Ch. 03 : Again

673 163 73
                                    

"If I become a princess, all I want is one.
That is you must be my prince."
.
.

Suara riuh sudah menjadi ciri khas Myeongdong, ratusan pengunjung berdesakkan memenuhi jalanan layaknya lautan manusia. Para pedagang street food pun tampak sedikit kewalahan melayani para pelanggannya.

Aku tergopoh-gopoh menjauhi keramaian menuju parkiran dengan kedua tangan yang penuh makanan. Berlari kecil menghampiri adikku yang tertawa di dalam mobil berwarna silver.

"Buka!" ucapku kesal saat sampai. Ia membuka pintu mobil sembari tertawa begitu keras.

Kusodorkankan beberapa bungkusan berisi makanan padanya. Membuat pemuda itu kegirangan dan membuka salah satunya dengan semangat.

"Aku hampir menangis karena tidak menemukanmu. Kupikir kau hanyut terbawa oleh mereka," jelasku sembari memasang sabuk pengaman.

Jungkook terkekeh. "Mianhae. Aku kehilangan noona di sana, jadi aku kembali saja ke mobil." (Maafkan aku)

Beberapa saat yang lalu aku hampir kehilangan kewarasanku karenanya. Air mataku hampir mengalir saat kulihat di sekitar hanya ada orang asing dan tidak ada Jungkook. Aku khawatir ia akan terjebak di antara lautan manusia dan hilang begitu saja. Namun di tengah kekhawatiran itu, ia dengan santainya menelpon dan berkata, "Noona, aku menunggu di mobil. Terlalu ramai. Beli makanan yang banyak, ya."

Perlu diketahui, Jeon Jungkook itu makhluk kudisan menyebalkan yang pernah kutemui.

"Ayo pulang," sahutku geram.

"Sebentar," jawabnya dengan mulut yang penuh dengan Bungeoppang. (Kue berbentuk ikan berisi kacang merah)

Jungkook segera memasukkan kembali makanannya ke dalam kantung plastik dan mulai melajukan mobilnya.

Jalanan tampak begitu ramai, anak-anak remaja tampak asik bercanda satu sama lain, begitu juga dengan beberapa pasangan. Mereka sibuk berbelanja dan membeli barang berbentuk lucu.

Aku sangat iri. Seharusnya aku juga bisa melakukan hal seperti itu meski tidak punya kekasih. Aku bisa mengajak Jungkook, tapi adikku ini sepertinya tidak punya rasa kasih sayang sama sekali. Bisa-bisa ia menghabiskan seluruh uangku untuk membeli apapun yang ia inginkan. Oh, jangan lupakan fakta bahwa beberapa menit yang lalu ia baru saja meninggalkanku di tengah keramaian. Jeon Jungkook terlalu buruk.

Namun tampaknya lain cerita jika pria yang kuajak adalah si tetangga sebelah. Putra dari nyonya Kim itu jelas sekali orang yang ramah, sosoknya masih tercetak jelas diingatanku. Suara yang lembut, tubuh tinggi, bahu lebar, juga wajah yang tampan. Dan jangan lupakan bibir ranumnya yang tampak begitu menggoda.

Akan jadi sebuah kebahagiaan jika aku berkencan dengan Kim Seokjin. Membayangkan kami berdua pergi ke sebuah pantai di Busan, menghabiskan waktu sepanjang hari di sana. Dan begitu matahari terbenam, kami saling bergandengan lalu mendekat satu sama lain, kemudian—wait, STOP!

Apa yang baru saja kupikirkan?!

Kutepuk dahiku beberapa kali, mencoba menghilangkan pikiran yang ada di otakku. Terasa sedikit perih, kurasa akan sedikit berwarna kemerahan di sana.

Sial, sejak kapan aku punya pikiran kotor seperti ini?

"Sudah mulai gila?" celetuk seorang pemuda di sisi kiriku.

Aku menoleh, Jungkook tampak tersenyum geli. "Apa yang kau pikirkan?"

"Tidak ada," jawabku bohong. Tidak mungkin aku mengatakan hal kotor yang barusan aku pikirkan padanya, mau diletakkan di mana harga diriku?

Magic TrainTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang