"Ketahuilah, sesungguhnya kehidupan dunia itu hanyalah permainan dan senda gurauan, perhiasan dan saling berbangga di antara kamu serta berlomba dalam kekayaan dan anak keturunan, seperti hujan yang tanam-tanamannya mengagumkan para petani; kemudian (tanaman) itu menjadi kering dan kamu lihat warnanya kuning kemudian menjadi hancur. Dan di akhirat (nanti) ada azab yang keras dan ampunan dari Allah serta keridaan-Nya. Dan kehidupan dunia tidak lain hanyalah kesenangan yang palsu."
(QS. Al-Hadid 57: Ayat 20)
Namanya Hilma Siti Fatimah. Seorang gadis yang beranjak dewasa dan dibesarkan oleh kedua orang tuanya, yaitu Aisyah Fatimah dan Hilal Akbari. Sebuah keluarga yang dipandang orang sangat taat akan ajaran agama. Terlihat dari Hilal, seorang pegawai di salah satu Bank Syariah dan guru mengaji di masjid dekat rumahnya, sedangkan Aisyah istri yang aktif mengikuti kajian islami. Mau ke luar Kota pun ia ikut. Tentunya bersama rombongan jamaah lainnya.
Namun, siapa sangka kedua orang tua dengan latar belakang baik dan terpandang, ternyata anak tunggalnya itu jauh terbalik akan sikap mereka. Hilma dari kecil memang diharuskan bergaul dengan beberapa anak lelaki, mengingat di perumahan sana jarang memiliki anak gadis. Jadi, mau tidak mau, sedikit demi sedikit sikap dan gaya penampilan mengikuti teman bermainnya. Kecuali menutup rambut panjang hitamnya, berhasil dibujuk oleh Aisyah agar ditutupi oleh kain bernama kerudung.
Sayang, tidak sesuai keinginan ibunya. Hilma dengan caranya sendiri, agar tidak mengganggu aktivitas bermainnya, selalu menarik ujung kerudung yang menutupi dada menjadi di atas dadanya. Melingkari leher mungil. Katanya, agar tidak menghalangi saat bermain kelereng. Sungguh, jawaban macam apa itu? Lambat laun, Aisyah bisa menerima, tetapi nyatanya kebiasaan Hilma sampai menginjak remaja.
Bahkan tidak seperti gadis lainnya. Karena bergaul dengan lelaki, Hilma di usia sebelas tahun sudah mahir mengemudikan motor gede milik temannya yang sangat berbeda jauh umurnya. Bukan hanya motor gede, motor balap, sampai motor gunung pun sudah Hilma rasakan guncangan dan berakhir tabrakan. Namun, tidak bisa dihentikan dengan gampang. Setelah menguasai macam-macam motor, salah satu temannya mengajak Hilma mengemudikan mobil.
Sekali lagi, tanpa diketahui kedua orang tuanya. Sayangnya itu tidak lama dinikmati Hilma karena lagi-lagi seseorang berhasil memergoki dan memberitahukan kepada ayahnya.
"Kamu ini, anak gadis! Tidak bisakah bersikap manis, ha?" sentak ayahnya, di saat Hilma dengan baju kusam dan penuh keringat dipaksa pulang oleh ibunya, waktu itu dia masih duduk di bangku kelas delapan MTS.
Hilma yang mendapat teguran sama seperti biasanya hanya bisa menunduk dalam. Ujung kerudung yang diikat ke belakang leher terasa menghimpitnya. Melihat kelakuan anaknya itu Aisyah segera menarik kerudungnya agar menutupi dada.
"Berapa kali ibumu bilang, Nak ... tutup dadamu itu," ucap Aisyah, ia selalu berucap lembut mengingatkan anaknya.
Hilma mengerucutkan bibirnya sambil melihat dada yang belum tumbuh seperti teman-temannya di kelas. "Punya Hilma masih rata, Ibu, jadi tidak masalah."
Balasan polos Hilma membuat Aisyah dan Hilal geleng-geleng kepala. Mereka sangat lelah hanya mengurus satu anak saja. Namun, jangan banyak-banyak mengeluh karena Tuhan sudah menitipkan malaikat kecil bernama Hilma untuk mereka didik, besarkan sebagai manusia yang berakhlak mulia. Bukan hanya diteriaki agar baik saja, tetapi lupa bagaimana cara mendidik dengan benar.
Ternyata nasihat lama yang diungkit kala kesalahan dibuat membuat Hilma tidak sekali pun berubah. Setelah ke luar dari MTS bukannya masuk MA dia memilih ke SMA katanya, mengikuti temannya. Karena waktu itu Hilma memang sangat agresif enggan dibantah, Aisyah pun luluh mengikuti keinginan anaknya, padahal Hilal marah besar. Mengingat di MTS pula Hilma sudah barbar, bagaimana di SMA? Mungkin akan terbawa teman-teman lainnya.
Ketakutan itu terjadi, tetapi bukan mengikuti teman perempuan di kelasnya. Penampilan Hilma memang masih sama, celana levis robek-robek, kerudung diikat ke belakang leher, topi menjadi kebiasaannya karena panas matahari. Semenjak masuk SMA pula Hilma selalu memakai motor miliknya, di mana cara membeli dan merayu ayahnya butuh tujuh hari tujuh malam. Entah untuk ke berapa kalinya, Hilma terjerumus ke lingkungan anak laki-laki.
Dia yang mahir mengendalikan semua jenis motor, masuk menjadi anggota geng motor! Bahkan sempat diangkat menjadi ketua, tetapi tidak lama karena ayah dan ibunya langsung tahu. Kebiasaan pulang jam sepuluh malam, nyatanya bukan ada tugas mendadak atau di malam minggu hanya bergosip ria dengan teman. Bukan, nyatanya Hilma bertaruh nyawa demi memenangkan taruhan bersama geng lain.
Berakhirlah, Hilma memenangkan sebuah motor balap yang dia inginkan. Pulang dalam keadaan bahagia atas kemenangan, tetapi tidak di saat berada di depan rumah.
"Astagfirullah, Gusti ... ini anak gadis? Kau ini kenapa, Hilma!"
Ayahnya yang menjadi penghambat masuk rumah dengan motor barunya. Hilma memberikan kuncinya, lalu tersenyum lebar tidak merasa bahwa dia bersalah malam itu. Karena tepat pukul dua dini hari baru selesai keluyuran. Masih dengan kebiasaannya, levis hitam, topi hitam, kerudung segi empat hitam, dan hoodie putih yang terlihat kumal.
"Hilma menang, Yah, kasih ucapan selamat napa?"
Itulah Hilma, selalu memberikan lelucon agar ayahnya tidak marah besar. Tidak lama Si Bobi datang, seekor kucing kesayangan Hilma kembali menyelamatkan keadaan. Hilma menggendongnya lalu berhasil masuk dengan selamat ke dalam rumah, sedangkan ibunya sudah tidur terlelap di kamar. Menjadi pembalap di komunitas geng motor dilakoni Hilma sejak awal masuk SMA. Dari sana pula, Aisyah dan Hilal sepakat akan memasukkan anaknya ke pesantren setelah kelulusan.
Bukan kuliah atau bekerja seperti yang diinginkan Hilma. Sekarang kebebasan yang dirasakan Hilma harus sirna. Selain menjadi seorang pembalap muda dan langka karena perempuan, Hilma juga terkenal mahir dalam permainan otak dan kedua jarinya. Menari cepat memenangkan permainan online. Lagi, waktu yang habis sia-sia itu membuat Aisyah mengelus dadanya.
"Kalo subuh, tadarus, Nak ...."
Hilma hanya mendongak sekejap, lalu kembali dengan permainannya. Katanya, dia akan mendapatkan uang setelah menjadi pemenang di permainan itu. Tentunya Aisyah percaya, mengingat anaknya itu setiap hari membeli peralatan motor untuk memodifikasi, hasil balapannya. Kadang ada prasangka bahwa Tuhan tadinya akan memberikana anak lelaki kepada Aisyah, tetapi tidak jadi.
Akhirnya, lahirlah Hilma yang tomboi ini. Mengupil dengan tenang lalu telunjuk bekas yang masuk ke liang kenikmatan itu berakhir menempel di bajunya sendiri. Aisyah menggeleng lemah, mengapa anaknya bersikap benar-benar seperti lelaki? Melihat kembali tumpukan baju di lemari, setelan gamis sekali pun belum Hilma kenakan. Semua levis dan baju kaus yang dikenakan hasil uangnya sendiri. Dari permainan game dan hasil balapan.
Hingga hari yang dinanti pun datang. Hilma yang masuk jurusan IPS bukan salah satu lulusan terbaik. Sedikit kecewa, tetapi Aisyah dan Hilal sadar mereka sudah salah dan lalai mendidik Hilma yang terbiasa dengan bolos, main dengan laki-laki. Kini, akan mereka rubah. Memenjarakan Hilma di jeruji suci, bernama pesantren. Tidak seperti siswa lainnya yang memilih berfoto dengan teman lain. Hilma memilih nongkrong dengan teman seperjalanan.
Membicarakan masa depan siapa yang akan menjadi ketua geng motor selanjutnya. setelah kepulangan Hilma dari tempat tongkrongan, ayah dan ibunya duduk manis di ruang tamu, menghadap sebuah kertas terpampang jelas nama Pesantren Al-Fikri. Di sana, sudah terisi nama santri yang akan didaftarkan yaitu Hilma Siti Fatimah lulusan SMA. Seketika tangan Hilma yang menggenggam topi putih, lemas dan terlepas.
"Maksudnya gimana, nih? Hilma mau kerja, Yah, Bu."
KAMU SEDANG MEMBACA
Ustaz Pondok Kepergok Cinlok [COMPLETED ✔️]
Teen FictionPINDAH KE DREAME Persahabatan yang terjalin tidak mampu membongkar rahasia kecil dari salah satu keempatnya. Karena terbungkus senyum kecil mempesona, irit bicara dan tidak peduli saat berpapasan dengan lawan jenis. Intinya menghindari pandangan, ta...