11 - Horor Dua Kali

125 21 3
                                    


***

Selamat membaca. Semoga ngefeel

***



"Tuhan . . . Boleh tidak aku memintanya untukku? baik untuk sekarang dan dimasa depan? Aku ingin ditakdirkan dengannya, namun apa daya kita terikat tali yang berbeda"

***


Ting~

Bunyi handphone yang menandakan adanya pesan masuk. Sipemilik handphone masih bergelut mesra dengan boneka-bonekanya dibawah lilian selimut abu-abu.

Ting~

Ting~

Bunyi bordiran pesan masuk yang membuat sang empu mengerang kesal. "Eung.. siapa sih ganggu aja" Monolong gadis bernama Alma.

Raka

Raka : udah bangun?
Raka : bangun.
Raka : mandi.
Raka : jam 10 gue jemput.

Awalnya matanya masih mengerjabkan malas, namun saat dia melihat pesan terakhir dari lelaki itu entah dari mana kesadarannya sudah terkumpul 100%

"heh apaan sih? Kok dadakan banget sih AHHhh Hancur sudah agenda tiduranku ditanggal merah" Alma mengerang kesal. Faktanya sekarang sudah jam 9 lebih 10 menit. Memang sih Alma sudah kebiasaan mandi sebelum sholat Subuh. Dan tadipun dia juga sudah mandi. Biasanya dia akan ganti pakaian saja jika keluar, tapi ini beda cerita jika Raka yang mengajaknya keluar.

Tanpa membalas pesan dari Raka, Alma bergegas mandi dan bersiap-siap. Membutuhkan 20 menit untuk mandi dan 10 menit untuk memilih baju yang cocok untuknya.

Memang sih dia anaknya simpel hanya terbalut celana jeans hitam, kaos pendek hitam yang dimasukkan tidak lupa outernya yang berwarna abu-abu bergaris putih-hitam.

***

Terdengar suara ketukan pintu, "kakak.. Ada Raka itu udah nungguin. Cepetan" ucap Bunda Alma dari balik pintu

Mendengar cuitan dari sang bunda, Alma reflek mengalihkan pandangannya dari awalnya memandang cermin menjadi kepergelangannya. Nampak jam masih menunjukkan pukul 09.50. oh ayolah masih ada 10 menit lagi dan Alma masih terbalut alas sunscreennya. Dia belum mengaplikasikan BB cream dan liptintnya.

"iya nda, suruh nunggu sebentar" sahut Alma dengan berteriak

Di tempat yang sama namun beda ruang, Terdapat dua lelaki tua dan satu lelaki muda sedang bercengkrama. Mereka Kakek dan Ayah Alma yang sedang menemani Raka saat menunggu Alma

"Raka sekolah dimana?" tanya Ayah Alma.

Jujur saja Raka sedikit gugup dan tegang namun ia berusaha menutupinya dengan menjawab pertanyaan-pertanyaan dengan senyum manisnya.

"SMA 1 Nusantara om" jawab Raka dan jangan lupakan senyumannya itu.
Raka serasa senam jantung kala Alma tak kunjung datang. Dia takut ditanya lebih dalam, bukannya tak mau namun Raka masih belum siap.

Sejauh ini Raka masih dianggap beragama sama dengan mereka, padahal Raka berbeda dengan mereka. "kelas berapa kamu?" ini pertanyaan lembut dari Bunda Alma yang baru saja duduk disamping Raka.

"kelas 12 tante, beda 1 tahun sama Alma"

"loh tante kira kalian teman sebimbingan belajarnya Alma" kaget Bunda Alma.

Jujur saja, bunda Alma bukan seperti bunda kebanyakan yang tidak peduli teman lelaki Alma. Bahkan Bundanya tidak suka jika Alma jalan dengan lelaki kecuali sahabat-sahabatnya yang sudah kenal lama. Namun sejak saat tau Raka mempunyai tanggung jawab saat bersama Alma, mulai dari berpamitan dan menjemput serta mengantarnya pulang. Ibu siapa yang tidak luluh?

CINTA SEGITIGA [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang