Saat Anin sudah tertidur pulas, Jonan pun berdiri. Puas sudah sedari tadi Jonan duduk di atas lantai memeluk tepian ranjang sambil memegangi tangan Anin yang sedang berbaring.
Dalam kondisi seperti ini, Jonan bahkan sampai lupa kalau saat ini berada di kamar yang seharusnya tidak dipijak. Kamar Bagas dan Anin tentunya. Namun, Jonan bisa bernapas lega karena sampai Anin terlelap sosok Bagas tetap tidak muncul.
“Aku akan memilikimu. Pasti,” kata Jonan saat sudah berdiri.
Hampir saja Jonan memberi kecupan di kening, tapi Jonan buru-buru tersadar dan segera angkat kaki.
Baru beberapa langkah menjauh dari pintu kamar Anin, Jonan mendengar suara langkah seseorang menaiki anak tangga. Nampaknya sedang berbicara di telpon.
“Iya, besok aku pasti datang. Kamu nggak usah khawatir. Dadah, emmmuah!”
Jonan terperanjat mendengar kata penutup panggilan itu. Jonan yang sedang berdiri di depan tralis pembatas tepian lantai dua, hanya sekedar melirik hingga Bagas sampai di lantai dua.
“Dari mana kamu?” tanya Jonan pias.
“Tentu saja dari kantor. Memangnya dari mana lagi,” jawab Bagas enteng. Bagas sama sekali tidak menoleh ke arah Jonan, melainkan masih menatap layar ponselnya sambil cengengesan.
“Apa kau pergi dengan Ela lagi?” tanya Jonan.
Pertanyaan tersebut tentunya sontak membuat Bagas menoleh. “Apa maksudmu?” pekik Bagas.
“Tidak ada maksud apa-apa, aku hanya sekedar bertanya.”
Bagas diam. Seperti tak menemukan satu kata untuk menjawab, Bagas kembali menatap ponselnya kemudian berlalu masuk ke dalam kamar.
“Aku harus cari tahu kenapa Bagas tidak mau melepaskan Anin.” Jonan berpaling dari lantai dua dan berlari menuruni anak tangga menuju lantai satu.
Jonan berhenti sejenak di setiap ruangan yang ia tapaki. Menoleh ke kanan dan ke kiri mencari seseorang untuk diajak bicara.
“Jonan,” tegur Mama. “Kamu cari siapa?”
“Eh, Mama,” pekik Jonan. “Aku lagi cari papa. Apa di rumah?” tanya Jonan kemudian.
“Papa sedang di ruang kerjanya,” jawab Mama.
Tak berkata lagi, Jonan melempar senyum kemudian berlalu meninggalkan mama.
“Kenapa dia?” gumam Mama. “Nggak biasanya cari papa.” Mita menaikkan satu alisnya sebelum berlenggak ke arah dapur.
“Papa,” panggil Jonan ketika sudah masuk ke ruang kerja papa.
“Jonan?” kata papa setengah terkejut. “Tumben?”
Jonan tersenyum lalu duduk sofa. Papa yang penasaran, tentunya juga ikut duduk.
“Ada apa?” tanya papa. “Apa ada masalah?”
Jonan menggeleng. Jonan kemudian duduk dengan melipat satu kakinya di atas sofa menghadap ke arah papa. “Aku hanya ingin bicara dengan papa.”
Papa mengerutkan dahi. “Bicara? Soal apa?” tanya papa.
“Sedikit sensitif sih ...” Jonan mengerutkan sebagian wajahnya sambil menautkan dua jari. “Tapi aku penasaran. Hehe.”
Papa mengerutkan dahi lagi. “Apa sih? Kamu jangan buat papa penasaran?”
Jonan berdehem sekali, kemudian mulai bicara. “Apa papa menjodohkan Bagas dengan Anin?”
Papa refleks mengatupkan bibir rapat-rapat dengan pandangan lurus tanpa berkedip beberapa saat ke arah Jonan.
“Kenapa tiba-tiba kamu tanya begitu?” tanya papa kemudian.
KAMU SEDANG MEMBACA
Suami Kedua #Tamat
RomanceWarning!! Hanya untuk pembaca di atas umur 20 tahun. Mohon Bijak! (21+) Menghadapi pertengkaran di saat malam pertama, bukanlah hal yang diinginkan setiap pasangan pengantin baru. Anindhiya Saputri, atau biasa dipanggil Anin, terpaksa mengalami hal...