17. Acuh

1.7K 97 4
                                    


Makan malam berlangsung tanpa kehadiran Bagas. Hingga menjelang malam, Bagas juga tak kunjung pulang. Tidak ada yang curiga karena setelah semua selesai makan, mereka segera masuk kamar untuk istirahat.

Keluarga ini memiliki bisnis masing-masing, jadi akan jarang ada waktu untuk sekedar begadang malam. Lebih baik gunakan waktu untuk tidur.

Hingga keesokan paginya, Anin tak menjumpai sosok Bagas di dalam kamar. Sepertinya semalam memang Bagas tidak pulang.

Sampai di lantai bawah, semua penghuni rumah nampak sudah tidak ada. Semalam mama sempat bilang kalau akan pergi ke rumah seseorang untuk merias wajah pengantin. Kalau papa, memang sudah biasanya pergi sekitar pukul tuju pagi.

“Apa sudah berangkat semua, Bi?” tanya Anin pada Bibi Niah.

Bibi Niah yang sedang menyapu teras rumah lantas mengangguk. “Nyonya berangkat pagi sekali tadi. Kalau Tuan, beliau baru saja berangkat.”

Anin manggut-manggut. Saat hendak kembali masuk ke dalam rumah, mobil Bagas terlihat masuk ke garasi. Anin pun diam dan berniat menunggu.

“Kamu sudah pulang, Mas?” sapa Anin.

Bagas menaiki teras rumah tanpa menoleh sedikitpun ke ara Anin. Anin berbalik badan dan memandangi langkah Bagas yang kian menjauh masuk ke dalam. Setelah tak terlihat, Anin tak peduli lagi dan bergegas memilih pergi.

Hari ini Anin hendak menemui Nana. Nana bilang, dia sedang cuti dua hari. Jadi, bisa Anin gunakan untuk jalan-jalan bersama sekedar mencari hiburan.

“Mau kemana dia?” seseorang di atas balkon mengetahui Anin pergi mengendarai mobil. “Dia pergi saat suaminya pulang. Tumben nggak di sambut?”

Jonan kembali masuk ke kamar. Penasaran dengan kemana Anin hendak pergi, Jonan bergegas mandi dan berencana menyusul Anin.

“Kamu di mana, Na? Masih di rumah kan?” tanya Anin saat telpon tersambung. Anin mencengkeram bundaran setir dengan satu tangan.

Laju mobil ia lajukan dengan sedikit melambat supaya tidak terlalu bahaya.

“Aku sudah di dekat taman kota. Aku jemput kamu sekalian.”

“Oke. Aku tunggu di rumah.”

Sambungan sudah terputus, Anin meletakkan ponsel di atas pangkuan. Sampai di rambu-rambu lalu lintas, Anin ambil jalur kiri menuju kompleks perumahan Nana.

Di sana, di teras rumah, Nana sudah siap dan berdiri menunggu Anin. Begitu mobil Anin sudah menepi di halaman, Nana berlari kecil kemudian masuk ke dalam mobil.

“Maaf, lama ya?” tanya Anin.

“Nggak kok. Aku juga baru keluar dari rumah,” sahut Nana.

Setelah Nana memakai sabuk pengaman, Anin kembali melajukan mobilnya.

“Kita mau kemana?” tanya Nana.

Anggun nampak berpikir. “Enaknya kemana ya? Senggaknya bisa membuat otak terasa fress.”

“Em, bagaimana kalau kita ke tempat karaoke saja.” Nana menyarankan. “Kita bisa nyanyi-nyanyi sepuasnya kan.”

Suami Kedua #TamatTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang