Araninda, gadis itu sangat bersemangat di hari pertamanya menjadi murid paling senior di SMA Harsa. Bahkan, ia bangun lebih pagi dari biasanya. Berangkat bersama kedua sahabat sekaligus tetangga, Jay dan Doni.
Akan tetapi, masa senior tingkat ketiga yang Ara pikir jauh lebih indah, ternyata jauh dari ekspektasi. Sekarang saja, ia dan kedua laki-laki tengah berdiri di halaman sekolah memandang sekeliling dengan prihatin.
Dedaunan dan sampah-sampah berserakan di mana-mana. Wajar saja, akhir-akhir ini angin sangat kencang. Walaupun mungkin sudah dibersihkan berulang kali oleh petugas kebersihan.
Ketiganya kompak menghela napas panjang. "Kayaknya hari pertama masa SMA gue diawali dengan membersihkan sekolah bersama," ucap Doni dramatis.
"Gue turut prihatin. Ayo! Kami anter ke kelas!" ajak Ara.
"Woi! Lo semua cepet minggir!"
"Lo minggir, woy!"
"Lo juga!"
Terdengar teriakan dari arah belakang mereka bertiga. Ara berhenti melangkah dan berbalik penasaran dengan apa yang terjadi.
"Ra, minggir!" Masih suara dari orang yang sama.
Ara, Jay, dan Doni membelalak terkejut, refleks Jay dan Doni mundur satu langkah. Sementara Ara dengan bodohnya mematung di tempat dan hanya mengerjapkan matanya.
Semua yang dikhawatirkan akhirnya terjadi. Laki-laki yang berteriak minggir ke semua orang dengan menggunakan skateboard itu jatuh menindih Ara.
Doni dan Jay membelalak terkejut. "Astaga! Kalian baik-baik aja?" Jay bergegas menghampiri mereka.
"Heh! Cepetan bangun!" pekik Ara mendorong lelaki itu sekuat tenaga membuat si lelaki merintih kesakitan karena terjungkal.
Lelaki itu mengumpat pelan. Perlahan ia beranjak bangun.
"Woi! Lo sengaja? Mau nyari kesempatan dalam kesempitan, 'kan? Dasar nyebelin! Suka banget nyari masalah sama gue!" Ara memukul lelaki itu tanpa ampun.
"Heh! Lo tuh yang budeg, gue udah teriak minggir!" balasnya tak kalah emosi, tak terima disalahkan oleh Ara.
Ara menatap lelaki itu dengan sengit. "Apa?! Lo nyalahin gue? Lo pikir nggak kaget apa? Lo tiba-tiba aja muncul! Bilang aja lo mau cari masalah sama gue! Oke, siapa takut!" tantang Ara sambil berkacak pinggang.
"Ck! Banyak alasan! Bilang aja otak lo lambat mikir!" sahut lelaki itu tak mau kalah.
Sementara itu, Jay hanya bisa menghela napas, ia sudah maklum dengan hubungan Ara dan lelaki itu yang tidak pernah akur. Mereka selalu bertengkar tiap harinya bahkan untuk hal-hal kecil. Sedangkan Doni, ia hanya melongo bingung, tidak mengerti. Doni tahu Ara adalah sosok perempuan yang galak, tetapi ia habis pikir dengan kejadian tadi.
"Don, kenapa bengong?" Seruan Jay membuyarkan lamunan Doni.
"Hah? Eh, mereka ke mana?" Ia baru sadar Ara tidak ada lagi di sana.
"Dia duluan ke toilet bersihin bajunya. Ayo gue anter ke kelas!"
Di koridor, bagai melihat pangeran lewat, para murid perempuan khususnya tengah menatap Jay dan Doni dengan kagum.
"Oh, ya, cowok tadi siapa?" tanya Doni. Jay tersenyum penuh arti.
"Lo bakal tau sendiri nanti," ucap Jay misterius.
***
Setelah mengantar Doni ke kelas, Jay mendapati Ara tengah berdiri di depan mading dengan tangan mengepal erat, wajahnya memerah menahan emosi.
Ara sudah terlanjur dongkol pada lelaki tadi, sekarang harus menerima kenyataan bahwa dirinya dan lelaki itu sekelas.
Jay menghampiri, menepuk pundak Ara. "Lo kenapa?"
"Cowok tengik ini! Sekelas dengan kita!" Ara menunjuk sebuah nama–Arya–lelaki yang menabraknya tadi.
"Udahlah, mau gimana lagi? Setiap tahun emang gitu, 'kan?" ucap Jay menenangkan Ara, merangkul pundak Ara dan mengelus lembut rambut gadis itu.
"Semua kejadian pasti ada hikmahnya, oke?"
Ara menatap Jay bingung karena lelaki itu tiba-tiba berkata bijak. "Maksud lo?" Jay hanya menggedikkan bahunya dan tersenyum penuh arti.
"Ayo!"
Masih dengan rangkulannya, Jay membawa Ara masuk ke kelas. Namun, sebelum Jay melangkah, ia melirik ke arah mading lagi ke tulisan nama seseorang, memastikan kalau ia memang tidak salah lihat. Jay tersenyum penuh arti.
Tanpa mereka sadari, ada seorang gadis tengah menatap mereka dengan tatapan kecewa, sedih, dan cemburu? Tampak ia menghela napas panjang.
"Lita!" panggil seorang laki-laki, dia adalah Mark, salah satu sahabat Ara dan Jay juga. Lita berjengit kaget.
"Ada apa?" sahutnya datar.
"Kak Hana nyariin kamu. Kamu disuruh ke ruang OSIS."
Lita mengangguk mengerti tanpa menyahut ucapan Mark, kemudian berlalu begitu saja di hadapan lelaki itu.
Lo bahkan nggak senyum sama sekali ke gue, batin Mark.
***
Di kelas barunya, Ara tengah sibuk mondar mandir ke sana kemari, menduduki satu per satu kursi. Rupanya, ia sedang mencari posisi yang pas agar tidak ketahuan kalau ia tertidur nanti.
Jay hanya geleng-geleng kepala melihat kelakuan sahabatnya itu.
"Ah, kayaknya di sini tempat strategis," gumamnya, mengangguk mantap.
Saat Ara akan beranjak menghampiri Jay sekaligus mengambil ranselnya, seorang murid laki-laki masuk membuat Ara membeku seketika.
To be continued.
Author's Note:
Hai, semua! Ini cerita baruku, masih bagian dari A to A series. Selamat berkenalan dengan Ara dkk. Cerita ini remake dari fanfic lama.
KAMU SEDANG MEMBACA
A to A Series: Aral
Teen FictionAraninda, seorang gadis 17 tahun yang begitu mengagumi Alwin Prasetya. Sudah setahun lebih Ara nge-bucin Alwin, sejak punya pacar sampai putus dengan pacarnya. Seiring berjalannya waktu, Ara mulai bingung, apakah perasaannya hanya rasa kagum atau le...