Ch. 05 : Hug

628 151 36
                                    

"I feel happy when I see you smiling by my side."
.
.

Daun-daun kering beterbangan karena angin yang berhembus kencang, membuat jalanan tampak dipenuhi oleh warna kuning.

Sang mentari pun masih tertutup awan seperti biasanya, sama sekali tidak memberi kehangatan di tengah-tengah suhu dingin yang terasa menusuk kulit. Hal ini membuat jari-jari tanganku membeku dan terpaksa memakai mantel saat pergi ke minimarket.

Aku berjalan santai di jalan menuju rumahku dengan tangan yang membawa kantong plastik berisi selai cokelat dan ramyeon. Sesekali bersenandung kecil, menyanyikan lagu yang akhir-akhir ini sering kuputar.

Meski begitu, pikiranku sedikit melayang. Mengingat gadis bergaun putih dari kereta semalam. Aku terus memikirkan hal itu hingga tidak bisa tidur.

Begitu terlarut akan kejadian semalam, kesadaranku pun kembali begitu terdengar suara debaman pintu.

Aku menoleh ke kiri, menemukan Seokjin yang menunduk dan tampak kesal di terasnya. Meski dari jarak yang cukup jauh, aku dapat melihat pria itu menggenggam ponselnya begitu erat. Mungkin seseorang membuatnya kesal.

Namun tak lama setelah itu, ia mengalihkan pandangan dan melihatku yang berdiri terpaku di depan pagar rumahnya.

Aku sendiri tidak sadar bahwa langkahku terhenti dan justru berdiri di sini sembari memandanginya. Padahal beberapa langkah lagi aku sampai di rumah.

Merasa hal ini sedikit memalukan, aku hampir kembali berjalan sebelum akhirnya kulihat Seokjin berlari kecil menghampiriku dengan senyuman yang begitu indah. Ia berhenti tepat di depan pagar dengan tatapan yang fokus pada kantong plastik yang kubawa.

"Belanja?" tanyanya saat kembali menatapku.

Aku menggangguk pelan.

Ia tampak mengusap tengkuknya. "Mian, kurasa ini kedua kalinya kau melihatku membanting pintu." (Maaf)

Sontak aku tercengang. "Ah, gwaenchanha. Itu bukan sesuatu yang harus dipermasalahkan." (Tidak apa-apa)

Ya, meski sesejujurnya itu membuatku terkejut.

Lalu tatapan Seokjin kembali beralih pada benda yang kubawa, ia berkedip lucu dan berkata, "Kau beli banyak sekali ramyeon."

Aku menatap kantong plastik berwarna putih ditangan kiriku, sedikit tembus pandang dan membuat isinya terlihat. Seokjin pasti mengetahui apa yang kubawa dengan jelas.

Kupikir pria itu hanya sekedar basa-basi, namun di detik selanjutnya aku sadar bahwa ia menginginkan ramyeon yang kubawa. Ia terus menatapnya tanpa berkedip, bibirnya sedikit terbuka, dan yang lebih parah adalah, perutnya berbunyi cukup keras.

Wajahnya seketika berwarna merah padam, kaki panjangnya bergerak kikuk. Lucu sekali, pasti ia malu saat ini.

Aku tersenyum geli. "Kau mau?"

Seketika ia menatapku takjub. "Apa boleh?"

"Geureom yo. Ayo ke rumahku, kita sarapan bersama." (Tentu saja)

"Geurae," jawabnya antusias. (Baiklah)

Seokjin langsung melangkah mendekatkan diri padaku. Membuat keberanianku menciut saat mengetahui bahwa tinggiku hanya sebatas dagunya.

Ya ampun, ia tinggi sekali.

Kami akhirnya berjalan bersama, namun baru tiga langkah kami berjalan, ia kembali bertanya, "Kau suka ayunan?"

Magic TrainTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang