Part 9 (Friendzone)

2 0 0
                                    

Mark membawa Ara ke perpustakaan, ia celingukkan memastikan tidak ada orang di tempat tersebut.

"Mark, ada apa, sih?" tanya Ara yang kebingungan karena cowok itu tiba-tiba membawanya pergi.

Mark melepaskan cekalannya di tangan Ara. Tanpa sadar, memegang tangan gadis itu terlalu erat.

"Ra, gue baru inget hari ini Lita ulang tahun!" ucapnya, terlihat menyesal karena melupakan ulang tahun gadis yang disukainya itu.

Ara menghela napas. Ternyata itu permasalahannya.

"Ckck ... Mark, kalau begini caranya lo bisa keduluan cowok lain," omel gadis itu. Ia masih heran karena sampai sekarang Mark belum berani menyatakan perasaannya pada Lita.

"Nanti aja ngomelnya, bantu gue dulu milih hadiah!" Mark menggoyang-goyangkan tangan Ara.

"Oke, deh, gue bakal bantu, tenang aja!"

Mark tersenyum lebar. "Beneran?" Ara mengangguk mantap. "Jadi, gue harus beli apa dong?"

"Barang, maksud lo? Hei, gue yakin dia udah punya semuanya," sahut Ara. Mengingat Lita berasal dari keluarga berada. Gadis itu kemudian melanjutkan ucapannya, "Bukan barang, Mark, sesuatu yang spesial."

Mark mengernyit, tanda tidak mengerti dengan maksud Ara.

"Jangan bilang lo nggak ngerti?" Ara menebak, ia mengernyit curiga. Sedetik kemudian, Mark menyengir lebar. Tebakan Ara sangat tepat.

"Trus, gue harus ngapain?"

Ara tersenyum penuh arti, tidak menyahut pertanyaan---meminta saran---dari Mark barusan.

***

"Cepetan, Mark!" seru Ara pada Mark yang tengah berjalan jongkok menyusun batu-batu kecil membentuk ... love?

"Selesai!" Mark berdiri dan tersenyum puas melihat karyanya.

"Cepetan bawa Lita ke sini sebelum dia pulang!"

Ara menggoyangkan lengan Mark tidak sabar.

"Lo aja gimana? Gue takut---"

"Astaga! Kan lo yang punya kepentingan!" sahut Ara gemas, setengah kesal.

Mark menghela napas berat, lalu mengangguk.

"Fighting, Mark!" Ara sedikit mendorong Mark pergi.

Akhirnya Mark melangkahkan kakinya. Ara tersenyum di tempatnya, berharap sahabatnya itu berhasil.

***

Senyum tak pernah hilang dari wajah Mark, ia melangkah dengan semangat menuju kelasnya yang juga kelas Lita.

Mark melangkah masuk ke kelasnya, tetapi hanya menyisakan Darren seorang diri.

"Ren, lo liat Lita nggak?"

"Kalo nggak salah denger, sih, dia pergi latihan cheers, kenapa emangnya?" jawab teman sebangku Mark tersebut.

"Oh, ya? Oke, deh, gue bakal ke sana. Btw, kenapa lo masih di sini?"

Darren tersenyum penuh arti, tidak menjawab pertanyaan Mark.

"Nggak papa, kok." Jawaban Darren membuat Mark mengernyit.

"Yaudah, terserah lo. Gue duluan!"

Darren mengangguk, walaupun Mark telah berlari keluar kelas.

***

Mark tersenyum senang melihat Lita di ujung koridor. Beberapa meter di depan Lita ada Jay yang sepertinya ingin pergi ke ruang melukis, klub baru yang Jay ikuti.

A to A Series: AralTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang