13. Deep talk

122 17 5
                                    




"kesadaranku belum sempurna, walau tampak nyata. Aku yang berdoa dengan membentuk tanda salib didada berbeda denganmu yang mengadahkan tanganmu didepan dada"


***

happy reading 

***





"kak aku Magriban di kamar Raka aja, soalnya aku nyimpen mukenaku disana"

Selepas tontonan gratis perdebatan sengit antara Raka dan Dea, Fatimah berinisatif mengajak Alma untuk sholat Magrib, dan tepat adzan berkumandang saat keduanya memasuki kamar Tirta.

"Assalamu'alaikum"

Alma memasuki kamar Raka, tatapan utama mata Alma tertuju pada salib yang terpajang nyata di atas ranjang lelaki itu dan tak lupa jajaran miniatur patung yang tersusun rapi pada nangkas samping ranjang pria itu. Senyum Alma mengembang kala ia melihat foto mereka berukuran tak begitu besar terpajang rapi samping Alkitab ditemani pohon natal mini beserta lilin yang menghiasi nangkas tersebut.

Ini bukan kali pertama Alma memasuki kamar ini, namun untuk kali pertamanya ia memasuki kamar ini sendirian. Ada rasa gelisah terselip pada hati Alma. Dia berusaha menangkis rasa gelisah itu, namun selepas ia mengambil air wudhu rasa gelisah itu masih tetap ada.

Alma sudah memakai mukenanya, namun dia tak kunjung memulai untuk beribadah, pikirannya tertuju pada Dea, gadis rupawan yang sampai sekarang masih duduk manis berbicara dengan lelaki yang dia mulai sukai itu.

Alma menghembuskan nafas panjang, buliran bening jatuh begitu saja saat dia menundukkan kepalanya, 'astagfirullah kenapa aku nangis?' batinnya. Mungkin inilah dia mulai menyadari perasaannya pada Raka. Buru-buru dia menghapus air matanya dan menunaikan ibadah sholat Magrib.

Cklekk~

Suara knop pintu terbuka kala Alma memasuki rakaat ke-3. Raka, lelaki itu memasuki kamarnya setelah bertanya pada Fatimah dimana keberadaanya. Raka mendudukkan diri di tempat tidur selagi memandang Alma yang masih beribadah.

'aku melihat kamu mengadahkan tangan untuk meminta belas kasih Tuhanmu Al, sementara aku membentuk tanda salib didada untuk meminta belas kasih Tuhanku'.

Batin Raka terporak-parik, melamun melihat Alma diakhir ibadahnya. Balutan mukena putih berenda peach sungguh membuat dia terdasar, dinding diantara kalian adalah Tuhan kalian sendiri.

"Rakaa.."

Suara lembut Alma membuyarkan lamunan Raka, sementara Raka hanya tersenyum dan menepuk kasur disampingnya. Alma yang tau bahwa dia harus kesana, dia mulai melepaskan mukenanya tadi, namun Raka mencegahnya.

"jangan dilepas, gitu aja"

"sini"

"kok lo disini?" Alma bertanya seraya melangkah mendekati Raka dan duduk berhadapan dengan lelaki itu

"Hm?" sungguh Raka membalas dengan lembut. Tatapan mata yang lembut, suara yang lembut beserta senyuman yang tulus. Siapa wanita yang nggak jatuh kedalam pesona lelaki itu?

"itu lo ada tamu kok malah kesini"

"emang lo bukan tamu gue?---

Eh lo kan udah bagian dari rumah ini"

CINTA SEGITIGA [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang