Ch. 12 : Article

252 59 18
                                    

#Mohon maaf sebesar-besarnya untuk para pembaca yang lupa sama alur cerita ini, tolong baca ulang dari chapter pertama ya.

.

"One way to live a calm life is to not attract the attention of others."
.
.

Alunan lagu yang terputar di radio terdengar begitu menyedihkan, seakan musim gugur tahun ini dipenuhi oleh begitu banyak kenyataan pahit. Aku menghela napas pelan, menatap beberapa mobil yang berlalu mendahului sebelum akhirnya berhenti ketika lampu lalu lintas berubah menjadi merah.

Berbagai pikiran terlitas di dalam kepalaku. Menyadari bahwa kehidupan ini tak seindah drama ataupun novel pada umumnya.

"Ada masalah?" tanya Jimin yang duduk di kursi kemudi.

Aku menoleh padanya dan tersenyum tipis. "Apa terlihat seperti itu?"

Jimin balas tersenyum. Tangannya bergerak dan menempelkan jarinya tepat di dahiku. "Kau tidak berubah sejak enam tahun yang lalu. Menyenangkan melihatmu yang selalu mudah ditebak."

Aku menyingkirkan tangannya. "Apa itu pujian?"

"Anggap saja begitu."

"Ah, gomawo. Kau memang teman baikku," sahutku sinis.

Ia tampak bangga. "Tentu saja."

Lihat orang itu, kebahagiaannya itu sangat aneh, bukankah seharusnya ia tersindir dengan ucapanku barusan? Jujur saja, terkadang aku sedikit meragukan kewarasannya.

Tak lama setelah itu, lampu lalu lintas berubah menjadi hijau. Jimin segera melajukan mobilnya.

Melihat pria di sampingku terus tersenyum, tampaknya memang hari ini adalah hari yang baik untuknya. Entah apa yang terjadi, tapi ia terlihat sangat bahagia.

Namun setelah aku memikirkan hal tersebut. Jimin tiba-tiba bertanya, "Hana-ya, apakah ada seseorang yang kau sukai?"

"Huh?" beoku meragukan.

"Kurasa temanku menyukaimu. Ia terus menanyakan hal tentangmu akhir-akhir ini," jelasnya.

Aku mengerutkan dahi. "Nugu? Kurasa tidak ada orang yang memperhatikanku selama ini." (Siapa?)

Jimin terkekeh geli. "Mana mungkin kau sadar akan hal seperti itu, kau kan tidak pernah peduli."

Aku mendengus kesal. Tidak ada niatan untuk membalas ucapan menyebalkannya itu.

Begitu mobil mulai memasuki area kampus, aku melihat Sana dan beberapa temanku yang tampak serius sekali berkutik dengan ponsel mereka.

"Kurasa ada yang menarik," ucapku sebelum menepuk bahu Jimin. "Tolong berhenti di depan sana."

Jimin menurut dan menghentikan mobilnya dekat taman kampus, di mana ada beberapa kursi yang biasa digunakan untuk menikmati waktu luang. Aku segera turun dan berlari menuju Sana, mengabaikan Jimin yang berteriak tak jelas padaku.

Begitu langkahku mulai mendekati mereka, Sana tiba-tiba menoleh dan menatapku heboh. "Hana, kau sudah membaca artikel kampus hari ini?"

"Belum," jawabku sembari menggeleng pelan.

Gadis itu menarik tanganku dan menunjukan sebuah artikel di ponselnya. Kupikir aku akan membaca berita terbaru dari seorang senior tampan yang menang di sebuah pertandingan. Namun rupanya berita kali tampak biasa saja sebelum akhirnya aku menemukan namaku tertulis jelas di artikel tersebut.

Mataku membelalak. "Mwoya ige?!" (Apa ini?)

Mendengar suaraku barusan, sontak beberapa orang di sekitar kami langsung menoleh. Berbagai ekspresi tercetak jelas di wajah mereka.

Magic TrainTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang