"maka berbicaralah kamu berdua kepadanya (Fir'aun) dengan kata-kata yang lemah lembut, mudah-mudahan dia sadar atau takut."
(QS. Ta-Ha 20: Ayat 44)
Hal biasa seorang santri mempertanggungjawabkan kesalahannya di depan semua penghuni Al-Fikri menciptakan fakta yang menyebar dengan cepatnya. Kali ini, sang pelanggar hanya sendirian berdiri tegak diterangi terik matahari tanpa halau. Hilma. Santriwati baru si pelanggar itu, ketiga temannya tak percaya. Saat Umi Maryam memberikan ribuan pertanyaan tentunya tertuju kepada Intan dan Rahma saja.
Mengingat sosok Zahra sedang tidak di pesantren saat Hilma melakukan aksinya. Hanya keduanya saja menjadi saksi kebohongan Hilma, tapi tidak menceritakan kelanjutan soal penunggu toilet. Karena mereka baru sadar, bahwa Hilma berhasil mengelabui ketiganya dengan mengalihkan pembicaraan.
Sanksi yang menemukan dan melapor kepada Umi Fitri diam-diam mengintai. Menurut keterangan yang didapat, baru satu minggu Hilma menimba ilmu di pesantren. Mengartikan, bahwa gadis tersebut tidak baik. Ustaz Hasbi memicingkan matanya, tidak asing gadis yang mendapat hukuman di sana.
"Dia berbuat apa?" tanyanya, sontak Rizwan menoleh.
"Ada di pembatas wilayah santri, tepatnya ujung pondok," jelasnya.
"Melakukan apa?"
Rizwan menghela napas. "Kata, umi sih lagi gak ngapa-ngapain, tapi siapa pun si pelanggar dipastikan akan memberikan jawaban pasaran itu."
Ustaz Hasbi mengangguk paham, lalu mengucap salam sebelum pergi meninggalkan teman dekatnya itu. Lebih tepatnya, bagi Hasbi, Rizwan adalah saudaranya sendiri. Setelah sosok Yusuf sang kakak yang memilih membesarkan pesantren Al-Akbar milik keluarga Nisa istrinya. Dulu, jauh sebelum menikah sosok kakaknya itu paling diagungkan dalam keluarga Al-Fikri.
Membuat Hasbi yang sudah berpikir dewasa semakin kesal akan kehadirannya. Datangnya Rizwan menjadikan keluh kesahnya terbagi. Terasa hilang beban di pundaknya itu. Beruntungnya setelah Yusuf berkenan memilih mengikuti sang istri, daripada membesarkan Al-Fikri menjadikan Hasbi pewaris selanjutnya.
Barulah kehidupannya terasa nyata. Saat rumah sepi tanpa canda dari anak kecil atau penghibur humoris seperti kakaknya. Datanglah sang adik kecil bernama Zahra. Awalnya Hasbi kembali takut, kedua orang tuanya pilih kasih. Namun, nyatanya Zahra seperti layaknya santriwati lain, dengan otak encernya yang membuat Umi Fitri takjub. Sekali lagi, Hasbi semakin malas hanya masuk ke rumahnya saja.
Menghabiskan waktu di dalam pondok bersama teman lainnya, menjadi hal biasa sampai sekarang. Walaupun jabatannya sebagai pewaris, tapi ia tetap disamaratakan apa pun yang didapatkannya.
"Aku masih gak percaya, Rah, jadi kemarin sore Hilma bohong gitu?"
Rahma mengelus bahu Intan. "Gak papa, aku yakin Hilma bakal belajar dari kesalahan," jawabnya tenang.
Sosok Zahra terlihat mendekat, membawa sebuah surat dari Umi Maryam. "Kalian harus percaya, Hilma bisa lewatin hukumannya. Tersisa tinggal dua puluh menit lagi."
Selembar surat diserahkan kepada Intan. "Aku ada urusan sama, umi. Tolong, berikan kepada Hilma untuk diisi."
Intan menatap kertas putih tercoret tina penuh rangkaian aksara. "Sebagai perjanjian, agar Hilma tidak kembali melanggar peraturan."
Dari kejauhan tubuh Hilma mulai gemetar, menandakan tak ada lagi tenaga yang harus ia keluarkan. Selama lima jam! Pandangannya mulai kabur, pepohonan rindang yang memberikan kesan segar menjadi warna kehitaman. Pintu rumah Kiai nampak bergoyang-goyang. Papan nama di depan dada bertuliskan Si Pelanggar mengikuti gerakan gemetar kedua kaki Hilma.
KAMU SEDANG MEMBACA
Ustaz Pondok Kepergok Cinlok [COMPLETED ✔️]
Teen FictionPINDAH KE DREAME Persahabatan yang terjalin tidak mampu membongkar rahasia kecil dari salah satu keempatnya. Karena terbungkus senyum kecil mempesona, irit bicara dan tidak peduli saat berpapasan dengan lawan jenis. Intinya menghindari pandangan, ta...