Satu bulan sudah berlalu sejak peresmian Bagas. Tak ada yang berbeda dari sebelumnya. Bahkan sandiwara cinta masih terus berlanjut sampai detik ini. Bedanya, kian hari Bagas semakin menjauh dari Anin. Bisa dikatakan, Anin hanya bertemu Bagas saat sarapan pagi dan menjelang tidur.Anin tak peduli akan hal itu sekarang. Setelah Jonan terus mengganggu Anin hampir setiap hari, Anin sampai-sampai lupa kalau statusnya saat ini masih menjadi istri Bagas. Bukan berarti Anin berselingkuh dengan Jonan, melainkan Anin hanya lebih sering menghabiskan waktu bersama Jonan.
Tidak ada ikatan khusus di antara mereka terkecuali masih sebatas saudara ipar.
“Kalau mama tanya, bilang saja aku sedang ada urusan bisnis sampai malam,” kata Bagas sebelum berangkat kerja.
Anin cukup mengangguk saja. Sejujurnya Anin sudah malas berhadapan dengan Bagas. Bagas terlihat aneh dan selalu terlihat seperti sedang merencanakan sesuatu. Entah ini hanya perasaan Anin, atau memang begitu adanya. Anin tidak bisa memastikan.
Setelah Bagas berangkat, Anin segera membersihkan kamarnya. Menata seprei kemudian mengangkat keranjang berisi baju kotor ke lantai santu. Itu yang selalu Anin lakukan. Anin tidak terlalu menuntut para pembantu untuk membatunya. Selama bisa, Anin akan lakukan sendiri.
“Sini, aku bantu,” tawar Jonan yang langsung menangkap keranjang dari posisi depan.
Sebenarnya Jonan tak berniat membantu, tapi Jonan melihat langkah kaki Anin yang tidak pas saat menuruni anak tangga di bagian akhir. Jadi, Jonan secepat mungkin maju dan menangkap keranjang itu.
“Tidak usah,” tolak Anin sambil menarik keranjang itu lagi. “Aku bisa sendiri.”
Anin melengos kemudian berjalan melewati hadapan Jonan.
“Nanti sore aku mau nonton, kamu mau ikut?” tanya Jonan sambil berjalan mundur.
Tak menoleh, Anin sibuk menurunkan baju-baju kotor ke dalam mesin cuci. “Nggak. Aku nggak suka bepergian.”
Jonan berdecak lantas merebut keranjang yang masih menyisakan beberapa helai pakaian kemudian menaruhnya di atas lantai. “Ayolah! Aku tidak ada teman.” Jonan Memohon.
“Enggak!” hardik Anin sambil melotot.
Jonan menyugar rambut sambil mendesah. “Dasar nggak asik.”
“Minggir! Aku mau mandi.” Anin mendorong tubuh Jonan ke samping. “Kamu juga sebaiknya mandi. Badanmu sangat bau.”
Anin cekikikan sambil berlari menaiki anak tangga. Melihat itu, senyum Jonan seketika mengembang sempurna. Jonan merasa telah berhasil membuat Anin tidak terlihat sedih lagi. Dan kemungkinan harapan Jonan mendapatkan Anin akan lebih besar.
“Jonan!” panggil mama tiba-tiba.
“Eh mama?” pekik Jonan. “Mama nggak ke salon?” tanya Jonan.
“Nanti siang. Di sana sudah ada karyawan mama.”
Jonan membulatkan bibir.
“Kemari, ikut mama!” Mama menarik lengan Jonan menuju taman belakang. “Mama mau bicara sama kamu.”
“Apa sih, Ma?” Jonan duduk di kursi kayu sesuai arahan mama.
KAMU SEDANG MEMBACA
Suami Kedua #Tamat
Lãng mạnWarning!! Hanya untuk pembaca di atas umur 20 tahun. Mohon Bijak! (21+) Menghadapi pertengkaran di saat malam pertama, bukanlah hal yang diinginkan setiap pasangan pengantin baru. Anindhiya Saputri, atau biasa dipanggil Anin, terpaksa mengalami hal...