Bagian 1 : Selamat datang di Eastnovus

48 16 12
                                    

Suara dentingan sendok berhasil menarikku keluar dari alam mimpi, membuatku sepenuhnya kembali ke alam kesadaran. Melalui malam dengan tidur yang—tak terlalu—nyenyak rupanya bisa membuat kepala pening saat terbangun. Aku kesulitan tidur, itu masalahku sejak jaman pithecantrophus masih menghuni bumi, malam jadi hal yang mengerikan bagiku, malam hari, saat di mana keheningan terjadi. Keramaian digantikan bisikan-bisikan halus di kepala, saat berbagai pemikiran tentang beratnya kehidupan mulai berkunjung ke dalam diri, mencegahmu untuk tidur dengan tenang.


Bagaimanapun juga, ini pagi yang cerah, matahari bersinar seolah mengatakan 'halo' pada dunia. Mari mulai hari yang cerah dengan senyuman. Dan pula, hari ini aku akan pergi ke Eastnovus, memulai hidup baru di tempat yang tak pernah kukunjungi sebelumnya. Akan lebih baik jika aku memulai pagi hari dalam hidup baru dengan senyum di wajah, 'kan?

Aku melirik keberadaan ranjang berbalut sprei cokelat polos di sebelah kiriku, kosong. Meninggalkan bantal, selimut, serta guling di atas karpet bulu, aku keluar dari kamar.

Kakiku otomatis bergerak ketika otakku memerintahkan untuk pergi ke ruang makan. Aku bangga dengan otakku masih berfungsi dengan baik, si kecil ini masih bisa memerintahkan anggota tubuhku yang lain untuk melakukan sesuatu, luar biasa.

Suara stainless steel yang bertabrakan dengan keramik semakin jelas terdengar begitu aku melewati ruang keluarga, ujung mataku sempat melirik ke arah jam digital di atas televisi. Jam tujuh lewat dua puluh lima menit. Waktu yang sempurna untuk sarapan. Ruang makan dipenuhi bau makanan, tampak Mama dan Ashley—adikku terkasih—sedang duduk di kursi masing-masing dan dengan santai menyantap sosis dan telur di dalam piring. Huh, sarapan tipikal keluarga Whitlock sekali. Atau biasanya kau akan mendapatkan toast bread serta mentega dan selai.

"Pagi, Mum." Aku buka suara seiring langkah kaki membawaku untuk turut duduk di salah satu kursi yang mengelilingi meja makan. Mum hanya mengangguk sebagai balasan, mulutnya sedang sibuk mengunyah telur.

"Pagi, Ash." Kini aku melirik adikku yang tampak sibuk dengan telepon pintarnya, tersisa setengah potongan sosis di atas piring keramiknya.

"Pagi, Fin," jawabnya. Gadis itu selesai dengan telepon pintarnya, menyuapkan potongan sosis yang tersisa ke dalam mulutnya. Mengunyah dengan begitu cepat, sampai-sampai aku khawatir ia akan tersedak.

Aku baru saja ingin berdiri dan menggoreng beberapa sosis sebagai sarapan, namun Mama terlebih dahulu bangkit dan menghampiri kompor listrik di sudut ruang makan. "Jadi, apa yang akan kau lakukan di sana, Fin?" Ashley kembali buka suara, membuatku sontak menatapnya. Menaikkan kedua alis dengan ekspresi kebingungan, memberi sinyal bahwa telingaku tidak menangkap ucapannya dengan begitu baik. "Apa yang akan kau lakukan di sana?" ucap Ashley lagi.

Dengan mengatakan 'di sana', jelas saja Ashley merujuk kepada Eastnovus. Kota yang namanya terdengar seperti mantra sihir, destinasi yang dipilihkan Mama untuk rencana melarikan diri yang telah kususun. Jika hanya ada Ashley dan aku di ruangan ini, tanpa ragu akan kukatakan, "Tidak ada, lebih tepatnya tidak tahu. Aku hanya ingin pergi dari rumah ini, Ash." Mengingat keberadaan Mama, sepertinya jawaban itu bukanlah suatu hal yang baik untuk diucapkan

"Memulai hidup baru, Ash. Mungkin aku akan mencari pekerjaan."

Ashley tertawa setelah mendengar ucapanku, membuatku merasa keheranan dan Mama menggelengkan kepala, suara tawa Ashley itu menggelegar tak wajar, begitu memekakan telinga. Ia meneruskan tawanya saat melangkah menuju lemari gantung, mengambil stoples berisi gula di dalam sana, tawanya baru berhenti saat kembali duduk di dekatku "Mencari pekerjaan di Eastnovus? Mungkin menjadi penjaga kastil adalah satu-satunya pilihan, Fin." Ashley berucap sembari menunjuk cutlery holder di tengah meja makan.

UnexpectedTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang