Lebih dari beberapa bulan aku mengenal Reyvan, aku semakin dekat dengannya. Kemana-mana bareng, saat ngumpul pasti duduk selalu bersebelahan, dimana ada aku sudah pasti ada dia. Tapi ada satu hal yang benar-benar membuatku heran. Mungkin biasa saja bagi orang lain, tapi untukku ini adalah hal yang tidak biasa.
Setiap kali Reyvan bertatap wajah dan mengobrol dengan orang lain, ia akan melihat mata lawan bicaranya. Entah kepada Jafar atau teman-temanku yang lain, namun tidak padaku. Setiap kali mengobrol denganku, ia lebih memilih untuk menundukkan kepalanya dan sama sekali tidak berani menatap mataku, aneh kan?
Memang sesekali ia melihatku, tapi jarang banget.
"Kalo ngomong, liat mata gue." Perintahku. Tanganku terulur untuk menaikkan wajahnya yang menunduk, padahal ia sedang berbicara denganku.
Reyvan menatapku sekilas, dapat kulihat anggukkan pelan dalam sebuah gerakkan kecil. Aku melepas kacamatanya, kali ini dapat aku lihat kedua bola matanya yang berwarna coklat tanpa penghalang.
Anjir, manis banget.
"Kalo mau ciuman nanti pas di rumah aja kali, jangan di tempat futsal begini."
Sebuah suara membuatku cepat melepaskan wajah Reyvan, aku menggaruk kepalaku bagian belakang yang sebenarnya tidak gatal. Aku mengedarkan mata, ternyata Jafar dan teman-temanku sedang memperhatikan, mereka semua memasang mimik wajah yang membuatku tersipu malu.
Aku yakin wajahku memerah saat ini.
"Anjir." Batinku meradang.
Aku memilih untuk duduk disebelah Fauzan dan meminta sebatang rokok padanya. Mungkin saja benda tersebut mampu menenangkan degup jantungku yang kini tiba-tiba berdebar tak karuan.
Beberapa isapan, aku masih bertahan untuk tidak menengok pemuda yang membuatku merasa aneh. Tak sengaja dan entah mengapa mata ini sulit untuk dikendalikan. Aku kalah, sekarang indra penglihatanku menengok ke arahnya yang juga tengah melihatku intens.
Reyvan bangkit dari duduknya, berjalan menuju tempatku berada, kemudian mengambil putung rokok yang berada di tanganku.
"Jangan ngerokok!" Ucapnya halus.
Tanpa permisi lagi, ia membuangnya ke dalam tempat sampah yang berada tak jauh dari posisinya.
Aku diam, seperti tersihir dengan perilakunya. Sementara kulihat juga teman-temanku yang lainpun seperti tak menduga-duga kejadian barusan. Mungkin mereka pikir aku akan marah, karena dulu pernah salah satu temanku berlaku demikian, justru aku memarahinya.
"Nih!" Reyvan memberiku permen yang entah ia dapatkan darimana. "Daripada lo ngerokok, mending makan permen."
Tanganku terulur untuk menerimanya, seperti anak kecil yang nurut saja kepada orang tuanya.
*****
Hari-hari terus berlalu dan aku masih seperti Raka yang biasanya. Dengan cepat aku berusaha untuk melupakan kejadian tempo hari. Aku berfikir untuk sedikit menjauh dari pemuda manis tersebut demi ketenangan jantungku.
"Kayaknya lo rada ngejauhin Reyvan ya?" Tanya Fauzan yang sepertinya peka dengan keadaan.
Aku yang tengah memakan baksoku berhenti, "Ah kagak." Elakku.
"Halah. Kagak usah ngelak. Keliatan kali."
"Darimana emang?" Tanyaku.
"Biasanya lo berduaan mulu, kemana-mana bareng. Lo juga akhir-akhir ini langsung balik, gak nongkrong dulu." Jelas Fauzan membeberkan fakta yang aku setujui dalam hati.
"Jadi lo beneran kepikiran ucapan mantan lo itu ya? Tanya Fauzan lagi.
Sebenarnya aku malas membahas perihal tersebut, tapi harus ku akui jika memang hal tersebutlah yang membuatku berusaha untuk menjauhi Reyvan.
KAMU SEDANG MEMBACA
REY!
Non-Fiction[Based on true story] Pernah gak sih kalian disumpahin sama mantan, terus sumpah-nya itu jadi kenyataan? Raka, seorang playboy yang disumpahi oleh mantannya yang bernama Devi untuk jadi belok karena ia ketahuan selingkuh. Selang beberapa tahun kem...