sembilan

221 64 61
                                    

"Untuk mereka yang saat ini ada, belum tentu untuk hari esok masih tetap ada."

°•°

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

°•°

Selesai melakukan kewajiban umat muslim Rezvan dan Melva dengan segera bersiap-siap untuk sekolah. Setelah siap dengan peralatan sekolah Melva segera menyiapkan sarapan untuk dirinya dan Rezvan.

"Ayah sama Bunda jadi pulang nanti?" tanya Melva.

Rezvan menggeleng. "Mana gua tau."

Sepi, sarapan dengan kesunyian lalu segera berangkat untuk mencari ilmu. Saat di perjalanan tiba-tiba hujan turun dengan deras. Sepertinya musim hujan akan segera datang. Rezvan dan Melva mau tidak mau harus berteduh terlebih dahulu.

Sudah hampir setengah jam dan hujan mulai mengecil, dua remaja berbaju putih abu itu langsung menuju sekolah. Melva memukul pundak Rezvan berkali-kali. "Kok nggak di turunin di tempat biasa?"

Melva memberikan helmnya. "Kalo ada yang liat gimana?"

Rezvan melihat sekitar. "Sepi, sana cepet ke kelas."

Melva menggaguk dan segera menuju kelas sebelum bell masuk berbunyi. "Assalamualaikum," salam Melva saat melihat guru olahraganya itu berjalan di depannya.

"Waalaikumussalam, baru sampe kamu?" tanya guru itu ramah.

Melva tersenyum. "Hehe iya pak, sedikit telat."

Pak Fikri membalas senyum muridnya itu. "Kalo gitu cepat masuk kelas," suruhnya.

"Siap Pak, Melva duluan ya," pamit Melva. Setelah mendapat anggukan dari sang guru Melva segera berlari menuju kelas.

Sudah hujan, akan terlambat dan sekarang tulang ekor Melva mencium lantai sekolah yang super mulus itu. "A-aaduh s-ssakit banget."

Melva berusaha berdiri dan berusaha menahan sakitnya itu. Belum sempat berdiri ada tangan yang dengan sigap membantu Melva, Melva menoleh melihat siapa yang membantunya dan tersenyum saat melihat orang itu.

"Thanks, hehe."

"Ngapain lari-lari si Mel? Lu 'kan bisa jalan biasa aja," ucap orang itu.

"Takut keburu ada guru," jawab Melva dengan sedikit meringis saat merasakan sakit lagi.

"Kalo rame 'kan lu yang malu Mel, untung cuma gua yang lewat," kekehnya.

"Nggak usah ketawa Gio," kesal Melva. Iya, orang itu Gio sang ketua kelas IPA 2.

Gio berhenti tertawa lalu kembali menuntun Melva menuju kelas yang sudah terlihat. "Lagian kayak anak TK aja pake kepeleset," ejek Gio.

Our SecretsTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang