Happy Reading
**
Stella berdecak kagum saat beberapa daun terbang karena tertiup angin hingga akhirnya terjatuh ke tanah. Matanya berkeliaran menatap hamparan bunga mawar berbagai macam warna yang tersaji di depan matanya.Gadis itu berbalik, menatap Lintar yang tengah berbaring dengan santai di atas kap mobilnya. "Lintar, ini tempat apa?"
Lintar mendengus, "pemakaman."
Stella mengerucutkan bibirnya, berjalan mendekati Lintar dengan kaki yang ia hentakkan. "Ayo, jawab, ini tempat apa? Kenapa banyak bunga mawar di sini?"
"Diem."
Stella menghela nafas panjang, memilin ujung rambutnya dengan pandangan mata yang kembali pada hamparan bunga mawar itu.
"Lintar, dari semua mawar yang ada di sini kamu bakal kasih aku mawar warna apa?"
Lintar mengerutkan keningnya, "kenapa gue harus kasih lo mawar?"
"Ya enggak apa-apa dong, aku kan cuma nanya. Setiap warna bunga mawar itu punya arti tersendiri kalau kamu kasih ke orang lain."
"Lo mau warna apa?"
"Ihh, kenapa malah nanya ke aku sih."
"Ribet, anjir." Lintar bergumam malas.
"Ayo, jawab!" Stella nyaris berteriak sangking kesalnya.
"Merah."
Pipi Stella merona, menatap Lintar dengan malu-malu. "Merah, beneran?"
Lintar menaikkan sebelah alisnya, "kenapa?"
"Kamu tau arti bunga mawar merah?" Tanya Stella penuh harap.
"Buat apa gue harus tau?"
"Terus kenapa kamu jawab merah, hah?!" Stella rasanya ingin menangis sekarang juga. Kepalanya terasa mendidih karena kesal. Jika di film kartun mungkin sudah banyak asap yang mengepul dari atas kepalanya.
Dengan malas Lintar duduk tegak, tangannya menarik lengan Stella hingga berdiri di hadapannya.
Jantung Stella berdegup kencang, parfum milik Lintar memenuhi indra penciumannya. Apalagi tangan kekar itu berpindah kebagian pipinya.
Ibu jari Lintar bergerak mengusap pipi Stella, menghantarkan sengatan listrik pada keduanya. "Alasan gue jawab merah karena pipi lo ini selalu merona. Kenapa lo selalu bereaksi kaya gini?"
"K-kenapa... Lintar?" Tanya Stella gugup.
"Lo keliatan lebih cantik."
**
Daffi menghela nafas panjang, menyenderkan punggungnya di sofa ruang keluarga, matanya menatap layar televisi dengan malas. Menghiraukan Kakek Agusto yang sejak tadi berada di sampingnya, duduk tenang menikmati secangkir kopi pahit.
"Masih muda kok setres," komentar Kakek Agusto acuh.
Daffi melirik, menghela nafas panjang lagi. "Udah tua kok banyak gaya."
KAMU SEDANG MEMBACA
Lintar : an Ability [New]
Teen Fiction[ New Version ] Menurut Stella, Lintar itu seperti bunglon. Lintar dengan bola mata hitamnya selalu menatap dingin. Lintar dengan bola mata hitamnya selalu cuek terhadap orang lain. Dan Lintar dengan bola mata hitamnya tidak pernah menganggap kehadi...