Ara berangkat lebih pagi dari biasanya tidak bersama kedua sahabat karibnya, Jay dan Doni. Ditambah hari ini adalah jadwal piketnya.
Ruang ganti klub sepak bola menjadi tempat pertama yang ia datangi, meletakkan barang-barang yang dibeli kemarin bersama Alwin.
Omong-omong tentang kemarin, gadis itu benar-benar bahagia saat mengingatnya. Anggap saja itu kencan pertama dengan Alwin.
Oh, bukan!
Bukankah mereka sekarang sahabat? Itu berarti jalan-jalan bersama 'sahabat' saja.
Ara selesai dengan tugasnya, ia menutup kembali pintu ruangan tersebut, lalu melangkah menuju kelasnya.
Para murid lain belum berdatangan, Ara benar-benar seperti penjaga sekolah. Bahkan ia datang tepat penjaga sekolah baru akan membuka gerbang.
Saat akan masuk ke kelasnya, Ara melihat salah murid yang ia kenal---mantan teman sekelas---baru keluar dari kelas sebelah.
Cowok tinggi itu terlihat kesulitan membawa tumpukan buku yang menghalangi pandangannya.
"Wildan!" panggil Ara. Cowok bernama Wildan itu memutar tubuhnya, ia tidak bisa melihat siapa yang memanggilnya.
"Siapa? Ara, ya? Gue nggak liat," sahut Wildan menebak dengan benar. Bagaimanapun, ia hafal dengan suara gadis itu.
Ara tersenyum mendengar ucapan Wildan. "Iya, ini gue," sahut Ara sambil mengambil beberapa buku dari tangan Wildan, kini wajah cowok itu akhirnya kelihatan. "Lo mau ke perpus?"
"Hooh, mau kembaliin buku-buku ini, hari ini gue piket."
"Oh, ya? Wah, kebetulan banget gue hari ini juga piket. Kalau gitu, gue bantu bawa ini ke perpus, sekalian ngambil buku paket juga."
"Oke, makasih, Ra!"
***
Kembali dari perpustakaan, Ara dan Wildan melanjutkan membersihkan kelas masing-masing. Omong-omong soal piket, Ara ditugaskan bersama Tio. Kata Ara, lebih baik sendiri daripada piket bersama Tio, sungguh tidak ada gunanya. Cowok itu akan lebih banyak mengeluh daripada bekerja.
Teman-teman sekelas Ara satu per satu berdatangan, termasuk Jay yang masuk bersamaan dengan Rian dan Willy, tidak lama kemudian disusul dengan Hamiz dan Yuna.
Mereka memberi semangat–setengah mengejek–pada Ara karena partner piketnya adalah Tio. Ara yang sudah kesal karena Tio tak kunjung datang bertambah kesal karena ejekan teman-temannya itu.
Dua puluh menit kemudian, Ara selesai mengerjakan tugasnya kemudian membereskan sapu, ember beserta alat pel. Dan, partner piketnya itu tak kunjung datang sampai sekarang.
"Kayaknya si Tio sengaja, deh," gerutu Ara sambil berlalu keluar kelas untuk mengembalikan alat pel beserta ember tersebut ke gudang. Baru selangkah dari kelas, ia melihat Tio baru tiba, wajah cowok itu terlihat bahagia.
"Woi, Tio!" teriak Ara membuat cowok itu terlonjak kaget, melihat ember di tangan Ara, Tio baru ingat sekarang ia sedang piket.
"Mampus gue!" Tio berbalik dan berlari kabur dari Ara.
"Woi, mau ke mana lo?!"
Ara meletakkan ember dan alat pel tersebut dan berlari mengejar Tio yang berlari sangat kencang dan tanpa sadar masih memegang sapu di tangan kanannya.
"Tio, stop! Jangan kabur, woi!" teriak Yoora murka, ia tidak peduli para murid lain tengah menatapnya heran.
"Gue bakal berhenti, kalau lo berhenti juga!" sahut Tio di sela-sela larinya.
KAMU SEDANG MEMBACA
A to A Series: Aral
Teen FictionAraninda, seorang gadis 17 tahun yang begitu mengagumi Alwin Prasetya. Sudah setahun lebih Ara nge-bucin Alwin, sejak punya pacar sampai putus dengan pacarnya. Seiring berjalannya waktu, Ara mulai bingung, apakah perasaannya hanya rasa kagum atau le...