Part ini agak panjang. Selamat membaca!
***
Saat pelajaran ke dua, guru Matematika memberikan tugas berkelompok dua orang karena beliau ada urusan mendadak.
Ara langsung menghampiri Jay dan meminta satu kelompok dengan sahabatnya itu. "Maaf, ya, Hamiz," ucapnya tak enak pada Hamiz sebagai partner duduk Jay.
"Santai aja, nggak perlu minta maaf," sahut Hamiz tersenyum, mengambil alat tulisnya, lalu beranjak menuju tempat duduk Ara.
Ara menghela napas panjang. Jay langsung tahu bahwa ada yang tidak beres dengan sahabatnya itu.
"Apa yang terjadi?" tanya Jay to the point.
"Nggak papa, lagi nggak mood aja," lirih Ara menelungkupkan wajahnya di meja.
Jay menepuk-nepuk pelan punggung sahabatnya itu, lalu berkata, "Ceritakan semuanya ke gue nanti, oke? Sekarang kita harus selesaikan soal-soal ini."
Ara mengangkat kepalanya dan mengangguk setuju. "Oke."
***
Alwin tidak pergi ke kantin saat istirahat seperti teman-temannya yang lain, justru sedang berada di atap membiarkan wajahnya diterpa semilir angin. Wajah tampan itu terlihat gelisah. Alwin beberapa kali menghela napas panjang.
Setelah Ara keluar dari kelas, Jay menghampiri Alwin dan duduk di kursi Ara. "Bang, Ara lagi galau tuh karena tau lo lihat kejadian kemarin di perpus. Lo tau 'kan gimana perasaannya?" ucap Jay. Alwin terdiam mendengar ucapan Jay.
Jay melanjutkan ucapannya, "Jangan bersikap seolah lo nggak liat kejadian kemarin, Bang. Bicaralah sama dia, oke?"
"Aku mengerti. Aku bakal nyari dia."
Jay akhirnya tersenyum lega. "Makasih, Bang."
Alwin mengembuskan napas dengan kasar. Ia memang tidak seharusnya terlibat dan tidak mengiyakan permintaan Jay. Harusnya ia bersikap seolah tidak tahu apa-apa seperti dahulu, bersikap seolah-seolah tidak tahu Ara menyukainya dan tidak memerdulikan gadis itu.
Namun, perlahan Alwin sedikit tertarik dan memperhatikan Ara entah sejak kapan, melihat tingkah gadis itu yang kadang konyol, lucu, serius, dan sering berdebat dengan Tio itu membuatnya tidak bisa bersikap tidak acuh lagi.
Tingkah Ara menjadi hiburan bagi Alwin yang sudah muak dengan kisah hidupnya sendiri. Mungkin memang tidak bisa dikatakan Alwin menyukai Ara, tetapi gadis itu membuat hidup Alwin lebih berwarna. Ia memejamkan matanya lalu mengembuskan napas panjang.
***
Alwin kembali ke kelasnya dan mendapati Ara duduk di kursi sebelahnya kembali. Ada kelegaan di dalam hatinya karena sempat berpikir Ara akan bertukar duduk dengan Hamiz selamanya.
Tanpa disadari, Alwin mulai membawa hatinya di setiap kejadian yang berhubungan dengan Ara.
***
Iatirahat ke dua, para murid tengah menikmati makan siang mereka masing-masing di kantin. Terlihat wajah Ara masih murung dan hanya mengaduk-aduk makanannya.
"Ra, lo kenapa, sih?" tanya Jihan heran karena tiba-tiba sahabatnya itu diam.
"Nggak papa, lagi bosen," sahut Ara singkat.
"Bosen?" tanya Jihan tak mengerti. Ara mengangguk lemah.
Ara tiba-tiba meletakkan sendoknya. "Gue udah nggak laper." Gadis itu beranjak pergi dari tempat duduknya.
"Woi! Lo mau ke mana?" seru Jihan. Ara tidak menyahut.
"Biarin aja dia sendiri dulu," ucap Jay. Jihan mengangguk mengerti.
KAMU SEDANG MEMBACA
A to A Series: Aral
Teen FictionAraninda, seorang gadis 17 tahun yang begitu mengagumi Alwin Prasetya. Sudah setahun lebih Ara nge-bucin Alwin, sejak punya pacar sampai putus dengan pacarnya. Seiring berjalannya waktu, Ara mulai bingung, apakah perasaannya hanya rasa kagum atau le...