24. Awal Nyata

77 12 0
                                    

***

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

***

Happy Reading

***


Malam semakin gelap. Hembusan angin semakin dingin. Langit yang tadinya gelap perlahan menapakkan sinar rembulan ditemani dengan bintang-bintang yang menyinari bumi perkemahan ini. Dan jangan lupakan, suara aliran air yang mengalir dari arah sungai dekat mereka istirahat.

Tirta tau, apa tujuan Raka mengajak Alma kesini. Ini tempat liburan keluarga mereka jika UAS telah berlalu. Perlahan Tirta mengenang, bagaimana antusiasnya dia fan Raka dulu saat mama dan papanya mengajak mereka kesini. Suasana yang tenang ini menjadi candu juga untuk Tirta.

Untuk Fatimah, ini kali kedua dia kesini. Pertama, waktu liburan semester dua. Awal mula juga Tirta menyatakan perasaannya kepada dirinya. Bagaimana sungai itu menjadi saksi bisu begitu bahagianya mereka kala itu. Sampai-sampai fakta yang harus terungkap didepan keluarganya. Perjuangan seorang Tirta menaklukkan orang tuanya.

"Gue sama Fatimah ke tenda biru. Ada yang mau di omongin. Kalian puas-puasin aja dulu." Pamit Tirta

Raka mendongak,"iya." Jawab Raka, sementara Alma hanya tersenyum.

Selepas kepergian Tirta dan Fatimah, Raka menempatkan kepalanya dipangkunan Alma.

"Suka nggak?" Tanya Raka

Alma melihat kebawah, terpampang jelas paras Raka yang diterangi sinar rembulan,"Hm?"

"Suka sama tempatnya?" Tanya Raka lagi.

Alma menggangguk antusias,"bangetttt." Jerit Alma tertahan.

Raka memainkan rambut Alma yang dikuncir kuda. Dia mengarahkan kedepan dan membelai lembut rambut-rambut itu. "Papa dulu sering banget kesini. Mungkin kalo anak-anaknya keliat suntuk, pasti papa ngajak kesini."

"Oh ya?" Tanya Alma merespon cerita Raka.

"Iya. Disungai itu juga papa lamar mama. Padahal mama nggak suka sama papa."

"Kok bisa?" Tanya Alma penasaran.

"Aku juga baru tau, mereka dijodohin sama kakek. Mama udah punya pacar dan papa juga udah punya wanita lain. Mereka sama-sama punya perasaan dengan berbeda agama. Sama kaya gue dan bang Tirta."

Alma mengelus rambut Raka,"disungai itu juga, bang Tirta nembak kak Fatimah. Sebenarnya perjuangan gue juga sih, karna yang nyiapin tempatnya gue. Tapi gue salut sama abang, waktu itu kak Fatimah bela-belain kabur juga." Lanjut Raka tertawa.

"Bandel juga ya." Respon Alma.

"Hm. Kemarin gue tanya sama mama, kenapa anaknya dibebasin."

"Kenapa?"

"Kalo dikengkang itu pasti ngelakuin hal yang dibatas wajar." Jawab Raka. Alma manggut-manggut mengerti.

"Oiya bentar." Raka yang terduduk tiba-tiba membuat Alma kaget.

CINTA SEGITIGA [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang