"There are times when you will find unexpected good things."
.
.Kakiku menginjak rem begitu benda yang kukendarai sudah sampai di depan pagar. Hari ini aku baru saja kembali dari kampus dan minggu depan sudah bisa mengikuti kegiatan sebagai mahasiswa.
Masih ada waktu untuk mempersiapkan diri sebelum hari yang mendebarkan datang.
Begitu aku bersiap untuk turun, perhatianku beralih pada seorang pria yang sibuk membersihkan daun kering di halaman rumahnya.
Sudut bibirku tanpa sadar tertarik begitu melihatnya menyentuh pinggang berkali-kali. Mungkin terasa pegal karena posisinya saat menyapu salah.
"Seokjin oppa!" panggilku saat turun dari mobil dan menutup pintunya hingga membuat suara yang cukup keras.
Pria itu menoleh, menemukanku yang kini melambaikan tangan padanya.
Seokjin lantas membalas lambaianku dan berjalan mendekati pagar kayu bercat putih yang membatasi pekarangan rumah kami. Aku pun ikut berjalan memasuki halaman dan melakukan hal yang sama, hingga kami berdua kini berdiri berhadapan dan dibatasi oleh pagar setinggi pinggang yang bawahnya dikelilingi oleh tanaman bunga.
"Hari ini libur?" tanyaku padanya.
"Eoh, meski begitu aku harus tetap bekerja di rumah," jawab Seokjin dengan senyum dipaksakan.
Aku mengangguk mengerti.
Sebenarnya selama ini aku penasaran tentang pekerjaannya. Tapi aku tidak pernah bertanya karena kupikir tidak sopan menanyakan hal itu pada orang yang baru saja kukenal dalam beberapa hari.
"Dari mana?" tanyanya.
"Kampus. Aku baru saja melengkapi berkas kepindahanku."
"Sendirian? Di mana Nyonya Jeon dan Jungkook?"
"Hari ini Eomma mengantar Jungkook untuk menguji kemampuan dan keahliannya sebelum memilih universitas."
Seokjin tampak tertarik. "Jadi Jungkook juga akan kuliah?"
"Iya, ini tahun pertamanya. Kurasa ia akan memilih seni musik. Suaranya sangat bagus saat bernyanyi," jawabku penuh semangat. "Ia juga pernah membuat beberapa lagu saat sekolah menengah."
"Itu bagus. Saat ini musik semakin populer. Ia bisa debut menjadi seorang idol," timpalnya.
Aku mengangguk menyetujui. Kalau dilihat-lihat, Jungkook juga lumayan tampan meski aku sering mengatainya buluk atau apapun itu. Ia bahkan sudah terkenal di kalangan para remaja saat di Busan. Pasti sangat cocok jika ia menjadi idol.
Begitu memikirkan Jungkook, tiba-tiba mataku membulat kaget saat melihat Seokjin melangkahi pagar dan membuat dirinya berada di halaman yang sama denganku.
Aku menatapnya tak percaya. "Kau melewati ini?!"
Ia terkekeh. "Apa tidak boleh?"
"B-bukan begitu, tapi aku terkejut karena kakimu cukup panjang untuk melangkahi pagar ini. Padahal ini cukup tinggi menurutku."
"Itu karena kau pendek," timpalnya menyebalkan. "Bukan pagarnya yang tinggi."
"Pendek kau bilang?" tanyaku geram.
Ia tersenyum. "Emang begitu, kan? Berbeda dengan tubuhku yang tinggi."
Aku mendengus. Kurasa pria di hadapanku ini memiliki tingkat kepercayaan diri yang tak terbatas. Meski yang ia ucapkan memang benar, tapi itu cukup menggelikan bagi orang yang mendengarnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Magic Train
Fanfiction[200517] Aku tahu ada yang aneh pada diriku sejak kami pindah ke rumah baru. Setiap malam terdengar suara aneh yang membuatku terbangun. Suara kereta, tepat di depan rumahku. Kupikir aku sudah gila karena tidak ada orang lain yang mendengar suara it...