Ch. 07 : Did You See That?

550 126 37
                                    

"If you pay close attention, you will find many strange things in this world."
.
.

Helaan napas keluar dari bibirku untuk yang kesekian kalinya, kelopak mataku menyipit karena rasa kantuk. Ditambah suara menggema seorang pria paruh baya di depan sana, semakin membuatku tak tahan.

Aku menyangga kepalaku yang terasa berat dengan tangan kiriku sambil berpura-pura membaca buku agar tidak terlihat bahwa aku sedang memejamkan mata.

"Hana-ya, kau bisa ditegur profesor jika posisimu begitu," tegur Sana, seorang mahasiswa asal Jepang yang mendapat beasiswa di universitas ini.

Aku hanya mengangguk lemah.

Sudah dua minggu aku menjalani hari yang membosankan. Bahkan saat hari pertama masuk kuliah minggu lalu, aku sama sekali tidak bersemangat.

Ditambah rasa kecewaku karena mendengar jawaban yang tidak mengenakkan hati.

Jadi beberapa hari yang lalu aku memutuskan untuk bercerita pada ibu dan juga Jimin tentang kereta yang aku lihat. Tapi tidak ada satupun dari mereka yang mempercayaiku. Meski aku sudah meyakinkan mereka dan menceritakannya secara detail, semuanya berkata bahwa mungkin saat itu aku sedang bermimpi.

Menyebalkan sekali. Ini membuatku sedikit frustasi dan terganggu setiap saat. Aku jelas melihat kereta itu dan aku tidak bermimpi.

Hampir satu jam berlalu dan akhirnya suara profesor yang menyudahi pertemuan kali ini terdengar menggema bersamaan suara beberapa orang yang mulai berkemas.

Aku menghela napas kasar, membuat Sana menatapku cemas. "Masih mengantuk?"

"Sedikit," jawabku lemas.

Aku ingin segera pulang dan beristirahat. Akhir-akhir ini aku sering merasa cepat lelah.

Sana membantuku memasukkan beberapa buku ke dalam tas. Selama seminggu ini ia selalu menempel padaku, ia tampak tak memiliki teman dan terlihat sedikit canggung jika bertemu orang lain. Namun jika bersamaku ia selalu ceria dan tingkahnya begitu lucu. Gadis itu membuatku merasa nyaman berada di dekatnya.

Saat aku dan Sana berjalan ke luar gedung menuju parkiran, aku dapat melihat Jimin yang asik memainkan ponselnya sambil bersandar di mobilku. Kali ini ia memakai mantel berwarna coklat berukuran cukup besar, namun hal itu justru terlihat sangat cocok untuknya.

"Jimin-ah!" panggilku.

Ia menoleh dan tersenyum hingga hanya menyisakan garis tipis di matanya.

"Sudah selesai?" tanya pria itu.

"Eum. Kenapa kau di sini?"

Senyumnya semakin melebar. "Memastikan kau akan langsung pulang dan tidak tertidur di kelas."

Aku mendengus. Sejak kapan Park Jimin jadi ikut campur dalam kehidupanku? Sepertinya sikap baikku padanya akhir-akhir ini terlalu berlebihan.

Menyadari ekspresi wajahku, tiba-tiba ia tertawa.

"Aku bercanda," ucapnya. "Aku menunggu Sana karena tahu kalian akan ke sini bersama."

Sontak Sana yang sedari tadi diam jadi terkejut. Ia menatap Jimin tak percaya. "Kau mencariku? Ada apa?"

Jimin mengendikkan bahunya. "Temanku ingin bertemu."

"Siapa?"

"Taehyung."

Jimin menunjuk seorang pemuda yang berdiri dekat lampu taman. Ia memakai masker dan menatap lurus ke arah kami. Sana terdiam sejenak sebelum akhirnya ia mengangguk mengerti.

Magic TrainTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang