15. Apartemen

2.1K 245 88
                                    

Happy Reading bestiii

**

Saat kecil dulu Lintar selalu berpikir menjadi dewasa pasti menyenangkan. Ia bisa pergi sendiri tanpa supir yang mengantar, pulang malam tanpa rasa takut dengan hantu seperti yang selalu ia bayangkan dulu, dan bisa membeli apapun sendiri tanpa uang orang tua.

Tapi, Realita tak semanis ekspetasi. Menjadi dewasa itu melelahkan, mental tidak kuat ujung-ujungnya stres. Dunia orang dewasa tidak semenyenangkan itu, tidak sesimpel itu, dan tidak sekeren itu.

Disini mental di uji, keimanan di uji, dan ada perasaan yang selalu di korbankan. Bukan hanya tentang cinta, pertemanan, pekerjaan, keluarga, tapi juga tentang dunia yang harus kita taklukan.

Kini masa kecil terasa seperti surga dunia bagi orang dewasa. Dimana ia hanya akan menangis saat ketahuan mencontek, bukan menangis karena susahnya mencari pekerjaan. Dimana dulu hanya sedih karena mainan kita rusak, bukan sedih karena cinta.

Dulu Lintar masih dapat merasakan hangatnya pelukan ibu, jokes Ayahnya yang sama sekali tidak lucu. Dan Lintar ingin kembali ke masa kecilnya, sebelum ia kehilangan semuanya.

Tapi masih ada masa depan yang harus ia hadapi. Masih ada waktu yang panjang untuk ia jalani.

Terbangun di tengah malam karena mimpi buruk, bunga tidur yang selalu menjadi perusak mood setiap pagi.

Lintar kembali terbangun di tengah malam, nafasnya tidak beraturan, keningnya dipenuhi keringat.

"Argh!" Lintar berteriak, tangannya mengepal kuat.

"Lo lemah bangsat! Jangan cengeng, lo keliatan menyedihkan Lintar!" Lampu tidur diatas nakas jatuh setelah Lintar melemparnya.

Makian terus Lintar ucapkan untuk dirinya sendiri setelah tetesan demi tetesan air mata keluar. Sesuatu seakan memukul dadanya hingga terasa sesak, Lintar benci dengan ini semua.

Lintar yang lemah.
Lintar yang menyedihkan.
Lintar yang kesepian.

Dengan sedikit tergesa-gesa ia membongkar laci nakas. Kemudian mengambil sebutir obat penenang dan menelannya tanpa pikir panjang.

Perlahan nafasnya mulai teratur, jantungnya mulai berdetak normal.

Lintar turun dari tempat tidur, mengambil kaos dari dalam lemari. Jam di ponselnya menunjukkan pukul 3 pagi, ia lanjutkan dengan memakai sepatu dan mengambil kunci mobil kemudian keluar dari kamarnya.

Suasana rumah terlihat sangat sepi, kesempatan bagus untuk keluar. Lintar menutup pintu berukuran raksasa itu dengan perlahan, ia melirik cctv yang terpasang di pojok yang menghadap langsung kearahnya. Lintar tersenyum miring, melambaikan tangan kemudian pergi.

Satpam rumah terjaga mendengar suara mobil Lintar, takut-takut maling yang masuk.

"Den Lintar? duh, apo maling yo? Sopo kui, huduk setan to?" Pria berbadan bongsor itu berjalan pelan, di tangan kirinya terdapat tongkat satpam yang terbuat dari besi.

Deruman mobil Lintar semakin terdengar, mobil merah metalik itu berhenti di depan Pak satpam. Kaca jendela mobil terbuka, visual tampan dengan rambut acak-acakan terpampang nyata.

"Saya mau keluar," kata Lintar tanpa basa-basi.

Satpam bernama Joko itu tergagap, "Den Lintar malam-malam begini mau kemana? Saya takut di marahin sama Tuan."

Lintar : an Ability [New]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang