Matahari sudah hampir tiba di barat saat aku kembali duduk di boncengan sepeda Ned, kami baru sana keluar dari rumah Nyonya Pott. Justin di depan sana, kudapati sedang berbicara dengan seorang pria—sepertinya berusia 30 an—yang baru saja turun dari mobil, di dalam mobil terdapat pria lain. Saat Ned membawa sepedanya melewati mereka, samar-samar kudengar tentang sebuah alamat serta tidak punya telepon genggam
Ned kini mengayuh sepedanya lagi, sekali lagi melalui jalan yang tadi pagi kami lewati. Ia dan pemuda bernama Justin itu menghabiskan waktu cukup lama untuk memasang kaca jendela baru Nyonya Pott, aku pun telah menghabiskan banyak topik untuk dibicarakan dengan wanita penuh wibawa dan kehangatan itu.
Ned tidak mengobati lukanya. Ya, luka yang timbul akibat kebodohannya sendiri itu—menabrakkan kepalan tangannya ke kaca. Ia bahkan cepat-cepat menyembunyikan tangannya ke dalam kaus tangan kerja saat Nyonya Pott tiba, menggelengkan kepalanya sembari menatapku dengan tatapan yang tak kalah misterius dari Monalisa. Kini jika kuperhatikan, ia tidak menggenggam setang sepeda sebelah kanan. Oh, kukira dia tidak bisa merasakan sakit? Rupanya bisa.
"Bisa berhenti?" Aku berucap sembari beberapa kali menepuk bahunya pelan. Laju sepeda berkurang, kami berhenti di bawah lampu jalan. Lampu itu mulai menampakkan cahaya temaramnya, semakin gelap sekitar, semakin terang lampu itu berpendar. Aku turun dari boncengan sepeda saat Ned mengistirahatkan kakinya di trotoar, segera saja meraih pergelangan tangan si pemuda. Awalnya aku berniat untuk mengobatinya di rumah, tapi ketika melihat kulit punggung tangannya robek, aku mengubur dalam-dalam niatku. Lukanya terlalu dalam, sepertinya harus dijahit.
"Di sekitar sini ada rumah sakit?" Aku yakin ekspresi wajahku cukup aneh untuk dilihat, aku khawatir tapi malu untuk bertanya.
Warna wajah Ned jadi ikut aneh, pria itu menatapku dengan dahi berkerut seperti kulit jeruk "Kenapa, kau sakit?" tanyanya. Aku cepat menggeleng. Serius, laki-laki ini bertanya apakah aku sedang sakit? Coba lihat tangannya, dia tidak menyadari robekan di atas punggung tangannya atau bagaimana? Aku kembali mempertanyakan, apakah Ned tidak bisa merasakan sakit. Ayolah, dia dalam keadaan sepenuhnya sadar saat aku meraih lengannya dan memerhatikan luka robek di sana. 'Kenapa' katanya.
"Tidak. Itu, punggung tanganmu."
"Oh, tidak apa-apa, aku baik-baik saja."
Saat mendengar ucapannya, aku jadi berniat untuk menyuruhnya meninju aspal dengan punggung tangan yang robek itu, kecuali jika dia berteriak kesakitan, pemuda ini boleh mengayuh sepeda ke arah kastil dengan tenang. Aku menatap wajah Ned dan punggung tangannya bergantian sampai dia terkekeh "Kau khawatir?" tanyanya dengan senyum miring yang menyebalkan. Kini aku merasa malu setengah mati "Baiklah, ayo. Mari kita ke klinik."
Ned menggerakan kepalanya, memerintahkanku untuk kembali duduk di boncengan. Aku menggeleng, segera menawarkan jasaku untuk mengayuh sepeda dan membawa pria ini ke klinik dengan selamat, ia bisa duduk tenang di belakang seraya menunjukkan jalan. Tak banyak perlawanan, ia hanya mengangguk dan menyerahkan setang sepedanya padaku. Syukurlah ia tidak melontarkan pertanyaan sejenis, "kau khawatir?" lagi.
"Ngomong-ngomong," suaranya dari sebalik boncengan "siapa yang memakai sweater rajut tebal di tengah musim panas?" Rupanya ia mengomentari cara berbusanaku "Kau tidak kepanasan?" Lihat siapa yang berbicara, seorang pemuda yang sedang menggunakan hoodie tebal berwarna hitam tengah bertanya apakah aku tidak kepanasan.
"Musim panas di sini 'kan tidak sepanas itu, tahun lalu suhu paling tinggi hanya sekitar dua puluh lima dejarat celsius. Aku tidak kepanasan." Seiring perjalanan kami menuju klinik, matahari mulai pergi meninggalkan sisi bumi yang tengah kami pijak, mulai mengintip langit sisi bumi lainnya. Jika dipikirkan lagi, aku menghabiskan banyak waktu di rumah Nyonya Pott, tapi aku tidak menyesal, berbincang dengan beliau begitu menyenangkan "Kau sendiri menggunakan hoodie, terlebih lagi berwarna hitam. Bukankah itu lebih panas?"
KAMU SEDANG MEMBACA
Unexpected
Misterio / Suspenso(DISCONTINUED) Niat awal Finella hanyalah menjauhkan diri dari sang Ibu untuk menghindari rasa bersalah yang menyiksanya. Eastnovus, kota kecil tempat neneknya dulu tinggal tampaknya menjadi satu-satunya solusi. Siapa sangka kota yang begitu tenang...