Sabtu sore Haris mengajak kami untuk sparing futsal melawan teman sekolah menengah pertamanya. Tanpa pikir panjang aku menyetujuinya, toh lagipula aku memang sedang tidak melakukan apapun, hanya rebahan di kamar yang membuatku jengah.
Aku langsung berangkat menuju basecamp tatkala Haris mengirimi kabar jika futsalnya jadi dilaksanakan. Begitu sampai disana, teman-temanku sudah bersiap dan tengah berbincang dibawah pohon jambu depan rumah Tama. Reyvan juga ada disana.
"Reyvan ikut?" Tanyaku kepada Reyvan dan masih duduk diatas jok motor, mesin motorku saja belum sempat dimatikan.
Reyvan mengangguk, "Iya. Boleh kan ya?" Tanyanya meminta persetujuanku.
Aku tersenyum, "Boleh kok."
Beberapa saat kemudian ketika ingin berangkat, aku melihat Reyvan ingin mengeluarkan motornya, dengan cepat aku mencegahnya.
"Sama gue aja!" Ucapku sedikit berteriak sehingga teman-temanku menoleh padaku.
"Tumben banget!" Celetuk Tama dan bernada sinis.
"Iya. Biasanya gak mau boncengan sama siapa-siapa." Kali ini Haris ikut berkomentar.
Aku diam karena yang diucapkan oleh teman-temanku benar adanya. Entahlah, jujur rasanya aku nyaman saja berboncengan dengan Reyvan. Terasa sangat berbeda jika aku berboncengan dengan teman-temanku yang lain.
"Ya daripada kebanyakan motor kan?" Ujarku membela diri.
"Hilih gak kayak biasanya lo ah."
Aku hanya bisa nyengir, pasalnya aku sadar betul jika alasan sebenarnya adalah aku ingin bersama Reyvan.
*****
"Sorry, Ka." Ucap Fauzan yang duduk di tribun bawah. Hasil pertandingan melawan teman sekolah menengah pertamanya Haris tidak memuaskan, "Harusnya tadi penalti lo aja yang ngambil." Lanjutnya.
"Selow aja. Toh kalopun gue yang ngambil penaltinya, belum tentu gol juga." Jawabku sembari mengacungkan jempol. Aku tahu ia merasa bersalah karena peluang terakhir lewat titik putih tidak mampu dimanfaatkan dengan baik olehnya, sehingga tim kita kalah dan harus membayar full biaya lapangan. Begitu taruhannya.
"Ya jadinya kita mesti bayar lebih." Ucapnya masih dengan nada yang sedih.
"Yeh, tujuan gue ngajak lo pada main futsal itu buat olahraga kali, bukan buat menang atau kalah. Jadi selow aja masalah duit mah." Kataku akhirnya yang mungkin mampu membuatnya sedikit tenang.
Pandanganku teralih kepada Reyvan yang berada di bangku tribun paling atas, dengan segera aku menghampirinya dan duduk disebelahnya. Ia mengambil botol air mineral dari dalam tas olahraga dan meneguknya. Sementara aku sibuk membersihkan badan yang penuh keringat dengan jersey yang telah kulepas.
"Minum?" Tawar Reyvan menyodorkan botol tersebut.
"Buat gue?" Ucapku balik bertanya dan diangguki oleh Reyvan.
Aku tersenyum dan menerimanya, lalu meminum airnya hingga tandas. Reyvan memasang wajah lucu ketika aku mau memasukkan botol tersebut ke dalam tasku.
"Eh botolnya balikkin!" Cicit Reyvan.
"Lah tadi katanya buat gue?" Kataku menggoda yang membuat Reyvan berdecak berkali-kali. Ia juga masih berusaha untuk mengambil botolnya yang kutaruh di belakang punggungku.
"Eh Rey, kata Tama lo jualan jersey ya?" Tanya Haris disela-sela aku bercanda dengan Reyvan.
Reyvan menoleh dan mengangguk, "Iya, kenapa, bang?"
Eh dia panggil si Haris dengan sebutan Bang, sopan sekali. Tapi kok jika padaku, ia langsung menyebutkan nama tanpa embel-embel bang yang ia sematkan pada teman-temanku. Memang aku lebih muda setahun dari teman-temanku yang lain. Sebenarnya aku satu angkatan dengan Reyvan, namun aku loncat kelas sewaktu sekolah dasar.
KAMU SEDANG MEMBACA
REY!
Non-Fiction[Based on true story] Pernah gak sih kalian disumpahin sama mantan, terus sumpah-nya itu jadi kenyataan? Raka, seorang playboy yang disumpahi oleh mantannya yang bernama Devi untuk jadi belok karena ia ketahuan selingkuh. Selang beberapa tahun kem...