14. Vain

577 72 18
                                    

Pagi itu jauh sebelum So Eun terbangun, Sehun sudah berbaring telungkup dengan memandangi sehelai rambut So Eun yang baru saja ia dapati tidak jauh dari bantal miliknya. Ia tersenyum tanpa ia sadari dan menggulung sehelai rambut itu pada jari telunjuknya. Ia memandangi dan memainkan sehelai rambut itu cukup lama, tidak bisa menahan rasa kagumnya pada sehelai rambut yang terpisah dari sipemiliknya. Sementara sipemilik rambut itu masih tertidur pulas dan Sehun dengan puas memandangi wajah itu.

"Kupikir ini karena kau mirip kakakmu, tapi ternyata tidak." Sehun kemudian kembali menumpu lengannya dan mendaratkan pipinya disana. Dengan posisi telungkup yang sama ia memilih memandangi So Eun. "Aku menyukaimu karena itu dirimu."

Sehun menunduk dengan air mata yang menetes bebas tanpa menyentuh pipinya. Ia ingat betapa tenang paginya hari itu dan dengan seketika berubah membiru seperti ini. Sedari tadi ia sudah berdiri memandangi ranjang dingin putranya sambil memikirkan wanita lain dan perasaannya pada wanita itu. Jujur saja Sehun tidak yakin bahwa So Eun bisa selamat setelah memberikan satu ginjalnya pada Juno, karena tidak seorangpun pendonor yang masih bertahan sampai hari ini. Inilah alasan mengapa Sehun tidak pernah percaya bahwa Tuhan ada, sebab ia selalu dibiarkan memilih apa yang paling penting dalam hidupnya.

Ia ingat betul ketika ia dimintai memilih bersembunyi seumur hidupnya atau ikut dengan ayahnya yang bahkan tidak mau menganggapnya ada. Kemudian seiring berjalannya waktu, ia dimintai memilih antara istrinya atau putranya, dimana pilihan itu jatuh pada Juno. Sekarang, ia harus memilih putranya  yang membuatnya kian sempurna atau orang yang memperkenalkannya kembali pada sebuah kebahagiaan. Ia tidak bisa melakukan apapun. Karena ia seorang ayah, ia memilih putranya lebih dari apapun, meski jauh didalam dirinya ia lebih memilih dirinya untuk ditukarkan dengan dua nyawa itu.

Sehun memilih pulang kerumah malam itu untuk mengurus berkas-berkas perjanjiannya dengan So Eun. Ia sudah menyiapkan segalanya dan hanya membutuhkan So Eun untuk membubuhkan tanda tangannya sebelum mereka menjadi resmi sebagai suami-istri dalam tanda kutip "tidak sah secara hukum" esok pagi.

Ia mengetuk pintu kamar So Eun sebelum memasuki kamar wanita itu. Ia merasa sudah sepenuhnya menjadi pecundang ketika ia masih berani menghadap So Eun setelah segala hal yang telah ia lakukan pada wanita itu.

"Kau belum tidur?" Sehun memandangi So Eun yang masih duduk ditepi tempat tidur. Ia yakin wanita itu tidak bisa tidur. "Aku membawa berkasnya..."

"Apa bisa aku menolaknya?" So Eun memandang Sehun dengan sendu. Ia sudah memikirkan banyak hal sejak tadi, dan mengambil kesimpulan bahwa bila ia memeras pria itu, dia tidak ada bedanya dangan orang-orang yang ia benci seperti ayah Sehun sendiri.

"Maafkan aku... aku tidak bisa kehilangan Juno sekarang."

"Jadi kau akan terus memaksaku, bukan? Sekalipun kukatakan tidak."

Sehun menghembuskan nafas pelan dari bibirnya yang bergetar kecil menahan rasa bersalahnya. Ada banyak  hal yang ingin ia ceritakan, ada banyak kata yang ingin ia utarakan, ada banyak perasaan yang ia ingin So Eun mengerti. Tapi kata maaf adalah apa yang bisa keluar dari mulutnya saat itu. "Maaf..."

"Apa yang kau ingin aku lakukan besok? Haruskah aku mengenakan gaun atau semacamnya?"

"Kita hanya akan mengurus perjanjian, kita tidak bisa menikah secara hukum."

"Letakkan saja kertasnya diatas nakas, aku akan menandatanganinya nanti."

"Jika ada hal lain yang ingin kau tambahkan, katakan saja padaku."

...

"Delapan puluh persen? Bukankah aku meminta empat puluh persen?"

"Delapan puluh persen bahkan tidak cukup, aku bisa memberi semuanya padamu jika kau mau. Semuanya bahkan tidak juga cukup, Juno adalah prioritasku." Sehun menyetir dengan lugas, beberapa kali ia menggulum bibirnya terlihat khawatir namun pembawaanya masih tenang.

Right PuppetTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang