udah ganteng maksimal dan siap tebar pesona di sekolah, malah ngejedok di ruang cuci buat obok-obok mesin cuci nyariin kunci motornya. Untung aja akak sama mama mau bantuin Njun ngobokin mesin cuci yang masih penuh air dan gelembung, coba enggak, bisa luntur kegantengannya kena attack detergel.

Dan begitu kuncinya ketemu, dia langsung melesat pakai tenaga turbo. Alhamdulillahnya nggak sampai telat datang ke sekolah. Meskipun parkiran udah padat, tapi dia masih kebagian tempat buat parkirin motornya. Nyempil dikit di sela-sela mogenya orang. Terus, dia lepas dulu helm berstandar SNI-nya sebelum dia nyisir rambutnya yang mulai menunjukkan pertumbuhan membanggakan.

Baru aja Renjun mau turun dari motornya waktu handphone yang dia simpan di kantong celananya meraung-raung. Dia ambil sebentar buat lihat siapa nih yang nelpon dia pagi-pagi buta begini.

Setelah tau nomor yang nelpon dia nggak bernama, Renjun langsung mendesah berat. 

Masih pagi anjrit! Batinnya dongkol.

Dia udah kepikiran buat menggulir tanda reject, tapi sisi kemanusiaannya meronta dan malah memaksa ibu jarinya buat meggeser warna hijau yang berkedip di layar ponselnya ke arah kanan.

"Haloh? Njun?" suara papa langsung terdengar menyapa bahkan sewaktu Renjun belum benar-benar nempelin ponselnya ke telinga.

"Njun? Halo??" papa bersuara lagi, kali ini terdengar panik dan terburu-buru.

"Hm" Renjun cuma berdeham. Setidaknya supaya papa tau, kalau di seberang sini, Renjun sudah mendengarnya.

"Njun lagi di mana, nak?"

"Sekolah"

"Njun, tolongin papa, nak. Papa lagi di kantor polisi"

Renjun mengernyit tajam, perasaannya langsung waspada. 

"Ngapain papa di kantor polisi?" tanya Renjun, jujur saja dia mendadak khawatir apalagi suara papa juga terdengar kalut di seberang sana, "Papa nggak bikin masalah kan?"

"Enggak-enggak, bukan papa. Tapi abang mu, Njun--"

Renjun mendengus. Lumayan lega soalnya bukan papanya yang terlibat masalah. Meskipun ada geram-geramnya juga soalnya papa bawa-bawa anak tirinya yang sudah Renjun blacklist namanya dari hidup Renjun.

"-- abangmu ditangkap polisi, Njun. Dia nabrak orang sampai meninggal, dia sekarang di kantor polisi, ditahan, Njun"

"Yaudah sih biarin aja" Renjun menyahut enteng, sudah kadung hilang peduli sama keluarga baru papanya itu. Baginya sekarang, selama papanya baik-baik aja, udah lebih dari cukup buat Renjun. Keluarga baru papanya yang lain mah bodo amat ya. Mau ditangkap polisi kek, ditangkap interpol kek, Renjun mah bodo amat.

"Jangan begitu, Njun--"

"Biar tau rasa dia tuh! Kemarin dia nyolong laptop Injun, nggak jadi di penjara kan? Yaudah, anggap aja sekarang ini gantinya" 

"Njun, kemarin kan dia sudah minta maaf soal laptopnya Njun yang hilang itu--"

"Yang minta maaf tuh papa, bukan dia!" Renjun sampai nyaris berteriak saking kesalnya, untung dia ingat kalau dia lagi di parkiran sekolah yang lumayan padat, jadi dia agak menahan diri agar jangan sampai mencak-mencak macam orang lagi silat.

beautiful painTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang