Seusai menghadap Kepala Sekolah, Hamiz, Ara, Arya, dan Yuna menjalankan hukuman di ruang BK untuk menulis surat permintaan maaf.
"Huh, ini gara-gara lo!" omel Arya pada Ara membuat gadis itu langsung menatap sengit.
"Lo bener-bener nggak sadar kesalahan lo, Tuan Muda? Jelas-jelas lo nggak bisa main skateboard tapi malah main di tempat umum seperti tadi!" semprot Ara.
"Lo aja yang nggak denger pas gue teriak!"
"Kalian bisa diem nggak?!" Hamiz menggebrak meja menghentikan perdebatan tidak penting kedua makhluk itu. "Kapan selesainya kalau kalian berdebat terus?"
Ara dan Arya diam, tetapi masih saling melempar tatapan tajam.
***
Entah berapa lama mereka menulis surat permintaan maaf, yang pasti kini sudah waktunya makan siang.
Ara, Hamiz, dan Yuna menghampiri teman-teman mereka di kantin. Setelah Ara dan Arya berpisah, kini giliran Hamiz dan Yuna yang bertengkar, apalagi kalau bukan karena Yuna tidak minta izin lebih dulu ke Hamiz perihal artikel itu.
"Hai, semua!" sapa Mark. Mereka yang semeja dengan Hamiz dan Yuna bersyukur karena Mark datang, secara tidak langsung menghentikan perdebatan keduanya.
Ara tersenyum dan membalas sapaan Mark. "Oh, ya, kenapa kalian dipanggil?" tanya Mark yang tidak tahu apa-apa, rupanya ia juga tidak membaca berita.
"Lo nggak tau, Mark? Hari ini ada kejadian luar biasa," sahut Tio. Mark mengernyit bingung. "Mau tau nggak? Seru loh!" Tio menggerak-gerakkan kedua alisnya.
"Lo nggak usah tau, Mark! Jangan dengerin Tio!" sahut Ara.
Melihat ekspresi garang Ara, Mark mengurungkan niatnya untuk mencari tahu. "Okay," sahut Mark kemudian.
Akhirnya, mereka hening menikmati makanan masing-masing. Walaupun sesekali Ara mengomel pada Tio karena terus saja menggoda Ara dengan membahas kejadian tadi pagi.
"Ra, lo suka banget pakai celana olahraga, ya?" celetuk Willy tiba-tiba karena sejak tadi hanya jadi tim menyimak. Ara sontak melihat ke arah kakinya.
"Astaga! Dari tadi ke mana-mana sampai ke ruang kepala sekolah gue pakai celana olahraga?!" seru Ara. Semua temannya mengangguk mengiyakan.
Ara menepuk dahinya, lalu meringis pelan. "Gila, malu-maluin aja," lirih Ara, sedetik kemudian terdengar suara tawa Tio dan Rian.
Hari ini, mungkin menjadi hari paling sial karena Ara terus saja menjadi bahan ejekan teman-temannya.
***
Setelah makan siang selesai, Ara dan Alwin menjalankan tugas mereka untuk merekrut anggota baru klub sepak bola.
Ara berjalan dengan canggung di samping Alwin, sesekali ia melirik cowok itu. Alwin hanya berjalan dengan tenang sepatah kata pun.
"Alwin," panggil Ara pelan, Alwin menghentikan langkahnya dan menoleh. "Nggak perlu berhenti, sambil jalan aja!"
"Oke. Jadi, ada apa?" sahut Alwin, mulai memelankan langkah kakinya.
"Nggak penting, sih, tapi aku cuma pengen tau, kapan pemilihan ketua OSIS yang baru?"
Ara bertanya hal itu karena Alwin adalah ketua OSIS yang masa jabatannya akan berakhir sebentar lagi.
Walaupun terlihat susah bersosialisasi, dingin, dan tidak banyak bicara, Alwin adalah seorang ketua OSIS.
"Belum ada calonnya. Apa kamu mau merekomendasikan seseorang?"
Ara sedikit terkejut karena Alwin tiba-tiba meminta pendapat darinya.
KAMU SEDANG MEMBACA
A to A Series: Aral
Teen FictionAraninda, seorang gadis 17 tahun yang begitu mengagumi Alwin Prasetya. Sudah setahun lebih Ara nge-bucin Alwin, sejak punya pacar sampai putus dengan pacarnya. Seiring berjalannya waktu, Ara mulai bingung, apakah perasaannya hanya rasa kagum atau le...